Nama: Dika Yumanda
NPM: 2013032041
PPKN Kelas A
Izin menjawab bu
1. Ijtihad berasal dari bahasa Arab yaitu ijtahada-yajtahidu-ijtihadan yang berarti mengerahkan segala kemampuan, bersungguh-sungguh mencurahkan tenaga, atau bekerja secara optimal. Secara istilah, ijtihad adalah mencurahkan segenap tenaga dan pikiran secara sungguh-sungguh dalam menetapkan suatu hukum. Orang yang melakukan ijtihad dinamakan mujtahid. Ijitihad merupakan pekerjaan akal dalam memahami masalah dan menilainya berdasarkan isyarat-isyarat Al-Quran dan Al-Sunnah, kemudian menetapkan kesimpulan mengenai hukum masalah tersebut. Karena itu, ijtihad dapat disebut pula sebagai upaya mencurahkan segenap kemampuan untuk merumuskan hukum syara dengan cara istinbat/menarik kesimpulan dari Al-Quran dan Al-Sunnah. Artinya, menggunakan kemampuan akal untuk merumuskan suatu hukum yang tidak disebut secara eksplisit di dalam Al-Quran dan Al-Sunnah.
Namun, patut diingat bahwa kata “Ijtihad” bukanlah seperti yang dipahamkan oleh sembarang orang, yakni pendapat pribadi seseorang yang tidak mumpuni dalam urusan Agama), melainkan bahwa ijtihad yang benar adalah sebagaimana didefinisikan para ahli usul fiqh, yakni usaha seorang mujtahid dengan segenap kesungguhan dan kesanggupan untuk mendapatkan ketentuan hukum suatu masalah dengan menggunakan metode yang benar dari sumber hukum, yakni Al-Quran dan Al-Sunnah.
2. Keberadaan ijtihad sebagai salah satu sumber hukum Islam di zaman modern seperti sekarang ini sangatlah penting. Perkembangan kualitas manusia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IT), dan pertumbuhan kuantitas manusia memaksa munculnya persoalan-persoalan baru di dalam kehidupan kita sekarang. Masalah bayi tabung, berganti jenis kelamin, donor mata, Keluarga Berencana dan berbagai hal lainnya yang dianggap penting untuk merujuk kepada Hukum Islam. Kondisi di atas, tentu saja memerlukan kepastian hukum bagi umat agar dapat melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan sesuai dengan tuntunan Agama. Namun, yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa ijtihad yang dilakukan tetap tidak bisa ke luar dari ketetapan Al-Qur`an dan Al-Sunnah, serta obyeknya tidak berkaitan dengan hukum yang telah ditetapkan oleh syara secara qath’i.
Melakukan ijtihad adalah salah satu di antara sekian banyak perintah Allah dan Rasul-Nya kepada umat Islam, bukan semata-mata inisiatif dan keinginan hawa nafsu. Di dalam Al-Quran Allah SWT memerintahkan manusia untuk menggunakan nalar, logika dan akalnya dalam memahami perintah-perintah Allah. Mengenai hal ini bahwasannya Allah SWT telah berfirman dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 105 yang berbunyi.
إِنَّآ أَنْزَلْنَآ إِلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَآ أَرٰىكَ اللَّهُ ۚ وَلَا تَكُنْ لِّلْخَآئِنِينَ خَصِيمًا
artinya: "Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad) membawa kebenaran, agar engkau mengadili antara manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu dan janganlah engkau menjadi penentang (orang yang tidak bersalah) karena (membela) orang yang berkhianat."
Selain itu juga di dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 59 yang berbunyi:
يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوٓا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِى الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْأَاخِرِ ۚ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
artinya :"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."
3. Jawabannya tidak bisa, karena kita berada di zaman teknologi seperti ini pastilah menimbulkan suatu perkara yang harus diselesaikan dengan Hukum Syariat Islam, terlebih lagi ada banyak permasalahan di sekitar kita yang memang perlu sandaran kepada Al-Quran dan Al-Hadits. Ijtihad itu sendiri diperbolehkan dan diperlukan karena adanya suatu perkara/permasalahan yang perlu penjelasan mendetail namun tetap merujuk kepada Al-Quran dan Al-Sunnah. Adapun contohnya seperti berikut.
a. Dilakukannya perembukan oleh seluruh ulama untuk melakukan penentuan pada 1 syawal. Dalam hal ini akan dilakukan berbagai macam perdebatan dari penentuan 1 syawal dan penentuan dari ramadhan pertama.
b. Pembuatan bayi tabung yang dimana tidak ada pada zaman Nabi Muhammad SAW yang kemudian menjadi sebuah bentuk solusi bagi orang untuk menyelesaikan permasalahan kesuburan. Melakukan perujukan terhadap berbagai macam bentuk hadis untuk menemukan sebuah hukum yang dibuat oleh teknologi pada bayi tabung.
c. Para ulama telah merujuk kepada hadits-hadits agar dapat menemukan hukum yang telah dihasilkan oleh teknologi ini dan menurut MUI menyatakan bahwa bayi tabung dengan sperma dan ovum suami istri yang sah hukumnya mubah (boleh) karena hal ini merupakan Ikhtiar yang berdasarkan agama. Allah sendiri mengajarkan kepada manusia untuk selalu berusaha dan berdoa.