Nama : Talitha Elian Delinda
NPM : 1912011379 (Alih Prodi)
Mata Kuliah : Hukum Internasional
Dosen Pengampu : Bayu Sujadmiko, S.H., M.H., Ph.D. dan Widya Krulinasari, S.H., M.H.
1. Sebutkan dan jelaskan dua bagian hukum internasional?
Jawab:
- Hukum Publik Internasional adalah Hukum Internasional yang mengatur hubungan yang melintasi batas Negara antara Negara dengan Negara lainnya yang bukan bersifat perdata.
Contohnya, Konvensi Eropa Mengenai HAM, Konvensi Jenewa
- Hukum Perdata Internasional adalah Hukum Internasional yang mengatur hubungan hukum perdata yang melintasi batasa-batas Negara, yaitu hubungan antara warga Negara di suatu Negara dengan warga Negara lain atau disebut hukum antar bangsa.
Sumber hukum perdata internasional ialah hukum perdata nasional masing-masing Negara.
Contohnya, Kasus Sengketa Merek Prada S.A Dengan PT. Manggala Putra Angkasa
2. Jelaskan perbedaan hukum internasional dan hukum negara/nasional?
Jawab:
a. Hukum Internasional:
1) Pada hukum internasional subyek hukumnya terdiri dari Negara, organisasi Publik Internasional, Internasional NonGovernment Organization, Individu, Perusahaan Transnasional, ICRC, Organisasi Pembebasan, Belligerent, Vatikan dan Tahta suci;
2) Hukum Internasional dan Hukum Nasional adalah sistem hukum yang terpisah dan independen. Hukum nasional bersumber pada kehendak Negara;
3) Hukum Nasional memiliki integritas yang lebih sempurna dibandingkan Hukum Internasional, mengenai struktur organ pelaksanaanya;
4) Hukum Internasional mendasarkan pada prinsio bahwa perjanjian antara Negara harus dihormati berdasarkan prinsip pacta sunt servanda.
b. Hukum Nasional
1) Pada hukum nasional subyek hukumnya adalah perorangan/ badan hukum (perdata/publik);
2) Pada hukum internasional bersumber pada kehendak bersama (masyarakat Negara);
3) Hukum Nasional memiliki integritas yang lebih sempurna dibandingkan Hukum Internasional, mengenai struktur organ pelaksanaanya;
4) Hukum Nasional mendasarkan diri pada prinsip bahwa aturan Negara harus dipatuhi.
3. Apakah Perusahaan Internasional dapat menjadi subjek hukum internasional public?
Jawab:
Ya, dapat. Karena Perusahaan ini didirikan disuatu Negara, tetapi beroperasi di berbagai Negara, artinya perusahaan internasional ini melakukan hubungan dengan negara lain dalam bidang tertentu dengan kesepakatan dengan Negara tempat perusahaannya didirikan. Perusahan Internasional hanya ada ketika hubungan internasionl yang dilakukannya diatur oleh hukum Internasional.
4. Siapakah yang dapat menandatangani sebuah perjanjian internasional public di suatu negara? Jelaskan
Jawab:
Berdasarkan Undang-undang tentang Perjanjian Internasional yang merupakan pelaksanaan dari Pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945, memberikan kewenangan mengenai hal ini kepada Presiden untuk membuat perjanjian internasional dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, artinya sebuah perjanjinan internasional publik haruslah ditandatangani oleh Kepala Negara disuatu Negara.
5. Apakah dalam suatu pemerintahan suatu negara kita harus mendahulukan hukum internasional atau hukum nasional? Jelaskan
Jawab:
Dalam hal ini terdapat dua sudut pandang, yaitu:
a) Indonesia menganut Monisme Primat Hukum Internasional
Dari sudut pandang Monisme Primat Hukum Internasional berpandangan bahwa Hukum Internasional adalah hukum yang lebih tinggi dari pada Hukum Nasional. Sudut pandang ini berpendapat bahwa Hukum Nasional merupakan implementasi dari Hukum Internasional yang diterapkan di Negara masing-masing. Hal ini dibuktikan dengan Indonesia yang dalam praktiknya menghormati dan mengakui imunitas kepala Negara asing meskipun sampai saat ini Indonesia belum berasal dari hukum kebiasaan internasional.
b) Indonesia menganut Dualisme
Menurut doktrin Hukum Internasional tidak bisa diberlakukan langsung dalam Hukum Nasional sebelum diberlakukan langsung ke dalam Hukum Nasional sebelum dibuatkan baju dalam Hukum Nasional.
6. Berikan suatu contoh kasus peristiwa hukum internasional yang melibatkan lembaga penyelesaian sengketa internasional
Jawab:
Churchill Mining Plc, Planet Mining, dan Pemerintah Indonesia
Kasus ini terjadi sekitar Tahun 2013, di mana Indonesia berusaha keras untuk memenangkan gugatan ini. Hingga akhirnya pada 6 Desember 2016, Pemerintah Indonesia berhasil memenangkan gugatan dua perusahaan tambang batu bara asing. Keputusan lembaga arbitrase internasional, International Center for Settlement of Investment Dispute (ICSID) yang berbasis di Washington DC, menolak gugatan kedua perusahaan tersebut. Gugatan bermula dari pencabutan izin usaha kedua perusahaan oleh Pemerintah Kutai Timur pada tahun 2010. Churchill Mining Plc dari Inggris pernah mengantungi izin tambang seluas 350 km2 di Busang, Telen, Muara Wahau, dan Muara Ancalong dengan mengakuisisi 75% saham PT Ridlatama Group. Sementara, Planet Mining asal Australia merupakan anak perusahaan Churchill.
Sebelumnya, Churchill telah mengajukan gugatan hukum pada PTUN Samarinda. Namun, hasilnya sama, pencabutan izin usaha oleh bupati tersebut sudah sesuai prosedur. Proses banding berlanjut hingga ke MA dan hasilnya tetap sama, hingga Churchill membawa kasus ini ke arbitrase internasional. Atas putusan ICSID tersebut, Indonesia berhak memperoleh gugatan senilai US$1,31 miliar atau sekitar Rp17 triliun. Source: BPLawyers.co.id