Posts made by Alya Nurani

TA2025 -> CASE STUDY

by Alya Nurani -
Nama: ALYA NURANI
Npm: 2413031025

1) Penjelasan menurut Positive Accounting Theory (PAT)

Positive Accounting Theory (Watts & Zimmerman) memandang pilihan kebijakan akuntansi sebagai respon rasional terhadap insentif ekonomi. Dalam kasus PT IndoEnergi, PAT menjelaskan perubahan metode depresiasi (dari garis lurus ke saldo menurun ganda) sebagai tindakan yang dipicu oleh motif ekonomi: menurunkan laba tercatat sekarang untuk mengurangi beban pajak, menurunkan ekspektasi dividen, atau memengaruhi rasio yang terkait dengan perjanjian hutang. Tiga hipotesis PAT relevan di sini. Bonus plan hypothesis: jika remunerasi manajemen tidak terikat pada laba jangka pendek, ini kurang relevan; namun jika ada kontrak berbasis laba (mis. opsi, bonus), manajemen bisa menunda pengakuan laba. Debt covenant hypothesis: menurunkan laba kini bisa membantu mengelola variabel covenant tertentu (mis. defer covenant renegotiation). Political cost hypothesis: menurunkan laba saat perlu mengurangi pajak atau mengurangi pengawasan publik. Dengan kata lain, PAT melihat keputusan sebagai respons terhadap insentif, bukan semata kejujuran pelaporan.

2) Perbandingan praktik: AS (US GAAP) vs IFRS (internasional)

Baik US GAAP maupun IFRS memperlakukan perubahan metode depresiasi/estimasi sebagai perubahan estimasi akuntansi bila didasarkan pada bukti bahwa pola konsumsi manfaat telah berubah; perlakuannya bersifat prospektif (tidak menyesuaikan periode lalu). Praktik mengubah metode memang terjadi dan dapat dibenarkan bila ada perubahan nyata dalam pola penggunaan aset (mis. percepatan pemakaian pada proyek energi baru). Namun, opportunistic changes juga terjadi di berbagai yurisdiksi: perusahaan dapat “memilih” waktu perubahan untuk mencapai tujuan pajak atau manajemen laba. Regulasi dan enforcement berbeda antar negara; di pasar dengan pengawasan lemah, perubahan oportunistik lebih mudah terjadi. Di Amerika dan pasar lain yang kuat pengawasannya, auditor dan regulator biasanya meminta dokumentasi teknis yang kuat (studi teknis/engineer) untuk mendukung perubahan, sehingga praktik opportunistic berisiko terungkap.

3) Penilaian kritis terhadap kekuatan dan batasan PAT

PAT kuat dalam menawarkan kerangka rasional untuk menjelaskan mengapa manajemen memilih kebijakan tertentu: ia fokus pada insentif riil (bonus, covenant, biaya politik). Namun PAT memiliki batasan. Pertama, ia cenderung mengabaikan faktor non-ekonomi seperti etika, budaya korporat, dan tekanan stakeholder non-finansial. Kedua, PAT bersifat “deskriptif” dan tak memberi standar normatif untuk menilai apakah tindakan itu tepat atau etis. Ketiga, dalam konteks global, variasi regulasi, enforcement, dan praktik tata kelola membuat generalisasi PAT kurang akurat: motivasi yang sama bisa berinteraksi berbeda di Indonesia, AS, atau Eropa. Oleh karena itu PAT perlu dipadukan dengan teori institusional dan teori tata kelola untuk analisis yang lebih komprehensif. Rekomendasi singkat: minta manajemen menyertakan justifikasi teknis (engineer report), analisis dampak pajak dan covenant, dan pengungkapan penuh agar perubahan terlihat wajar bukan opportunistik; auditor dan regulator harus menilai keterandalan bukti tersebut.

TA2025 -> CASE STUDY

by Alya Nurani -
Nama: ALYA NURANI
Npm: 2413031025

1. Kelebihan dan Kekurangan Fair Value vs Historical Cost
Penggunaan nilai wajar (fair value) memberikan gambaran yang lebih relevan tentang kondisi ekonomi terkini karena mencerminkan harga pasar aset. Dalam industri properti yang fluktuatif, metode ini membantu investor memahami nilai aset secara aktual. Namun, kelemahannya terletak pada subjektivitas penilaian, terutama jika pasar tidak aktif atau penilaian bergantung pada asumsi pihak ketiga. Sebaliknya, biaya historis lebih andal dan mudah diverifikasi karena berbasis bukti transaksi nyata, tetapi kurang menggambarkan nilai ekonomi saat ini ketika harga properti berubah signifikan.

2. Relevansi dan Keandalan di Konteks Indonesia
Dalam konteks Indonesia yang pasar propertinya cenderung tidak sepenuhnya efisien, penggunaan nilai wajar memang meningkatkan relevansi, tetapi bisa menurunkan keandalan jika metode penilaian tidak transparan. PSAK 16 dan IFRS mengizinkan penggunaan fair value dengan syarat pengungkapan rinci mengenai metode dan asumsi valuasi. Dengan pengawasan auditor dan penilai independen yang kredibel, relevansi dapat ditingkatkan tanpa terlalu mengorbankan keandalan. Transparansi menjadi kunci agar pengguna laporan memahami dasar penentuan nilai tersebut.

3. Rekomendasi Kebijakan (Sebagai DSAK IAI)
Saya merekomendasikan pendekatan hibrida: memperbolehkan nilai wajar untuk sektor properti dengan syarat adanya pengungkapan penuh, penggunaan penilai independen bersertifikat, serta uji kelayakan pasar yang memadai. Kebijakan ini sejalan dengan prinsip IFRS tentang faithful representation dan relevance, sekaligus mempertahankan prinsip PSAK mengenai kehati-hatian. Selain itu, DSAK perlu memperkuat pedoman teknis agar praktik penilaian lebih konsisten dan mengurangi risiko subjektivitas, sehingga laporan keuangan tetap relevan, andal, dan kredibel bagi seluruh pemangku kepentingan.

TA2025 -> ACTIVITY: RESUME

by Alya Nurani -
Nama: ALYA NURANI
Npm: 2413031025

Dalam artikel ini,  membahas dua pendekatan utama dalam akuntansi: nilai wajar (nilai wajar) dan biaya historis (biaya historis). Biaya historis mengukur aset berdasarkan harga perolehan awal dan hanya berubah jika terjadi impairment, yaitu penurunan nilai. Nilai wajar, di sisi lain, menunjukkan nilai pasar saat ini, yaitu harga yang disepakati antara pihak yang mengetahui kondisi pasar. Menurut penulis, International Financial Reporting Standards (IFRS) saat ini cenderung mendorong penggunaan nilai wajar karena, terutama untuk instrumen keuangan, dianggap lebih relevan dan informatif. Penggunaan biaya historis, di sisi lain, dianggap lebih konsisten dan mudah dilacak. Nilai wajar seringkali sulit dihitung tanpa pasar aktif, yang dapat menimbulkan ketidakpastian dan risiko dalam laporan keuangan, yang menyebabkan perdebatan. Artikel ini juga membahas bagaimana krisis keuangan global berdampak pada penggunaan nilai wajar. Karena harga pasar menjadi tidak stabil selama krisis, banyak orang mempertanyakan keandalan nilai wajar. Oleh karena itu, organisasi seperti SEC dan FASB mengizinkan teknik alternatif yang berbasis estimasi arus kas masa depan. Singkatnya, tidak ada satu cara yang benar. Penulis menyarankan agar akuntansi memberikan informasi yang relevan sekaligus andal bagi pengguna laporan keuangan dengan menggabungkan pengukuran yang sesuai dengan entitas dan nilai yang wajar.