Nama ; Dinda Novita Safitri
Kelas ; 3A
NPM : 2213054001
1). Teori persepektif biologis temperamen menghubungkan perbedaan temperamen individu dengan faktor-faktor biologis seperti genetika, struktur otak, dan sistem saraf. Beberapa teori terkait termasuk:
1. Teori Genetika: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik berperan dalam menentukan temperamen seseorang. Misalnya, beberapa sifat temperamen seperti kecenderungan terhadap kecemasan atau ekstrovertnya dapat diwariskan.
2. Teori Struktur Otak: Penelitian juga mencoba menghubungkan perbedaan dalam struktur otak dengan perbedaan temperamen. Misalnya, aktivitas di daerah otak tertentu dapat berkontribusi pada respons terhadap stres atau rangsangan sosial.
3. Teori Neurokimia: Kimia otak, seperti neurotransmitter, juga dapat mempengaruhi temperamen. Misalnya, tingkat serotonin yang rendah dapat berhubungan dengan depresi atau kecemasan.
4. Sistem Saraf: Sistem saraf otonom, yang mengatur respons fisik terhadap stres, juga dapat berperan dalam temperamen. Respon yang lebih kuat terhadap stres dapat mengarah pada temperamen yang lebih cemas.
Dalam keseluruhan, teori-teori ini mencoba menjelaskan perbedaan temperamen individu dari sudut pandang biologis, namun penting untuk diingat bahwa faktor lingkungan dan pengalaman juga memiliki peran penting dalam pembentukan temperamen seseorang.
Tentu, saya bisa memberikan gambaran singkat tentang perspektif psikoanalisis dari Freud dan teori psikososial dari Erikson.
2). 1. Teori Psikoseksual Freud:
Sigmund Freud mengembangkan teori psikoseksual yang menekankan peran perkembangan seksual dalam membentuk kepribadian seseorang. Menurut Freud, ada lima tahap perkembangan seksual utama:
a. Tahap Oral: Fokus pada pengalaman oral, seperti menyusui dan menggigit.
b. Tahap Anal: Fokus pada kontrol buang air besar.
c. Tahap Phallic: Fokus pada organ genital dan konsep identitas gender.
d. Tahap Latensi: Periode ketidakaktifan seksual.
e. Tahap Genital: Fokus pada hubungan seksual dewasa.
Freud juga menggambarkan konsep-konsep seperti id, ego, dan superego sebagai bagian penting dalam kepribadian.
2. Teori Psikososial Erikson:
Erik Erikson mengembangkan teori psikososial yang menekankan tahapan perkembangan sepanjang siklus kehidupan seseorang. Ia mengidentifikasi delapan tahap perkembangan psikososial yang mencakup seluruh kehidupan:
a. Trust vs. Mistrust (Kepercayaan vs. Ketidakpercayaan) - Bayi
b. Autonomy vs. Shame and Doubt (Otonomi vs. Rasa Malu dan Keraguan) - Balita
c. Initiative vs. Guilt (Inisiatif vs. Rasa Bersalah) - Pra-sekolah
d. Industry vs. Inferiority (Industri vs. Rasa Inferioritas) - Sekolah dasar
e. Identity vs. Role Confusion (Identitas vs. Kebingungan Peran) - Remaja
f. Intimacy vs. Isolation (Intimasi vs. Isolasi) - Dewasa Muda
g. Generativity vs. Stagnation (Generativitas vs. Stagnasi) - Dewasa Pertengahan
h. Integrity vs. Despair (Integritas vs. Keputusasaan) - Lansia
Erikson menekankan konsep pengembangan identitas selama tahap remaja dan perkembangan sepanjang siklus kehidupan.
Kedua teori ini berfokus pada perkembangan individu, walaupun pendekatan dan teori yang digunakan oleh Freud dan Erikson berbeda.
3). perspektif pembelajaran dari teori Skinner, Watson, dan Bandura:
1. B.F. Skinner (Behaviorisme)
- Skinner berfokus pada pengaruh lingkungan eksternal dalam membentuk perilaku.
- Teorinya menekankan penggunaan reinforcement (penguatan) dan punishment (hukuman) untuk membentuk dan mengubah perilaku.
- Skinner percaya bahwa respons positif dan negatif dapat memengaruhi pembelajaran.
2. John B. Watson (Behaviorisme)
- Watson mengemukakan konsep bahwa perilaku adalah hasil dari belajar melalui pengalaman.
- Ia mengklaim bahwa manusia dapat dipahami dengan mengamati reaksi terhadap stimulus lingkungan.
- Watson menekankan eksperimen dan menghindari konsep seperti pikiran atau perasaan.
3. Albert Bandura (Teori Pembelajaran Sosial atau Kognitif)
- Bandura menyoroti peran penting proses kognitif (pikiran dan persepsi) dalam pembelajaran.
- Ia memperkenalkan konsep self-efficacy (keyakinan diri) yang mempengaruhi motivasi dan perilaku seseorang.
- Teorinya menggabungkan elemen-elemen behaviorisme dengan aspek kognitif dan sosial dalam menjelaskan pembelajaran.
Semua tiga teori ini berkontribusi pada pemahaman kita tentang bagaimana manusia belajar, dengan pendekatan dan penekanan yang berbeda
.
4). penjelasan mengenai perspektif pembelajaran dari teori Skinner, Watson, dan Bandura:
1. B.F. Skinner (Behaviorisme)
- Skinner berfokus pada pengaruh lingkungan eksternal dalam membentuk perilaku.
- Teorinya menekankan penggunaan reinforcement (penguatan) dan punishment (hukuman) untuk membentuk dan mengubah perilaku.
- Skinner percaya bahwa respons positif dan negatif dapat memengaruhi pembelajaran.
2. John B. Watson (Behaviorisme)
- Watson mengemukakan konsep bahwa perilaku adalah hasil dari belajar melalui pengalaman.
- Ia mengklaim bahwa manusia dapat dipahami dengan mengamati reaksi terhadap stimulus lingkungan.
- Watson menekankan eksperimen dan menghindari konsep seperti pikiran atau perasaan.
3. Albert Bandura (Teori Pembelajaran Sosial atau Kognitif)
- Bandura menyoroti peran penting proses kognitif (pikiran dan persepsi) dalam pembelajaran.
- Ia memperkenalkan konsep self-efficacy (keyakinan diri) yang mempengaruhi motivasi dan perilaku seseorang.
- Teorinya menggabungkan elemen-elemen behaviorisme dengan aspek kognitif dan sosial dalam menjelaskan pembelajaran.
Semua tiga teori ini berkontribusi pada pemahaman kita tentang bagaimana manusia belajar, dengan pendekatan dan penekanan yang berbeda.
5). penjelasan tentang perspektif kontekstual dalam teori ekologi oleh Urie Bronfenbrenner:
Teori Ekologi Bronfenbrenner:
- Urie Bronfenbrenner mengembangkan teori ekologi, yang mengidentifikasi berbagai tingkat lingkungan yang memengaruhi perkembangan individu.
- Teorinya terdiri dari lima tingkat ekologi yang saling berinteraksi:
1. Mikrosiste: Lingkungan langsung individu, seperti keluarga, teman, dan sekolah.
2. Mesosistem: Hubungan antara berbagai mikrosistem dalam kehidupan individu, seperti interaksi antara keluarga dan sekolah.
3. Eksosistem: Faktor-faktor di luar mikrosistem yang memengaruhi individu, seperti pekerjaan orang tua.
4. Makrosistem: Nilai-nilai, budaya, dan sistem sosial yang memengaruhi kehidupan individu.
5. Kronosistem: Waktu dan perubahan dalam konteks perkembangan individu.
- Teori ekologi Bronfenbrenner menekankan pentingnya memahami bagaimana lingkungan individu dan sistem sosial yang lebih besar berinteraksi dalam mempengaruhi perkembangan individu.
- Pendekatan ini memberikan pandangan yang komprehensif tentang bagaimana faktor-faktor dalam berbagai lapisan lingkungan berkontribusi pada perkembangan individu.
Dengan demikian, teori ekologi Bronfenbrenner membantu kita memahami bahwa perkembangan individu tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor individu itu sendiri, tetapi juga oleh faktor-faktor dalam lingkungan sosial dan budaya yang lebih luas.
6). penjelasan singkat mengenai perspektif evolusioner/sosiobiologis dalam konteks teori lampiran (attachment) yang dikembangkan oleh John Bowlby dan Mary Ainsworth:
John Bowlby:
- John Bowlby adalah seorang psikiater Inggris yang mengembangkan teori lampiran berdasarkan pandangan evolusioner.
- Teori Bowlby menekankan pentingnya lampiran (attachment) sebagai adaptasi evolusioner yang membantu bayi dan anak kecil untuk mengembangkan hubungan keamanan dengan figur perawat (biasanya ibu).
- Ia berpendapat bahwa lampiran membantu anak bertahan dan melindungi diri dari bahaya, dan membentuk dasar untuk perkembangan sosial dan emosional selanjutnya.
- Teori Bowlby mengemukakan konsep "internal working model," yaitu kerangka kerja internal yang memengaruhi bagaimana individu memahami dan berinteraksi dengan hubungan sosial di masa depan.
Mary Ainsworth:
- Mary Ainsworth adalah psikolog pengembangan yang mengembangkan eksperimen "Strange Situation" untuk mengukur pola lampiran anak-anak.
- Ia memperluas konsep lampiran Bowlby dengan mengidentifikasi tiga tipe dasar lampiran: aman, tidak aman menghindar, dan tidak aman ambivalen.
- Melalui penelitiannya, Ainsworth menyumbangkan pemahaman mendalam tentang cara anak-anak merespons kehadiran atau ketidakhadiran figur perawat mereka dalam situasi yang berbeda.
Kedua teori ini berkontribusi pada pemahaman kita tentang bagaimana hubungan lampiran berkembang, dan bagaimana hubungan ini memainkan peran penting dalam perkembangan individu, berdasarkan perspektif evolusioner yang menekankan pentingnya adaptasi sosial untuk kelangsungan hidup dan reproduksi manusia.
7). penjelasan mengenai perspektif moral dalam konteks teori perkembangan moral oleh Lawrence Kohlberg:
Lawrence Kohlberg:
- Lawrence Kohlberg adalah seorang psikolog yang mengembangkan teori perkembangan moral yang dikenal sebagai teori perkembangan moral Kohlberg.
- Teorinya memusatkan perhatian pada perkembangan pemahaman moral individu dan bagaimana manusia membentuk pandangan etika dan moral mereka.
- Kohlberg mengidentifikasi tiga tingkat perkembangan moral, masing-masing dengan dua tahap:
1. Tingkat Pra-Konvensional: Fokus pada penilaian moral yang didasarkan pada hukuman dan imbalan, serta kepatuhan terhadap otoritas.
2. Tingkat Konvensional: Mencakup kepatuhan kepada norma sosial dan ekspektasi sosial, serta pandangan moral yang berkaitan dengan peran sosial.
3. Tingkat Pasca-Konvensional: Berkaitan dengan moralitas berdasarkan prinsip-prinsip abstrak dan etika pribadi, dan kesadaran atas prinsip-prinsip moral yang universal.
- Kohlberg berargumen bahwa perkembangan moral merupakan proses yang berlangsung sepanjang hidup dan bahwa individu yang mencapai tingkat pasca-konvensional mungkin memiliki pandangan moral yang lebih canggih dan berlandaskan prinsip-prinsip etis yang lebih tinggi.
Teori perkembangan moral Kohlberg membantu kita memahami bagaimana individu berkembang dalam hal pemahaman moral mereka dan bagaimana pandangan etika mereka berkembang seiring waktu