CASE STUDY

CASE STUDY

Number of replies: 23

PT IndoEnergi Tbk adalah perusahaan energi terbarukan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dalam laporan keuangan tahunannya, PT IndoEnergi mengubah metode depresiasi dari metode garis lurus menjadi metode saldo menurun ganda untuk aset tetapnya. Perubahan ini menghasilkan penurunan signifikan terhadap laba bersih tahun berjalan.

Manajemen beralasan bahwa perubahan ini dilakukan untuk mencerminkan pola konsumsi manfaat ekonomi yang lebih akurat seiring dengan percepatan penggunaan aset dalam proyek energi baru.

Namun, analis pasar mencurigai bahwa perubahan ini dilakukan untuk mengurangi laba dan menurunkan pajak penghasilan, serta mengurangi ekspektasi dividen dari para investor.

Dalam konteks ini, Anda diminta untuk menilai keputusan akuntansi ini dari perspektif teori positif akuntansi, serta membandingkannya dengan praktik di negara lain (misalnya di AS atau IFRS secara umum).

 

Pertanyaan:

  1. Jelaskan bagaimana teori positif akuntansi menjelaskan perilaku PT IndoEnergi dalam mengubah kebijakan depresiasi. Gunakan pendekatan utama dari teori ini.
  2. Bandingkan pendekatan kebijakan akuntansi seperti yang dilakukan PT IndoEnergi dengan praktik serupa di negara lain, seperti AS (GAAP) atau di bawah IFRS. Apakah tindakan tersebut umum terjadi? Jelaskan.
  3. Buatlah penilaian kritis: Apakah Anda setuju bahwa teori positif cukup kuat dalam menjelaskan motivasi manajemen seperti kasus di atas? Atau adakah keterbatasan dari teori tersebut jika diterapkan dalam konteks global? Jelaskan dan beri argumen.

In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Nashita Shafiyah -
Nama : Nashita Shafiyah
NPM : 2413031009


1. Dari perspektif teori positif akuntansi (Positive Accounting Theory/PAT), perubahan metode depresiasi PT IndoEnergi dari garis lurus ke saldo menurun ganda bisa dipahami sebagai bentuk perilaku manajemen dalam merespons kepentingan ekonomi mereka. PAT, menurut Watts dan Zimmerman, melihat bahwa kebijakan akuntansi tidak selalu dipilih karena alasan teknis atau “paling benar secara teori”, melainkan sering kali didorong oleh motivasi manajerial. Dalam kasus IndoEnergi, manajemen mungkin saja menggunakan alasan “pola konsumsi aset” untuk mendukung argumen formal, tetapi secara praktis, langkah ini bisa berkaitan dengan hipotesis perjanjian utang (untuk menjaga rasio keuangan), hipotesis bonus plan (memengaruhi laba yang dilaporkan agar sesuai target), atau hipotesis biaya politik (mengurangi laba agar beban pajak lebih kecil dan ekspektasi dividen investor tidak terlalu tinggi). Dengan demikian, PAT menjelaskan perilaku ini sebagai strategi rasional yang berakar pada kepentingan manajerial.

2. Jika dibandingkan dengan praktik di negara lain, baik di bawah US GAAP maupun IFRS, perubahan metode depresiasi diperbolehkan asalkan dianggap lebih mencerminkan pola manfaat ekonomi aset dan disertai dengan pengungkapan (disclosure) yang jelas dalam catatan laporan keuangan. Di AS, perubahan metode biasanya diawasi ketat oleh auditor dan SEC agar tidak digunakan semata-mata untuk “earnings management”. Sementara di IFRS, khususnya IAS 16, perubahan metode depresiasi diizinkan bila ada bukti kuat bahwa metode baru lebih relevan. Jadi, secara praktik global, apa yang dilakukan IndoEnergi bukanlah hal asing, tetapi selalu ada sorotan apakah perubahan itu murni alasan teknis atau ada kepentingan tersembunyi.

3. Menurut saya pribadi, teori positif akuntansi cukup kuat untuk menjelaskan motivasi manajemen dalam kasus ini, karena memang menyingkap sisi pragmatis perusahaan dalam memilih kebijakan akuntansi. Namun, PAT juga punya keterbatasan, terutama jika diterapkan di konteks global. Teori ini terlalu fokus pada kepentingan manajer dan sering mengabaikan faktor lain seperti budaya perusahaan, tekanan regulasi internasional, dan ekspektasi pasar modal global yang bisa berbeda-beda. Dalam dunia nyata, kebijakan akuntansi tidak hanya hasil “kalkulasi kepentingan”, tetapi juga dipengaruhi standar etika, reputasi, dan tanggung jawab sosial. Jadi, PAT memberi lensa yang tajam untuk melihat kepentingan ekonomi manajer, tapi belum cukup untuk menangkap kompleksitas praktik akuntansi lintas negara.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Resti Gustin -
NAMA : Resti Gustin
NPM : 2413031020

1. Teori akuntansi positif menjelaskan bahwa perilaku PT IndoEnergi dalam mengubah metode depresiasi dari garis lurus ke saldo menurun ganda didorong oleh motivasi ekonomi yang rasional untuk memaksimalkan utilitas manajemen. Dalam konteks ini, perubahan metode depresiasi dilakukan untuk mencerminkan pola konsumsi manfaat ekonomi yang lebih cepat sesuai karakteristik aset proyek energi baru, sekaligus dapat mengurangi laba bersih dan pajak penghasilan, sejalan dengan hipotesis dari teori ini, yaitu hipotesis biaya politik (political cost hypothesis) dan hipotesis kontrak hutang (debt covenant hypothesis), di mana manajemen mungkin ingin mengurangi tekanan dari pihak eksternal dengan menurunkan laba yang dilaporkan.

2. Praktik mengubah kebijakan akuntansi seperti perubahan metode depresiasi relatif umum di negara-negara yang menerapkan GAAP di AS maupun di bawah IFRS, selama perubahan tersebut didasarkan pada alasan ekonomi yang valid dan dapat dijustifikasi secara akuntansi. Kedua standar ini mengizinkan perubahan metode depresiasi jika dapat menunjukkan bahwa metode baru lebih akurat mencerminkan pola konsumsi manfaat aset. Namun, pengungkapan yang jelas dan transparan tentang alasan perubahan serta dampaknya wajib dilakukan. Praktik ini diawasi dengan ketat untuk mencegah manipulasi laba yang merugikan pemangku kepentingan.

3. Teori akuntansi positif cukup kuat dalam menjelaskan motivasi manajemen melakukan perubahan kebijakan depresiasi untuk tujuan ekonomis dan pengelolaan laba, karena teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manajemen bertindak rasional dalam menghadapi insentif ekonomi. Namun, keterbatasan teori ini muncul dalam konteks global karena perbedaan regulasi, budaya korporasi, dan etika bisnis di tiap negara dapat mempengaruhi perilaku manajerial secara berbeda. Selain itu, teori ini cenderung mengabaikan aspek normatif dan moralitas yang menjadi pertimbangan penting dalam penerapan kebijakan akuntansi di berbagai lingkungan regulasi dan sosial. Jadi, meskipun teori positif memberikan kerangka empiris yang berguna, penerapannya perlu dilengkapi dengan pendekatan lain yang mempertimbangkan konteks lokal dan etika profesional.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Refamei Kudadiri -
Nama: Refamei Kudadiri
Npm: 2413031014


1. Teori Akuntansi Positif dan aplikasi pada kasus IndoEnergi
Teori Akuntansi Positif (Watts & Zimmerman) melihat pilihan kebijakan akuntansi sebagai hasil keputusan manajerial yang dimotivasi oleh insentif ekonomi dan kontraktual — tujuan utamanya adalah menjelaskan dan memprediksi perilaku (apa yang manajemen akan pilih), bukan memberi saran normatif. Dari sudut pandang PAT, perubahan metode depresiasi oleh IndoEnergi harus dilihat sebagai alat yang dipilih manajemen untuk memaksimalkan “utility” mereka dalam konteks kontrak (kompensasi, hutang, fiskal, dan tekanan politik). 
Lebih konkret, PAT menyediakan beberapa kerangka yang relevan untuk menafsirkan motif: hipotesis rencana bonus (bonus plan), hipotesis covenant hutang (debt covenant), dan hipotesis biaya politik (political cost). Dalam kasus IndoEnergi, hipotesis biaya politik dan motif pajak/dividen menjadi lebih relevan. Mengganti ke metode saldo menurun ganda mempercepat beban depresiasi ke tahun-tahun awal sehingga laba akuntansi turun sekarang; penurunan laba ini langsung mengurangi laba kena pajak jika perusahaan juga menggunakan metode buku yang sama untuk tujuan pajak, atau setidaknya mengurangi arus kas yang diharapkan dibagikan sebagai dividen karena investor/market melihat laba yang lebih kecil. Empiris menunjukkan perusahaan memang mengubah kebijakan depresiasi secara teratur dengan pola yang dapat diprediksi—perubahan sering berhubungan dengan isu perpajakan, kinerja yang buruk, atau kebutuhan investasi—yang konsisten dengan asumsi opportunistik PAT. 

2. Perbandingan dengan praktik di AS / di bawah IFRS (akuntansi formal dan kewajiban pengungkapan)
Dari sisi regulasi akuntansi formal, perlakuan perubahan metode depresiasi berbeda dari “perubahan kebijakan akuntansi” yang retrospektif: di bawah IFRS, perubahan metode depresiasi biasanya diklasifikasikan sebagai perubahan dalam estimasi akuntansi, yang harus dicatat secara prospektif (yaitu pengaruh diakui mulai periode perubahan dan periode berikutnya, bukan di-restatemen) — aturan ini ditetapkan oleh IAS 8 dan mengharuskan pengungkapan alasan serta pengaruh kuantitatif perubahan tersebut. Dengan kata lain, IFRS mengakui bahwa manajemen boleh mengganti metode jika ada informasi baru yang mengubah pola konsumsi manfaat, tapi wajib mengungkapkan alasannya dan dampaknya. 
Di bawah US-GAAP juga ada kerangka pelaporan untuk perubahan semacam ini (ASC 250 dan guidance praktik dari big-firms); perlakuan umum untuk perubahan metode depresiasi adalah perlakuan prospektif bila perubahan dianggap perubahan estimasi (atau perubahan estimasi yang diakibatkan oleh perubahan prinsip), dan pengungkapan yang memadai biasanya dibutuhkan. Praktik global menempatkan perubahan metode depresiasi sebagai hal yang boleh dilakukan bila ada dasar ekonomis (mis. pola pemakaian aset yang benar-benar berubah), tetapi standar menuntut transparansi. 
 Apakah tindakan seperti IndoEnergi umum terjadi? Secara empiris, ya: lembaga akademik menemukan banyak kasus di mana perusahaan mengubah metodologi atau asumsi depresiasi pada saat-saat strategis (mis. sejalan dengan perubahan aturan pajak, tekanan kinerja, atau saat hendak menahan dividen) sehingga pola ini tidak asing dan pernah dikaitkan dengan motif pengelolaan laba dan pajak. Namun perlu dicatat bahwa di banyak yurisdiksi manfaat pajak nyata tergantung aturan pajak lokal: di AS misalnya tax depreciation (MACRS) diatur terpisah oleh otoritas pajak sehingga “mengubah metode buku” tidak selalu mengubah pajak kini—namun tetap mempengaruhi deferred tax dan persepsi investor. Oleh karena itu efek ekonomi dari perubahan metode depresiasi bergantung pada interaksi antara aturan akuntansi buku, aturan pajak, dan praktik pengungkapan masing-masing negara.
 
3. Penilaian kritis: kecukupan PAT dan keterbatasannya dalam konteks global
PAT kuat dalam hal menjelaskan mengapa manajemen memilih teknik akuntansi tertentu: ia menawarkan kerangka kontraktual dan insentif (kompensasi, covenant, political cost) yang nyata dan banyak didukung bukti empiris. Untuk kasus IndoEnergi, PAT memberikan penjelasan yang koheren: jika perubahan depresiasi menurunkan laba yang memperkecil beban pajak/menurunkan tekanan untuk membayar dividen, maka pilihan itu konsisten dengan motif manajerial untuk menginternalisasi manfaat ekonomi tertentu. 
Namun PAT punya keterbatasan ketika dipakai sendirian untuk menilai kewajaran keputusan di lingkungan global. Pertama, PAT cenderung bergantung pada asumsi pengambilan keputusan yang opportunistik dan ekonomi-rasional — hal ini mengabaikan dimensi etika, reputasi jangka panjang, dan norma tata kelola yang kuat yang juga mendorong atau membatasi pilihan manajemen. Kedua, PAT menggeneralisasi insentif tetapi kurang menuntun pada penilaian normatif apakah perubahan itu “wajar” menurut standar profesional atau apakah pengungkapan sudah cukup; untuk itu kita perlu mengacu pada standar (IAS 8/ASC 250), auditor, dan analisis governance. Ketiga, perbedaan kerangka pajak dan aturan lokal (mis. pemisahan book vs tax depreciation seperti MACRS di AS) membuat dampak ekonomi nyata berbeda antarnegara: tindakan yang menguntungkan di satu yurisdiksi bisa tidak berpengaruh atau bahkan kontraproduktif di yurisdiksi lain. Akhirnya, PAT kadang sulit menjelaskan perubahan yang dilakukan dengan alasan teknis (mis. informasi baru tentang pola pemakaian aset) yang memang legitimate — sehingga bukti empiris (timing, kaitan dengan pengumuman dividen, perubahan peraturan pajak, struktur kompensasi manajemen) tetap diperlukan untuk membedakan motif.

In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Eris Ana Dita -
Nama : Eris Ana Dita
Npm : 2413031017

1. Teori akuntansi positif (PAT) menjelaskan bahwa manajemen perusahaan memilih kebijakan akuntansi, seperti pengubahan metode depresiasi, untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, misalnya meningkatkan laba atau mengurangi beban pajak. Jadi, PT IndoEnergi mengubah kebijakan depresiasi karena ingin memaksimalkan nilai perusahaan dan keuntungan manajemen.

2. Di AS (GAAP) dan di bawah IFRS, perusahaan juga sering mengubah kebijakan akuntansi sesuai kondisi ekonomi selama dilakukan pengungkapan yang benar. Jadi, tindakan seperti PT IndoEnergi cukup umum dilakukan di berbagai negara, meski aturan dan batasannya bisa berbeda sesuai standar masing-masing.

3. Teori akuntansi positif kuat untuk menjelaskan motivasi manajemen dalam memilih kebijakan yang menguntungkan, tapi memiliki keterbatasan. Misalnya, tidak selalu menggambarkan aspek etika dan budaya di berbagai negara, serta kurang mempertimbangkan pengaruh sosial dan kompleksitas global. Jadi, perlu pendekatan lain untuk memahami perilaku akuntansi secara lengkap
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Nurida Elsa -
Nama: Nurida Elsa
NPM: 2413031012


1. Berdasarkan Teori Positif Akuntansi (Watts & Zimmerman), keputusan PT IndoEnergi untuk mengubah metode depresiasi dapat dipahami sebagai tindakan manajemen yang rasional dalam mengejar kepentingan ekonomi tertentu. Pergantian dari metode garis lurus ke saldo menurun ganda membuat beban depresiasi meningkat di awal periode, sehingga laba bersih menjadi lebih rendah. Hal ini sesuai dengan Political Cost Hypothesis, yaitu kecenderungan manajemen untuk menekan laba agar dapat mengurangi beban pajak dan menurunkan tekanan dari investor terkait pembagian dividen. Dengan demikian, teori ini menjelaskan bahwa langkah tersebut merupakan strategi manajemen untuk mengurangi risiko fiskal dan tekanan politik yang mungkin dihadapi perusahaan.

2. Dalam konteks internasional, baik IFRS (IAS 16) maupun US GAAP mengizinkan perubahan metode depresiasi selama metode baru dianggap lebih tepat mencerminkan pola penggunaan manfaat ekonomi suatu aset. Dalam IFRS, perubahan ini diperlakukan sebagai penyesuaian estimasi akuntansi dan wajib diungkapkan secara jelas dalam laporan keuangan, sedangkan di bawah US GAAP, prinsipnya serupa tetapi pengawasannya lebih ketat oleh regulator seperti SEC. Praktik seperti ini cukup umum di sektor energi dan teknologi, asalkan perusahaan dapat menunjukkan alasan ekonomi yang kuat dan bukan semata-mata untuk tujuan manipulasi laba.

3. Secara kritis, Teori Positif Akuntansi memiliki keunggulan karena mampu menjelaskan perilaku manajemen yang didorong oleh motivasi ekonomi dan politik. Namun, teori ini juga memiliki keterbatasan karena tidak menyoroti aspek etika, tata kelola, serta perbedaan sistem regulasi antarnegara. Selain itu, teori ini sering kali mengabaikan kemungkinan bahwa perubahan kebijakan dilakukan karena alasan efisiensi atau kebutuhan bisnis yang nyata. Oleh sebab itu, meskipun teori positif efektif dalam menjelaskan kasus PT IndoEnergi, penerapannya pada konteks global sebaiknya dipadukan dengan teori lain seperti teori legitimasi atau teori keagenan agar memberikan pemahaman yang lebih menyeluruh.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Serly Natasa -
Nama: Serly Natasa
NPM: 2413031028

1. Menurut teori positif akuntansi, manajemen memilih kebijakan akuntansi karena ingin mendapatkan keuntungan tertentu, bukan hanya mengikuti aturan akuntansi yang ideal. Dalam kasus PT IndoEnergi, mereka mengganti metode depresiasi ke metode saldo menurun ganda yang membuat beban depresiasi lebih besar di awal dan menurunkan laba bersih. Hal ini bisa jadi strategi agar pajak yang harus dibayar lebih kecil dan juga menurunkan harapan investor terhadap dividen. Intinya, teori ini mengatakan bahwa pilihan kebijakan akuntansi dipengaruhi oleh insentif ekonomi dan kepentingan manajemen, termasuk konflik antara pemilik perusahaan, manajer, dan pemerintah yang mengelola pajak.

2. Di Amerika Serikat (GAAP) dan standar internasional IFRS, perubahan metode depresiasi memang diperbolehkan asalkan alasan perubahan jelas dan dilaporkan secara terbuka. Metode saldo menurun ganda juga sering dipakai karena lebih sesuai untuk menggambarkan penggunaan aset yang cepat. Banyak perusahaan mengubah kebijakan akuntansi untuk menyesuaikan dengan kondisi ekonomi atau strategi pajak mereka. Tapi jika perubahan ini dimaksudkan untuk menyembunyikan kondisi sebenarnya atau mengelak pajak, maka bisa jadi pengawas dan regulator akan memperhatikan dan mengawasi dengan ketat. Jadi, meskipun tindakan PT IndoEnergi ini lazim, penting sekali agar transparansi dan alasan ekonominya jelas supaya tidak disalahgunakan.

3. Teori positif sangat membantu menjelaskan alasan di balik pilihan kebijakan akuntansi, terutama yang terkait insentif pajak dan pengelolaan laba. Tapi, teori ini punya kekurangan kalau diaplikasikan secara luas, terutama di dunia internasional. Misalnya, teori ini terlalu fokus pada kepentingan ekonomi dan tidak cukup memperhatikan aspek etika, tanggung jawab sosial, dan budaya perusahaan. Selain itu, regulasi, budaya bisnis, dan tingkat penegakan hukum yang berbeda di tiap negara memengaruhi keputusan akuntansi, sehingga teori positif mungkin terlalu sederhana buat semua situasi. Juga, tekanan dari pihak luar seperti investor besar, media, dan masyarakat tidak banyak diperhitungkan dalam teori ini. Jadi, meski teori ini kuat, diperlukan pendekatan yang lebih lengkap dan fleksibel untuk memahami pengambilan keputusan akuntansi di berbagai negara dan konteks yang berbeda.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Tantowi Jauhari -
Nama : Tantowi Jauhari
NPM : 2413031008

1. Penjelasan Menurut Teori Positif Akuntansi
Berdasarkan Positive Accounting Theory (PAT) yang dikembangkan oleh Watts dan Zimmerman, keputusan PT IndoEnergi untuk mengubah metode depresiasi dari garis lurus menjadi saldo menurun ganda dapat dijelaskan melalui tiga hipotesis utama: bonus plan hypothesis, debt covenant hypothesis, dan political cost hypothesis. Dalam konteks ini, manajemen mungkin berupaya menurunkan laba untuk mengurangi beban pajak dan tekanan dari pemegang saham terkait pembagian dividen, sebagaimana dijelaskan oleh political cost hypothesis. Selain itu, perubahan metode juga bisa menjadi strategi untuk menghindari pelanggaran perjanjian utang atau memperbaiki arus kas jangka pendek. Dengan demikian, teori positif menilai bahwa keputusan tersebut merupakan tindakan rasional dan prediktif berdasarkan kepentingan ekonomi manajemen, bukan semata-mata pertimbangan teknis akuntansi.

2. Perbandingan dengan Praktik di Negara Lain (AS dan IFRS)
Di bawah IFRS (IAS 8) dan US GAAP (ASC 250), perubahan metode depresiasi umumnya diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi, bukan perubahan kebijakan, sehingga penerapannya dilakukan secara prospektif tanpa perlu menyusun ulang laporan keuangan sebelumnya. Praktik seperti yang dilakukan PT IndoEnergi tergolong umum, asalkan perusahaan dapat membuktikan bahwa perubahan metode mencerminkan pola konsumsi manfaat ekonomi aset yang lebih akurat. Namun, baik IFRS maupun GAAP mengharuskan perusahaan untuk memberikan pengungkapan yang transparan mengenai alasan dan dampak perubahan tersebut. Jika tidak disertai bukti teknis yang memadai, perubahan ini bisa dianggap sebagai bentuk earnings management atau manipulasi laba, terutama jika bertepatan dengan tekanan pajak atau tuntutan kinerja pasar.

3. Penilaian Kritis terhadap Teori Positif Akuntansi
Teori positif akuntansi cukup kuat dalam menjelaskan perilaku manajerial yang berorientasi pada kepentingan ekonomi, seperti pengelolaan laba, penghindaran pajak, atau penyesuaian kontrak. Namun, teori ini memiliki keterbatasan karena terlalu fokus pada motif ekonomi dan kurang mempertimbangkan aspek etika, tata kelola, dan tekanan institusional yang berbeda di tiap negara. Dalam konteks global, penerapan PAT tidak selalu dapat menjelaskan perilaku manajer di lingkungan dengan pengawasan ketat atau budaya transparansi yang tinggi. Oleh karena itu, meskipun PAT berguna untuk memprediksi perilaku oportunistik, perlu dilengkapi dengan perspektif normatif dan tata kelola perusahaan agar penilaian terhadap kebijakan akuntansi lebih seimbang, transparan, dan etis.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Syifa Dwi Putriyani -
Nama: Syifa Dwi Putriyani
NPM: 2413031024

1. Berdasarkan pandangan Teori Akuntansi Positif (Positive Accounting Theory/PAT), keputusan PT IndoEnergi untuk mengubah metode depresiasi dari garis lurus menjadi saldo menurun ganda dapat dimaknai sebagai bentuk tindakan manajerial yang dipengaruhi oleh kepentingan ekonomi mereka sendiri. Menurut Watts dan Zimmerman, PAT menilai bahwa pemilihan kebijakan akuntansi tidak selalu didasari alasan teknis atau teoretis semata, melainkan sering kali dipengaruhi oleh motivasi praktis dari pihak manajemen. Dalam kasus IndoEnergi, meskipun alasan resmi yang digunakan mungkin berkaitan dengan “pola pemanfaatan aset”, sebenarnya langkah tersebut dapat dikaitkan dengan hipotesis perjanjian utang (untuk mempertahankan rasio keuangan), hipotesis rencana bonus (menyesuaikan laba agar memenuhi target tertentu), atau hipotesis biaya politik (menekan laba agar pajak dan ekspektasi dividen lebih rendah). Oleh karena itu, PAT memandang tindakan ini sebagai bentuk perilaku rasional yang didorong oleh kepentingan manajerial.


2. Jika dibandingkan dengan praktik internasional, baik di bawah US GAAP maupun IFRS, perubahan metode depresiasi diperbolehkan selama perubahan tersebut dianggap mampu merepresentasikan pola manfaat ekonomi dari aset secara lebih tepat, serta disertai dengan pengungkapan (disclosure) yang memadai dalam laporan keuangan. Di Amerika Serikat, perubahan seperti ini biasanya mendapat pengawasan ketat dari auditor maupun SEC, guna mencegah manipulasi laba (earnings management). Sementara dalam standar IFRS, khususnya IAS 16, perubahan metode hanya diperbolehkan apabila terdapat bukti kuat bahwa metode baru lebih relevan dan andal. Dengan demikian, tindakan IndoEnergi sebenarnya bukan sesuatu yang tidak lazim secara global, hanya saja selalu menjadi perhatian apakah perubahan tersebut benar-benar bersifat teknis atau justru dilatarbelakangi oleh kepentingan tertentu.


3. Menurut pandangan pribadi saya, Teori Akuntansi Positif cukup efektif dalam menjelaskan perilaku manajemen pada kasus ini karena teori tersebut menyoroti sisi realistis dan pragmatis dalam pengambilan kebijakan akuntansi. Namun, PAT juga memiliki batasan, terutama ketika diterapkan pada konteks internasional. Teori ini cenderung terlalu menitikberatkan pada kepentingan manajerial dan sering kali mengabaikan faktor lain seperti budaya organisasi, tekanan regulasi global, serta ekspektasi pasar modal internasional yang berbeda di tiap negara. Dalam kenyataannya, kebijakan akuntansi bukan hanya hasil dari perhitungan kepentingan ekonomi, tetapi juga dipengaruhi oleh etika profesional, reputasi perusahaan, dan tanggung jawab sosial. Oleh sebab itu, PAT memang memberikan sudut pandang yang tajam terhadap motivasi ekonomi manajer, namun belum cukup komprehensif untuk menjelaskan keragaman praktik akuntansi lintas negara.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Nasroh Aulia -
Nama : Nasroh Aulia
NPM : 2413031004

1. Berdasarkan teori positif akuntansi, perubahan metode depresiasi PT IndoEnergi dari garis lurus menjadi saldo menurun ganda dapat dijelaskan melalui tiga hipotesis utama, yaitu bonus plan, debt covenant, dan political cost hypothesis. Manajemen diduga memilih metode yang menurunkan laba untuk mengurangi beban pajak, menekan ekspektasi dividen, serta menyesuaikan laporan keuangan agar mencerminkan percepatan penggunaan aset pada proyek energi baru. Tindakan ini dianggap rasional sesuai teori positif karena manajer berupaya memaksimalkan kepentingan ekonomi perusahaan dan dirinya berdasarkan kondisi yang dihadapi.

2. Dalam standar internasional seperti IFRS dan US GAAP, perubahan metode depresiasi diperbolehkan jika terdapat alasan yang kuat dan rasional, seperti perubahan pola manfaat aset, serta wajib diungkapkan secara transparan dalam laporan keuangan. Praktik seperti ini umum dilakukan, tetapi di negara seperti Amerika Serikat biasanya diawasi lebih ketat karena berpotensi digunakan untuk memanipulasi laba. Dengan demikian, langkah PT IndoEnergi tergolong wajar secara teknis, namun tetap perlu kehati-hatian agar tidak menimbulkan kecurigaan dari investor maupun regulator.

3. Teori positif akuntansi cukup kuat dalam menjelaskan motivasi ekonomi manajemen PT IndoEnergi karena menyoroti perilaku rasional dalam memilih kebijakan akuntansi yang menguntungkan. Namun, teori ini memiliki keterbatasan karena kurang mempertimbangkan aspek etika, transparansi, dan tata kelola perusahaan. Dalam konteks global, kebijakan akuntansi tidak hanya dinilai dari sisi ekonomi, tetapi juga dari integritas dan kepercayaan publik, sehingga teori positif perlu dilengkapi dengan pendekatan normatif agar analisisnya lebih seimbang dan relevan.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Reyhta Putri Herdian -
NAMA : REYHTA PUTRI HERDIAN
NPM : 2413031035

) Penjelasan menurut Teori Akuntansi Positif (Positive Accounting Theory — PAT)

PAT (Watts & Zimmerman) menjelaskan pilihan kebijakan akuntansi sebagai respons manajemen terhadap insentif ekonomi dan kontraktual. Tiga pendekatan/hipotesis utama relevan di sini:

Bonus plan hypothesis: Jika kompensasi manajemen terkait laba periode jangka pendek, mereka cenderung memilih kebijakan yang menaikkan laba sekarang. Sebaliknya, bila ingin menunda laba (mis. mengurangi pajak sekarang) dan bonus berbasis kriteria lain, mereka bisa memilih kebijakan menurunkan laba sekarang. Dalam kasus IndoEnergi, jika manajemen mendapat manfaat bukan dari bonus laba saat ini (mis. prioritas penghematan pajak), perubahan bisa konsisten dengan insentif tersebut.

Debt covenant hypothesis: Jika perusahaan mendekati batas covenant hutang, manajemen cenderung meningkatkan laba untuk menghindari pelanggaran. Mengurangi laba lewat percepatan depresiasi justru kontraproduktif untuk tujuan ini—kecuali tujuan adalah merestrukturisasi ekspektasi atau renegosiasi.

Political cost hypothesis: Perusahaan yang ingin tampil “lebih kecil” (mis. mengurangi tekanan regulasi/pajak) mungkin menurunkan laba untuk mengurangi perhatian publik dan pajak

2) Perbandingan dengan praktik di AS (US GAAP) dan IFRS

Regulasi & perlakuan akuntansi: Di bawah IFRS (IAS 8), perubahan metode depresiasi biasanya diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi (prospektif), bukan restatement. US GAAP (ASC 250) memiliki perlakuan serupa—perubahan metode yang mencerminkan estimasi baru diterapkan prospektif.

Kejadian serupa umum terjadi. Perusahaan global kadang mengganti metode depresiasi untuk mencerminkan pola manfaat ekonomi baru (legitimasi teknis). Namun, karena pilihan ini mempengaruhi laba, praktik tersebut juga dapat dipakai manajerial secara opportunistik. Regulator dan auditor biasanya meminta justifikasi teknis dan pengungkapan lengkap (alasan, dampak kuantitatif, efektivitas prospektif).

Perbedaan penting: Di beberapa yurisdiksi (mis. AS), implikasi pajak tidak otomatis mengikuti beban akuntansi; aturan pajak memiliki basis sendiri. Jadi dampak pajak bersih bisa berbeda antar negara—ini mempengaruhi motivasi.

3) Penilaian kritis terhadap kekuatan dan keterbatasan PAT

Setuju (sebagian):
PAT sangat berguna untuk menjelaskan mengapa manajemen memilih kebijakan yang memaksimalkan kepentingan ekonominya (pajak, dividen, kompensasi). Ia memberikan kerangka prediktif berdasarkan insentif kontraktual.

Tetapi ada keterbatasan penting:

PAT cenderung mengabaikan norma etika, kultur organisasi, dan pengaruh reputasi jangka panjang.

PAT berfokus pada aspek ekonomi mikro—mengabaikan variasi institusional antar negara (penegakan hukum, peran auditor, sistem pajak). Dalam konteks global, motivasi yang sama bisa menghasilkan perilaku berbeda karena perbedaan regulasi dan sanksi.

PAT juga sulit menangani kasus dengan motivasi campuran (legitimasi teknis sekaligus
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Amara Gusti Kharisma -
Nama : Amara Gusti Kharisma
NPM : 2413031033

1. Teori positif akuntansi menjelaskan bahwa PT IndoEnergi mengubah metode depresiasi untuk memaksimalkan kepentingan manajemen, seperti mengurangi laba agar pajak berkurang dan ekspektasi dividen turun, sejalan dengan hipotesis rencana bonus, kontrak hutang, dan biaya politik.

2. Di AS (GAAP) dan IFRS, perubahan metode depresiasi diperbolehkan asalkan sesuai dengan prinsip konsistensi, relevansi, dan diungkapkan dengan transparan. Praktik ini umum, terutama untuk mencerminkan pola konsumsi aset, tetapi manipulasi laba atau pajak diawasi ketat.

3. Menurut saya, teori positif cukup kuat menjelaskan motivasi manajemen yang oportunistik, namun memiliki keterbatasan karena kurang memperhitungkan aspek etika, sosial, dan tanggung jawab korporasi yang semakin penting dalam konteks global.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Alissya Putri Kartika -

Nama : Alissya Putri Kartika 

NPM : 2413031011

1. Dalam kasus PT IndoEnergi, perubahan dari metode garis lurus ke saldo menurun ganda secara signifikan menurunkan laba bersih. Perilaku ini paling tepat dijelaskan oleh Hipotesis Biaya Politik (Political Cost Hypothesis).

  • Mengurangi Ekspektasi Dividen Analis pasar mencurigai motivasi untuk mengurangi ekspektasi dividen. Dengan laba yang lebih rendah, tekanan dari investor untuk membagikan dividen yang besar akan berkurang. Perusahaan dapat mempertahankan lebih banyak kas untuk mendanai ekspansi proyek energi baru yang membutuhkan modal besar. Ini adalah bentuk "biaya politik" internal dari pemegang saham.
  • Mengurangi Beban Pajak Meskipun untuk tujuan pajak di Indonesia mungkin menggunakan metode yang berbeda (fiskal), laporan komersial yang menunjukkan laba lebih rendah dapat menciptakan ruang negosiasi atau setidaknya "mempersulit" pemerintah untuk mengenakan pajak yang lebih tinggi di masa depan, terutama bagi perusahaan di sektor strategis seperti energi. Ini adalah bentuk klasik dari biaya politik eksternal.
  • Meredam Sorotan Perusahaan energi terbarukan yang terdaftar di BEI adalah perusahaan besar dan terbuka. Melaporkan laba yang sangat tinggi dapat menarik perhatian negatif, seperti tuduhan "mengambil untung berlebihan" dari sektor publik (energi), yang dapat mengunduh intervensi regulator atau tekanan sosial. Dengan menurunkan laba, manajemen berusaha "tidak mencolok" dan mengurangi biaya politik ini.

2. Secara praktik di bawah IFRS (IAS 8) dan US GAAP, perubahan metode depresiasi yang mencerminkan perubahan pada pola konsumsi manfaat dianggap perubahan estimasi dan diakui secara prospektif dengan pengungkapan alasan dan dampak kuantitatif; oleh karena itu tindakan seperti ini bukanlah hal yang dilarang dan memang terjadi di banyak perusahaan. Namun, di yurisdiksi dengan pengawasan dan penegakan lebih kuat (mis. AS, sebagian Eropa) perubahan semacam ini lebih mendapat sorotan auditor, analis, dan regulator—jadi meskipun umum, perusahaan harus mampu memberikan justifikasi teknis yang meyakinkan agar tidak dituduh opportunistik.

3. Saya setuju bahwa teori positif akuntansi cukup kuat dalam menjelaskan motivasi manajemen dalam kasus di atas.

Kekuatan PAT

  • Kekuatan prediktif dalam konteks insentif — PAT bagus menjelaskan perilaku bila ada insentif ekonomi yang jelas (mis. menghindari biaya politik, memanipulasi laba untuk kontrak/bonus, atau mempengaruhi pajak/dividen).
  • Framework sederhana & teruji empiris — banyak studi empiris mendukung hipotesis PAT (perubahan kebijakan sering berkaitan dengan tekanan politik, hubungan hutang, dan bonus schemes).
  • Membantu auditor/penyelia regulasi memahami why (motif ekonomi) di balik choice of accounting policy.

Keterbatasan PAT (terutama dalam konteks global / modern)

  • Mengabaikan faktor non-ekonomis — PAT cenderung mengasumsikan aktor bertindak rasional-manfaat material; jarang memperhitungkan etika, reputasi jangka panjang, governance quality, atau tekanan stakeholder non-ekonomi (CSR, ESG).
  • Dependensi pada institusi dan enforcement — PAT mengasumsikan insentif sama di mana-mana; padahal budaya korporasi, kekuatan regulator, dan kualitas audit berbeda antar-negara → perilaku yang dijelaskan oleh PAT di satu negara mungkin tidak berlaku di negara lain.
  • Keterbatasan dalam menjelaskan variasi perilaku yang kompleks — mis. ketika manajemen tampak berlawanan dengan insentif jangka pendek (mengurangi laba padahal ada bonus berbasis laba), PAT harus dikombinasi dengan teori lain untuk penjelasan penuh.
  • Kurang mempertimbangkan interaksi pajak-komersial secara kompleks — di beberapa yurisdiksi, dasar pajak dan komersial berbeda: menurunkan laba komersial belum tentu menurunkan pajak terutang. PAT kadang oversimplifies hubungan ini.
  • Bukti kausalitas — PAT sering bersifat korelasional; sulit membuktikan motif (intent) tanpa bukti manajerial langsung (catatan rapat, komunikasi internal).

Teori Positif Akuntansi (PAT) dapat dianggap cukup kuat sebagai penjelasan awal terhadap kasus PT IndoEnergi karena secara logis mampu menggambarkan motif ekonomi di balik perubahan metode depresiasi yang menurunkan laba, seperti upaya mengurangi biaya politik dan mengendalikan ekspektasi dividen. Namun, PAT tidak dapat berdiri sendiri sebagai satu-satunya alat analisis karena penilaian menyeluruh memerlukan kombinasi bukti tambahan, seperti dokumentasi teknis mengenai pola penggunaan aset, pengungkapan alasan dan dampak dalam laporan keuangan, serta konteks kontraktual yang meliputi bonus dan perjanjian utang. Selain itu, bukti eksternal seperti waktu perubahan kebijakan menjelang keputusan dividen atau pajak juga penting untuk memastikan motivasi manajemen. Dengan demikian, PAT relevan dan kuat sebagai kerangka awal, tetapi memiliki keterbatasan jika diterapkan tanpa mempertimbangkan faktor lintas yurisdiksi, tata kelola, dan bukti empiris yang mendukung.

In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Rahma Amelia -
Nama: Rahma Amelia
NPM: 2413031026

1. Menurut teori positif akuntansi, tindakan PT IndoEnergi mengubah metode depresiasi bisa dijelaskan karena adanya motivasi ekonomi di balik keputusan tersebut. Teori ini berpendapat bahwa manajer memilih kebijakan akuntansi untuk kepentingan mereka sendiri, misalnya agar pajak yang dibayar lebih kecil atau untuk menurunkan ekspektasi dividen dari investor. Jadi, meskipun alasan resminya adalah menyesuaikan pola manfaat aset, teori ini melihatnya sebagai strategi untuk mengatur laba demi kepentingan perusahaan dan manajemennya.

2. Dalam standar internasional seperti IFRS dan US GAAP, perubahan metode depresiasi diperbolehkan asal ada alasan yang jelas dan rasional, misalnya metode baru dianggap lebih mencerminkan penggunaan aset. Namun, perubahan seperti ini tetap harus dijelaskan secara terbuka dalam laporan keuangan agar tidak disalahgunakan. Praktik serupa juga sering terjadi di negara lain, terutama ketika perusahaan ingin menyesuaikan laba karena alasan pajak atau efisiensi pelaporan.

3. Teori positif akuntansi cukup kuat dalam menjelaskan perilaku manajemen karena teori ini fokus pada motif ekonomi di balik setiap keputusan akuntansi. Namun, teori ini juga punya kelemahan karena tidak mempertimbangkan faktor etika, budaya, atau perbedaan aturan di tiap negara. Jadi, meskipun teori ini bisa menjelaskan “mengapa” manajer bertindak seperti itu, teori ini tidak menilai apakah tindakan tersebut benar, etis, atau sesuai standar akuntansi yang berlaku secara global.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Mourien Ganesti -
Nama : Mourien Ganesti
Npm : 2413031013

1. Positive Accounting Theory (PAT), yang dikembangkan oleh Watts dan Zimmerman mulai tahun 1980-an, menawarkan penjelasan empiris tentang alasan mengapa manajer memilih kebijakan akuntansi tertentu. Ini menyatakan bahwa manajer berperilaku rasional, bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan pribadi mereka, yang dibentuk oleh perjanjian mengenai aspek-aspek seperti bonus, kewajiban utang, dan aturan pemerintah. Pendekatan utama melibatkan tiga asumsi: hipotesis bonus (meningkatkan laba untuk insentif), hipotesis utang (mengurangi laba untuk menghindari pelanggaran perjanjian), dan hipotesis biaya politik (mengurangi pengawasan publik). Dalam situasi yang melibatkan PT IndoEnergi, peralihan dari penyusutan garis lurus ke metode saldo menurun ganda, yang secara signifikan menurunkan laba bersih, bertentangan dengan hipotesis bonus, karena para eksekutif umumnya lebih suka meningkatkan laba untuk remunerasi mereka. PAT memahami langkah ini sebagai taktik jangka panjang untuk mencegah ekspektasi masa depan yang berlebihan. Hipotesis utang memegang pengaruh paling kuat: karena perusahaan energi terbarukan bergantung pada utang untuk membiayai inisiatif besar, para eksekutif menerapkan penyusutan yang dipercepat untuk mengurangi aset bersih, kewajiban pajak, dan ekspektasi dividen, sekaligus berupaya menghindari pelanggaran rasio keuangan — semua dibenarkan dengan alasan teknis bahwa pola konsumsi aset lebih akurat tercermin dalam proyek-proyek baru. Hipotesis biaya politik juga berlaku, dengan PT IndoEnergi, sebagai perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia, berupaya mengurangi pengawasan dari investor ritel dan peraturan pajak progresif di Indonesia. Secara keseluruhan, PAT memandang tindakan ini sebagai oportunisme manajerial yang didukung oleh data empiris yang menunjukkan bahwa perusahaan dengan leverage tinggi sering memilih metode akselerasi untuk mengelola laba yang dilaporkan.

2. Menurut US GAAP (ASC 250) di Amerika Serikat, perubahan pada metode depresiasi yang dilakukan oleh entitas seperti PT IndoEnergi hanya dapat diterima jika metode yang baru (misalnya, metode saldo menurun ganda) secara akurat mencerminkan penurunan nilai ekonomi aset yang cepat, diterapkan secara retrospektif dengan pengungkapan lengkap tentang dampaknya serta alasan yang mendasarinya; praktik ini jarang dilakukan semata-mata untuk mengurangi beban pajak karena adanya perbedaan antara standar akuntansi keuangan dan ketentuan pajak dari IRS (tingkat kesesuaian antara catatan akuntansi dan pajak yang rendah), tetapi sering kali dicurigai sebagai upaya manipulasi laba seperti yang terjadi pada kasus Enron/WorldCom, yang menyebabkan pengawasan ketat dari SEC dan risiko litigasi yang tinggi di sektor energi seperti ExxonMobil di mana perubahan metode lebih sering didasarkan pada pertimbangan operasional daripada motif fiskal. Dalam standar IFRS secara umum (IAS 8 untuk perubahan kebijakan dan IAS 16 untuk aset tetap), perubahan diperbolehkan secara prospektif jika memberikan gambaran yang lebih tepat tentang bagaimana aset tersebut dikonsumsi, seperti klaim yang diajukan oleh PT IndoEnergi mengenai percepatan proyek energi; hal ini umum terjadi di pasar berkembang seperti Brasil atau India sebagai cara untuk mengelola laba, tetapi kurang lazim di pasar maju seperti Eropa/Australia karena pengawasan yang ketat dari regulator seperti ESMA, dengan tuntutan yang tinggi terhadap transparansi dan etika contohnya, Siemens di Jerman menyesuaikan metode depresiasi tetapi harus memberikan bukti yang kuat, atau akan dikenakan denda jika terbukti melakukan manipulasi untuk kepentingan pajak/dividen. Dibandingkan dengan Indonesia (PSAK yang berbasis IFRS diawasi oleh OJK/BEI), praktik ini relatif konsisten secara global, tetapi lebih berisiko di Amerika Serikat/Eropa karena adanya sanksi hukum, meskipun motif oportunistik tetap muncul di berbagai tempat dengan regulasi yang semakin ketat.


3. Teori Akuntansi Positif (PAT) cukup kuat dalam menjelaskan motivasi manajemen PT IndoEnergi, terutama melalui hipotesis utang yang menangkap insentif kontraktual untuk menekan laba guna menghindari pelanggaran perjanjian utang dan mengurangi beban pajak, serta kemampuan empirisnya yang prediktif dalam mendeteksi praktik manipulasi laba hal ini didukung oleh studi klasik dari Watts-Zimmerman (data tahun 1970-an di Amerika Serikat) dan penelitian lanjutan seperti Scott (2003) di pasar berkembang, di mana perubahan metode depresiasi yang menurunkan laba sering kali terkait dengan tekanan finansial yang dihadapi oleh perusahaan energi. PAT secara efektif menggambarkan manajer sebagai individu yang oportunis dan rasional, bukan netral, sehingga berguna bagi analis pasar. Akan tetapi, terdapat keterbatasan yang signifikan dalam konteks global: asumsi rasionalitas yang berlebihan mengabaikan faktor-faktor irasional seperti bias kognitif, aspek budaya (misalnya, korupsi atau jarak kekuasaan yang tinggi di Indonesia menurut Hofstede), atau etika, yang membuat penjelasannya menjadi kurang lengkap seperti skandal Wirecard di Jerman di bawah standar IFRS di mana motif yang mendasarinya lebih kompleks. PAT juga bersifat netral normatif, tidak membahas etika atau regulasi modern pasca-Sarbanes-Oxley/IFRS yang membatasi pilihan diskresioner (misalnya, nilai wajar dalam IFRS 13), dan kurang dapat digeneralisasikan karena didasarkan pada data dari Amerika Serikat, sehingga gagal menangani variasi institusional seperti tingkat kesesuaian antara catatan akuntansi dan pajak yang tinggi di Jerman dibandingkan dengan yang rendah di Amerika Serikat, atau budaya kepercayaan di negara-negara Skandinavia yang mengurangi manipulasi meskipun memiliki utang yang besar. Oleh karena itu, PAT perlu dilengkapi dengan teori institusional (seperti Ball et al., 2000) untuk analisis lintas negara yang holistik, serta menekankan peran pengawasan regulator untuk mencegah penyalahgunaan di pasar seperti Indonesia.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Alya Nurani -
Nama: ALYA NURANI
Npm: 2413031025

1) Penjelasan menurut Positive Accounting Theory (PAT)

Positive Accounting Theory (Watts & Zimmerman) memandang pilihan kebijakan akuntansi sebagai respon rasional terhadap insentif ekonomi. Dalam kasus PT IndoEnergi, PAT menjelaskan perubahan metode depresiasi (dari garis lurus ke saldo menurun ganda) sebagai tindakan yang dipicu oleh motif ekonomi: menurunkan laba tercatat sekarang untuk mengurangi beban pajak, menurunkan ekspektasi dividen, atau memengaruhi rasio yang terkait dengan perjanjian hutang. Tiga hipotesis PAT relevan di sini. Bonus plan hypothesis: jika remunerasi manajemen tidak terikat pada laba jangka pendek, ini kurang relevan; namun jika ada kontrak berbasis laba (mis. opsi, bonus), manajemen bisa menunda pengakuan laba. Debt covenant hypothesis: menurunkan laba kini bisa membantu mengelola variabel covenant tertentu (mis. defer covenant renegotiation). Political cost hypothesis: menurunkan laba saat perlu mengurangi pajak atau mengurangi pengawasan publik. Dengan kata lain, PAT melihat keputusan sebagai respons terhadap insentif, bukan semata kejujuran pelaporan.

2) Perbandingan praktik: AS (US GAAP) vs IFRS (internasional)

Baik US GAAP maupun IFRS memperlakukan perubahan metode depresiasi/estimasi sebagai perubahan estimasi akuntansi bila didasarkan pada bukti bahwa pola konsumsi manfaat telah berubah; perlakuannya bersifat prospektif (tidak menyesuaikan periode lalu). Praktik mengubah metode memang terjadi dan dapat dibenarkan bila ada perubahan nyata dalam pola penggunaan aset (mis. percepatan pemakaian pada proyek energi baru). Namun, opportunistic changes juga terjadi di berbagai yurisdiksi: perusahaan dapat “memilih” waktu perubahan untuk mencapai tujuan pajak atau manajemen laba. Regulasi dan enforcement berbeda antar negara; di pasar dengan pengawasan lemah, perubahan oportunistik lebih mudah terjadi. Di Amerika dan pasar lain yang kuat pengawasannya, auditor dan regulator biasanya meminta dokumentasi teknis yang kuat (studi teknis/engineer) untuk mendukung perubahan, sehingga praktik opportunistic berisiko terungkap.

3) Penilaian kritis terhadap kekuatan dan batasan PAT

PAT kuat dalam menawarkan kerangka rasional untuk menjelaskan mengapa manajemen memilih kebijakan tertentu: ia fokus pada insentif riil (bonus, covenant, biaya politik). Namun PAT memiliki batasan. Pertama, ia cenderung mengabaikan faktor non-ekonomi seperti etika, budaya korporat, dan tekanan stakeholder non-finansial. Kedua, PAT bersifat “deskriptif” dan tak memberi standar normatif untuk menilai apakah tindakan itu tepat atau etis. Ketiga, dalam konteks global, variasi regulasi, enforcement, dan praktik tata kelola membuat generalisasi PAT kurang akurat: motivasi yang sama bisa berinteraksi berbeda di Indonesia, AS, atau Eropa. Oleh karena itu PAT perlu dipadukan dengan teori institusional dan teori tata kelola untuk analisis yang lebih komprehensif. Rekomendasi singkat: minta manajemen menyertakan justifikasi teknis (engineer report), analisis dampak pajak dan covenant, dan pengungkapan penuh agar perubahan terlihat wajar bukan opportunistik; auditor dan regulator harus menilai keterandalan bukti tersebut.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Rahmi Taqiya Darmawanti -
Rahmi Taqiya Darmawanti
2413031006

1. Teori Positif Akuntansi (Positive Accounting Theory) menjelaskan bahwa manajemen bertindak rasional dan memilih kebijakan akuntansi yang memaksimalkan kepentingannya, termasuk mengubah metode depresiasi. Dalam konteks PT IndoEnergi, perubahan dari metode garis lurus ke saldo menurun ganda dapat dilihat sebagai upaya manajemen untuk mencerminkan konsumsi manfaat ekonomi aset secara lebih akurat, sekaligus menjalankan strategi untuk menurunkan laba bersih—yang berpotensi mengurangi beban pajak dan ekspektasi dividen investor. Teori ini bersifat deskriptif dan empiris, tidak menghakimi, tetapi menjelaskan fenomena nyata dalam praktik akuntansi sebagai respons terhadap insentif ekonomi dan perilaku manajemen.

2. Perbandingan dengan Praktik Internasional: Di Amerika Serikat (US GAAP) maupun di bawah IFRS, perubahan metode depresiasi diperbolehkan dengan ketentuan pengungkapan dan alasan yang jelas. Penggunaan metode saldo menurun ganda untuk mempercepat depresiasi memang umum dipakai terutama jika mencerminkan pola pemanfaatan aset. Namun, perubahan kebijakan yang berdampak signifikan pada laba dan pajak seringkali menjadi sorotan regulator dan analis sebagai upaya manajemen laba (earnings management). Praktik seperti ini tidak jarang ditemui secara global, dengan pengawasan ketat agar tidak disalahgunakan.

3. Penilaian Kritis: Teori akuntansi positif kuat dalam menjelaskan motivasi ekonomi dan perilaku manajemen yang cenderung oportunistik. Namun, teori ini memiliki keterbatasan karena tidak mempertimbangkan aspek normatif, etika, dan konteks budaya atau regulasi yang berbeda secara global. Di pasar internasional, faktor-faktor ini sangat berpengaruh pada praktik pelaporan keuangan. Oleh karena itu, teori ini perlu dilengkapi dengan pendekatan normatif dan kajian perilaku untuk memahami sepenuhnya keputusan akuntansi dalam konteks global yang kompleks.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Alya Khoirun Nisa -
Nama : Alya Khoirun Nisa
NPM : 2413031019

1. Penjelasan Teori Positif Akuntansi terhadap Perilaku PT IndoEnergi

Menurut Teori Positif Akuntansi (PAT), keputusan PT IndoEnergi untuk mengubah metode depresiasi dari garis lurus menjadi saldo menurun ganda dapat dijelaskan melalui motivasi ekonomi manajemen. PAT menilai bahwa manajer memilih kebijakan akuntansi untuk memaksimalkan kepentingan pribadi, seperti bonus, posisi, atau citra perusahaan di mata publik. Melalui bonus plan hypothesis dan political cost hypothesis, perubahan metode ini dapat dilihat sebagai upaya menurunkan laba agar beban pajak dan tekanan politik berkurang, serta mengelola ekspektasi investor terhadap dividen. Dengan demikian, tindakan PT IndoEnergi mencerminkan perilaku rasional yang sesuai dengan pandangan PAT bahwa kebijakan akuntansi sering dipilih berdasarkan kepentingan ekonomi, bukan semata-mata karena alasan teknis.

2. Perbandingan dengan Praktik di Negara Lain (AS/IFRS)

Dalam praktik internasional, baik IFRS (IAS 8) maupun US GAAP memperbolehkan perubahan metode depresiasi selama dianggap mencerminkan pola pemanfaatan aset yang lebih realistis dan diungkapkan secara transparan. Oleh karena itu, keputusan PT IndoEnergi masih sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku. Di Amerika Serikat, perubahan metode depresiasi tergolong umum, tetapi tidak berdampak langsung pada pajak karena sistem perpajakan dan pelaporan keuangan dipisahkan. Sebaliknya, di beberapa negara yang masih mengaitkan laporan keuangan dengan pajak, perubahan seperti ini dapat mengurangi beban pajak secara langsung. Maka, tindakan PT IndoEnergi bisa dianggap wajar secara teknis, tetapi tetap perlu dicermati motivasinya agar tidak dianggap sebagai bentuk manipulasi laba.

3. Penilaian Kritis terhadap Kekuatan dan Keterbatasan PAT

Teori Positif Akuntansi memiliki kekuatan dalam menjelaskan motivasi ekonomi di balik keputusan manajemen, seperti yang dilakukan PT IndoEnergi. Namun, teori ini juga memiliki keterbatasan karena terlalu berfokus pada aspek ekonomi dan mengabaikan faktor etika, reputasi, dan pengawasan regulasi yang memengaruhi praktik akuntansi di berbagai negara. Dalam konteks global, pengaruh budaya, sistem hukum, dan peran auditor juga berperan penting dalam membatasi tindakan oportunistik manajemen. Karena itu, meskipun PAT efektif menjelaskan alasan perubahan kebijakan akuntansi dari sisi perilaku ekonomis, teori ini perlu dilengkapi dengan teori lain seperti stakeholder theory agar penilaian terhadap keputusan perusahaan menjadi lebih menyeluruh dan berimbang.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Fathiyah Dzahirah 2413031001 -
Nama : Fathiyah Dzahirah
NPM : 2413031001

1. Berdasarkan Teori Akuntansi Positif (Positive Accounting Theory), perubahan metode depresiasi PT IndoEnergi dari garis lurus menjadi saldo menurun ganda dapat dijelaskan melalui hipotesis biaya politik, bonus plan, dan perjanjian utang, yang menunjukkan bahwa manajemen memilih kebijakan akuntansi untuk memaksimalkan kepentingan ekonominya, seperti menurunkan laba guna mengurangi beban pajak dan ekspektasi dividen investor.

2. Di bawah IFRS maupun US GAAP, perubahan metode depresiasi diperbolehkan jika terbukti lebih mencerminkan pola manfaat ekonomi aset. Oleh karena itu, tindakan PT IndoEnergi tergolong wajar secara teknis dan umum dilakukan di berbagai negara, meskipun sering mendapat perhatian khusus karena bisa digunakan untuk tujuan manajemen laba atau manipulasi hasil pelaporan keuangan.

3. Secara kritis, teori positif cukup kuat dalam menjelaskan motivasi ekonomi manajemen, namun memiliki keterbatasan karena kurang memperhatikan faktor etika, regulasi, dan perbedaan konteks antarnegara. Dengan demikian, teori ini perlu dilengkapi dengan analisis profesional dan transparansi pelaporan agar penilaian terhadap kebijakan akuntansi lebih objektif dan mencerminkan kondisi ekonomi sebenarnya.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Revie Nevilla Extin -

Nama : Revie Nevilla Extin 

NPM : 2413031027

1. Penjelasan Teori Positif Akuntansi

Teori positif akuntansi menjelaskan perilaku PT IndoEnergi dalam mengubah kebijakan depresiasi dengan menggunakan pendekatan utama yang berfokus pada motivasi oportunistik manajemen. Dalam kasus ini, manajemen PT IndoEnergi mungkin memiliki insentif untuk mengurangi laba bersih dengan mengubah metode depresiasi dari metode garis lurus ke metode saldo menurun ganda. Hal ini dapat dilakukan untuk mengurangi beban pajak penghasilan dan menurunkan ekspektasi dividen dari para investor. Teori positif akuntansi menyatakan bahwa manajemen memiliki fleksibilitas dalam memilih metode akuntansi yang dapat mempengaruhi laporan keuangan dan keputusan ekonomi. Dalam kasus PT IndoEnergi, perubahan kebijakan depresiasi dapat dianggap sebagai upaya manajemen untuk mengelola laba dan mengurangi beban pajak.

2. Perbandingan dengan Praktik di Negara Lain

Praktik perubahan kebijakan depresiasi seperti yang dilakukan PT IndoEnergi dapat terjadi di berbagai negara, termasuk di AS dan negara-negara yang menggunakan IFRS. Namun, terdapat perbedaan dalam standar akuntansi yang digunakan. Di AS, GAAP (Generally Accepted Accounting Principles) memungkinkan perusahaan untuk memilih metode depresiasi yang sesuai dengan kebutuhan mereka, namun perubahan metode depresiasi harus diungkapkan dalam laporan keuangan. Di bawah IFRS, perusahaan juga dapat memilih metode depresiasi yang sesuai, namun perubahan metode depresiasi harus dibenarkan dengan alasan yang valid dan diungkapkan dalam laporan keuangan. Dalam kedua kasus, transparansi dan pengungkapan yang memadai sangat penting untuk memastikan bahwa pengguna laporan keuangan dapat memahami dampak perubahan kebijakan depresiasi.

3. Penilaian Kritis

Saya setuju bahwa teori positif akuntansi cukup kuat dalam menjelaskan motivasi manajemen dalam kasus seperti PT IndoEnergi. Teori ini dapat membantu menjelaskan bagaimana manajemen menggunakan fleksibilitas dalam standar akuntansi untuk mencapai tujuan mereka. Namun, terdapat keterbatasan dalam teori ini jika diterapkan dalam konteks global. Perbedaan dalam standar akuntansi, regulasi, dan budaya dapat mempengaruhi perilaku manajemen dan hasil akuntansi. Selain itu, teori positif akuntansi mungkin tidak dapat menjelaskan semua motivasi dan perilaku manajemen, sehingga perlu dipertimbangkan faktor-faktor lain seperti etika dan tanggung jawab sosial. Oleh karena itu, teori positif akuntansi harus digunakan sebagai salah satu alat analisis, bukan sebagai satu-satunya penjelasan untuk perilaku manajemen.

In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Nayla Andara -
Nama : Nayla Andara
NPM : 2413031018

1. Dari perspektif teori positif akuntansi, perubahan metode depresiasi dari garis lurus ke saldo menurun ganda bisa dijelaskan sebagai tindakan manajemen yang bertujuan memaksimalkan kepentingan mereka sendiri. Perubahan ini menurunkan laba bersih sehingga pajak penghasilan menurun dan ekspektasi dividen juga bisa ditekan, yang mengurangi tekanan dari investor. Ini sesuai dengan hipotesis bonus plan dan debt covenant dalam teori positif yang menyatakan bahwa manajer memilih kebijakan akuntansi berdasarkan insentif ekonomi dan kontrak yang menguntungkan mereka.

2. Praktik mengubah metode depresiasi untuk menyesuaikan pola konsumsi manfaat aset atau untuk tujuan manajerial seperti pengelolaan laba adalah hal yang umum di negara-negara seperti AS dengan GAAP atau perusahaan yang mengikuti IFRS. Di AS, metode depresiasi dipercepat seperti saldo menurun ganda sering digunakan untuk mencerminkan pemakaian lebih cepat di awal masa aset. Namun, standar akuntansi mengharuskan pengungkapan yang jelas terkait perubahan metode agar laporan tetap transparan.

3. Teori positif cukup kuat untuk menjelaskan motivasi manajemen dalam kasus ini karena ia mengakui perilaku oportunistik yang dipengaruhi insentif ekonomi. Namun, keterbatasan teori ini adalah terlalu fokus pada motif ekonomi dan kadang mengabaikan faktor-faktor eksternal seperti etika, regulasi, dan dampak sosial. Dalam konteks global, terutama di negara dengan regulasi kuat dan tuntutan transparansi tinggi, teori ini perlu dilengkapi dengan pendekatan normatif agar menghasilkan keputusan akuntansi yang seimbang dan bertanggung jawab.

Secara singkat, tindakan PT IndoEnergi dalam mengubah metode depresiasi masuk akal dari sisi teori positif, namun harus disertai transparansi yang baik dan pertimbangan dampak jangka panjang yang lebih luas agar laporan keuangan tetap dapat dipercaya.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Waly Tanti Fitrani -
nama : Waly Tanti Fitrani
npm: 2413031031

1. PAT berakar pada teori agensi dan menekankan bahwa manajer memilih kebijakan akuntansi untuk memaksimalkan utilitas pribadi (bukan semata-mata “kebenaran akuntansi”). Pendekatan utama dan bagaimana tiap pendekatan menjelaskan tindakan PT IndoEnergi:

Bonus plan hypothesis
Jika kompensasi manajer terkait dengan laba (bonus berdasarkan laba bersih), PAT memprediksi manajer akan meningkatkan laba ketika perlu memperoleh bonus. Namun dalam kasus PT IndoEnergi manajer malah mempercepat depresiasi (metode saldo menurun ganda) → menurunkan laba. PAT tetap menjelaskan ini jika kompensasi manajer: (a) tidak berbasis laba saat ini, atau (b) manajer ingin menunda pengukuran laba untuk mendapat keuntungan jangka panjang (mis. menurunkan laba sekarang agar di masa depan laba lebih “aman” sehingga bonus masa depan lebih besar atau untuk mengatur pola pelaporan). Jadi bonus-hypothesis relevan bila struktur insentif kompleks.

Debt-equity (debt covenant) hypothesis
Jika perusahaan memiliki hutang dengan covenant yang mengikat (mis. rasio keuangan), penurunan laba bisa memperbesar risiko pelanggaran covenant. PAT memprediksi perusahaan akan memilih kebijakan yang mengurangi kemungkinan pelanggaran covenant (biasanya menghasilkan lebih tinggi laba atau mencatat gains). Jadi perpindahan ke metode depresiasi lebih agresif yang menurunkan laba tidak konsisten dengan kepentingan menjaga covenant — kecuali tujuan manajemen adalah menurunkan laba untuk menghindari pajak sementara covenant tidak sensitif terhadap laba akuntansi (mis. covenant pakai EBITDA sebelum depresiasi, atau covenant memakai metrik lain). Jadi PAT menjelaskan hanya jika struktur hutang tidak memaksa kebalikan.

Political cost hypothesis
Perusahaan besar dan terpapar pengawasan publik mungkin memilih kebijakan untuk mengurangi “political costs” (mis. pajak, regulasi, intervensi pemerintah). Dalam kasus ini, mempercepat depresiasi menurunkan laba kena pajak (jika pengakuan pajak mengikuti depresiasi akuntansi) sehingga mengurangi pajak dan perhatian regulator. PAT menjelaskan perubahan ini sebagai respons opportunistik terhadap insentif politik/pajak.

2. *Apakah pergantian metode depresiasi diperbolehkan?
IFRS (IAS 8 — Perubahan Kebijakan Akuntansi, Kesalahan dan Perkiraan Akuntansi): Pemilihan metode depresiasi (metode yang mencerminkan pola konsumsi manfaat ekonomi aset) pada dasarnya merupakan perubahan estimasi akuntansi jika manajemen menilai pola konsumsi manfaat berubah. Perubahan estimasi diterapkan prospektif (tidak restatement) dan harus diungkapkan alasan dan dampaknya. Jadi berpindah dari garis lurus ke saldo menurun ganda biasanya dikualifikasikan sebagai perubahan estimasi, bukan perubahan kebijakan, kalau alasannya adalah perubahan pola konsumsi manfaat. Hal ini diperbolehkan dan tidak jarang.
US GAAP: Pendekatannya serupa — perubahan metode penyusutan karena perubahan estimasi pola pemakaian adalah change in estimate, diterapkan prospektif. Perlakuan akuntansi dan pengungkapan diatur; juga lazim digunakan bila memang ada bukti pola konsumsi berubah.

*Seberapa umum praktik ini?
Perubahan metode depresiasi untuk mencerminkan pola konsumsi yang berbeda cukup biasa dalam praktik (mis. mesin yang lebih intensif dipakai pada awal proyek — maka metode percepatan wajar). Namun perpindahan yang tampak opportunistik (hanya untuk mengurangi laba/pajak) juga terjadi — yaitu bentuk earnings management. Dalam literatur dan praktik, perusahaan di berbagai yurisdiksi memang memanfaatkan kebijakan akuntansi (depresiasi, cadangan, penilaian persediaan, pengakuan pendapatan) untuk mengelola laba. Perbedaan penting antar negara adalah ketegasan standar, penegakan, dan aturan pajak:

IFRS/AS: standar memungkinkan perubahan jika didukung alasan ekonomis; pengungkapan diwajibkan. Kekuatan pengawasan (auditor, regulator pasar modal) menentukan apakah perubahan diterima atau dipertanyakan.
Pajak: Banyak negara membedakan depresiasi fiskal dan akuntansi — sehingga mengubah depresiasi akuntansi tidak otomatis mengubah perhitungan pajak. Di AS misalnya, aturan pajak (IRC) memiliki ketentuan depresiasi tersendiri (MACRS) yang terpisah dari GAAP. Jadi dampak pajak perubahan akuntansi bisa terbatas tergantung hukum setempat.

3. *Kekuatan PAT
PAT memberikan kerangka yang kuat untuk menjelaskan mengapa manajemen memilih kebijakan tertentu: insentif kompensasi, tata kelola hutang, biaya politik, dan tekanan pasar.
Banyak bukti empiris (studi akuntansi) menunjukkan praktik earnings management yang konsisten dengan prediksi PAT (mis. manipulasi cadangan, perubahan estimasi, pengakuan pendapatan).

*Keterbatasan PAT
Reduksionis terhadap motif manusia: PAT cenderung mengasumsikan motif opportunistik (self-interest), dan kurang memberi ruang untuk motif non-ekonomis (etika, reputasi jangka panjang, hubungan dengan stakeholder). Dalam beberapa organisasi manajemen bisa bersifat steward (menjaga jangka panjang) bukan opportunistik.
Mengabaikan konteks institusional dan budaya: PAT kurang menekankan peran peraturan, budaya korporat, sistem penegakan, dan praktik auditor — padahal ini krusial dalam konteks global. Misalnya, di negara dengan penegakan lemah, insentif opportunistik lebih mungkin terealisasi. Di negara dengan perlindungan investor kuat, pasar lebih cepat menghukum perubahan oportunistik.
Asumsi homogeneitas kontrak: PAT seringkali memakai model sederhana kontrak/insentif; kenyataannya struktur kontrak bisa kompleks (opsi saham, unit pengukuran non-laba, klausa, dsb.) sehingga perilaku mungkin berbeda.
Tangkapannya atas bukti empiris bersifat korelatif: PAT dapat menunjukkan hubungan antara insentif dan kebijakan, tetapi tidak selalu membuktikan niat — perubahan bisa benar-benar untuk mencerminkan pola konsumsi aset.

Implikasi di konteks global
Ketika diaplikasikan lintas negara, PAT perlu dilengkapi oleh teori institusional (menggambarkan pengaruh regulasi, norma, enforcement), stakeholder theory, dan signaling theory. Perbedaan aturan pajak, peran auditor, dan tekanan pasar membuat prediksi PAT harus dikontekstualisasi.
Rekomendasi praktis untuk pemangku kepentingan (investor, auditor, regulator)
Periksa pengungkapan — alasan perubahan, dampak prospektif pada laba, dan estimasi yang berubah.
Verifikasi bukti ekonomi — apakah ada bukti operasional/performance (mis. jam operasi lebih tinggi di awal umur aset) yang mendukung pola konsumsi yang diklaim.
Bandingkan dengan peer — apakah industri/peer melakukan perubahan serupa? Jika tidak, alasan manajemen perlu lebih dipertanyakan.
Perhatikan implikasi pajak dan covenant — tanyakan apakah depresiasi fiskal terpengaruh; lihat apakah perubahan memungkinkan penghindaran pajak.
Audit & skepticism — auditor harus menilai apakah perubahan memang estimasi yang wajar atau sengaja dipilih untuk manajemen laba.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by TRIASWARI AYUNANDINI -

Nama: Triaswari Ayunandini
Npm: 2413031029

  1. Perilaku PT IndoEnergi dalam mengubah metode depresiasi dari garis lurus menjadi saldo menurun ganda, yang secara signifikan menurunkan laba bersih tahun berjalan, dapat dijelaskan secara rasional menggunakan kerangka Teori Positif Akuntansi (TPA). TPA berfokus pada prediksi dan penjelasan pilihan kebijakan manajer, yang didorong oleh kepentingan pribadi dan kontraktual.

    Penjelasan yang paling kuat adalah melalui Hipotesis Biaya Politik (Political Cost Hypothesis). TPA memprediksi bahwa perusahaan besar dengan visibilitas publik tinggi, khususnya di sektor sensitif seperti energi terbarukan, cenderung memilih metode akuntansi yang menurunkan laba bersih saat ini. Tujuannya adalah untuk menghindari biaya politik, seperti potensi intervensi pemerintah, tuntutan pajak yang lebih tinggi, atau perhatian regulator. Kecurigaan analis mengenai upaya mengurangi pajak penghasilan dan menurunkan ekspektasi dividen sangat sesuai dengan hipotesis ini, karena laba yang lebih rendah dapat secara langsung memengaruhi persepsi publik dan otoritas.

    Selain itu, Hipotesis Rencana Bonus (Bonus Plan Hypothesis) juga berperan. Jika laba perusahaan sedang berada di puncak atau melebihi batas target kompensasi manajer, mereka mungkin sengaja mengurangi laba saat ini. Tindakan ini disebut earnings smoothing (perataan laba) atau big bath, yang bertujuan untuk "menyimpan" laba untuk periode mendatang agar pendapatan terlihat lebih stabil dan potensi bonus di masa depan tetap terjamin.

    Sebaliknya, Hipotesis Kontrak Utang (Debt/Equity Hypothesis) tampaknya kurang relevan. Hipotesis ini memprediksi bahwa perusahaan yang mendekati pelanggaran covenant utang akan memilih kebijakan yang meningkatkan laba. Pemilihan PT IndoEnergi yang menurunkan laba justru mengindikasikan bahwa perusahaan tidak sedang berada di bawah tekanan tinggi dari kreditur.

  2. Perubahan metode depresiasi, seperti yang dilakukan PT IndoEnergi, adalah praktik yang diizinkan di bawah IFRS (yang diadopsi oleh Indonesia melalui PSAK) maupun AS GAAP, tetapi dengan prasyarat ketat. Standar global menuntut bahwa perubahan tersebut hanya boleh dilakukan jika metode baru (saldo menurun ganda) menghasilkan informasi yang lebih relevan dan lebih andal dalam mencerminkan pola konsumsi manfaat ekonomi aset. Klaim manajemen mengenai percepatan penggunaan aset adalah justifikasi formal yang diakui oleh standar tersebut.

    Tindakan memanfaatkan fleksibilitas standar akuntansi untuk memengaruhi laba (disebut Manajemen Laba atau Earnings Management) sangat umum terjadi di seluruh dunia. Manajer di bawah IFRS dan GAAP secara rutin menggunakan pilihan yang diizinkan, seperti estimasi umur aset atau pemilihan metode depresiasi, untuk mencapai tujuan kontraktual (seperti target bonus) atau tujuan politik (seperti menghindari pajak yang tinggi), sama seperti yang diprediksi oleh TPA. Secara teknis, karena perubahan metode depresiasi sering diklasifikasikan sebagai Perubahan Estimasi Akuntansi, perubahan tersebut dicatat secara prospektif (hanya berlaku di tahun berjalan dan masa depan), yang memungkinkan manajer untuk segera mencapai dampak yang diinginkan pada laba tahun berjalan.

  3. Teori Positif Akuntansi cukup kuat dalam menjelaskan motivasi manajemen PT IndoEnergi yang dicurigai. TPA berhasil memberikan kerangka yang teruji secara empiris (yaitu, Hipotesis Biaya Politik) untuk menjelaskan mengapa manajer memilih opsi akuntansi tertentu, yang dalam hal ini adalah untuk mengurangi potensi beban pajak dan menurunkan ekspektasi dividen. TPA unggul dalam menjelaskan perilaku manusia yang rasional dan didorong oleh kepentingan diri (self-interested).

    Namun, TPA memiliki keterbatasan signifikan terutama dalam konteks global dan kualitatif. 

    Pertama, TPA bersifat deskriptif dan prediktif; ia tidak menilai kualitas keputusan akuntansi tersebut. TPA tidak dapat menilai apakah klaim manajemen mengenai "pola konsumsi manfaat ekonomi yang lebih akurat" adalah benar secara substantif atau hanya dalih untuk earnings management. Penilaian etis dan kualitas pelaporan ini berada di ranah Teori Normatif dan prinsip-prinsip IFRS mengenai penyajian yang jujur (faithful representation).

    Kedua, dalam konteks global IFRS, TPA menghadapi tantangan:
     (a) Sistem Pajak: Di banyak negara non-AS, terdapat pemisahan yang jelas antara akuntansi keuangan dan akuntansi pajak. Jika demikian, laba yang rendah di laporan keuangan belum tentu berarti pajak yang rendah, sehingga melemahkan Hipotesis Biaya Politik yang berbasis pajak.
     (b)
    Struktur Kepemilikan: Di yurisdiksi IFRS, terutama di negara berkembang, kepemilikan sering terkonsentrasi. Konflik agensi mungkin lebih dominan antara pemegang saham mayoritas dan minoritas daripada antara manajer dan pemilik. Dalam skenario ini, motivasi akuntansi mungkin diarahkan pada transfer kekayaan, yang tidak sepenuhnya ditangkap oleh fokus klasik TPA.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Eka Saryuni -
Nama : Eka Saryuni
Npm : 2413031030

1.Dalam teori positif akuntansi, perubahan metode depresiasi oleh PT IndoEnergi dapat dipahami sebagai konsekuensi dari motivasi ekonomi manajemen, bukan semata-mata untuk meningkatkan kualitas informasi keuangan. Teori positif memandang bahwa manajer akan memilih kebijakan akuntansi yang memaksimalkan kepentingan mereka dalam konteks kontrak yang mengikat perusahaan—misalnya kontrak kompensasi, pengawasan kreditor, dan regulasi pajak. Dalam kasus ini, penggunaan metode saldo menurun ganda yang meningkatkan beban depresiasi di awal masa manfaat dapat dilihat sebagai strategi earnings management untuk menurunkan laba, sehingga mengurangi beban pajak dan menurunkan tekanan dari pemegang saham terkait pembagian dividen. Pendekatan ini sesuai dengan political cost hypothesis, yang menyatakan bahwa perusahaan besar atau publik sering kali berupaya menurunkan laba agar tidak menarik perhatian regulator atau kelompok kepentingan. Hal ini juga dapat dijelaskan melalui bonus plan hypothesis, jika kompensasi manajemen terkait dengan target laba jangka panjang, bukan laba tahun berjalan. Dalam konteks energi terbarukan yang rentan terhadap tekanan politik dan kritik publik, perubahan metode depresiasi dapat dilihat sebagai upaya rasional untuk menyeimbangkan kepentingan ekonomi perusahaan dan insentif manajemen.

2. Di bawah US GAAP maupun IFRS, perubahan metode depresiasi diperbolehkan asalkan manajemen dapat menunjukkan bahwa metode baru memberikan refleksi yang lebih andal atas pola konsumsi manfaat ekonomi aset. Dengan demikian, langkah PT IndoEnergi tidak melanggar standar, tetapi harus dibenarkan secara konseptual dan diungkapkan secara transparan. Di AS, praktik seperti ini juga terjadi, terutama di sektor padat modal seperti manufaktur, aviasi, dan energi, ketika perusahaan ingin menyesuaikan beban depresiasi agar lebih mencerminkan pola penggunaan aset yang menurun seiring waktu. Namun, pihak regulator dan analis pasar biasanya sensitif terhadap perubahan yang menimbulkan efek besar terhadap laba, karena sering dianggap sebagai alat manajemen laba. Di negara-negara yang menerapkan IFRS, perubahan metode juga umum terjadi, terutama ketika perusahaan mengalami perubahan model bisnis, teknologi yang berubah cepat, atau percepatan obsolescence. Namun, IFRS menekankan bahwa perubahan metode adalah perubahan estimasi akuntansi, bukan perubahan kebijakan, dan hanya boleh dilakukan jika benar-benar mencerminkan kondisi ekonomi yang lebih tepat. Jadi, tindakan tersebut tidak asing secara internasional, tetapi selalu berada di bawah sorotan karena dianggap potensial dimotivasi oleh kepentingan tertentu.

3. Teori positif akuntansi cukup efektif dalam menjelaskan motivasi manajemen pada kasus seperti PT IndoEnergi, terutama ketika terdapat bukti bahwa perubahan kebijakan membawa dampak ekonomi yang menguntungkan manajemen atau perusahaan secara kontraktual. Teori ini kuat karena realistis dan mengakui bahwa manajer bertindak berdasarkan insentif, bukan idealisme. Namun, teori ini memiliki keterbatasan jika diterapkan secara global. Pertama, teori ini sangat berfokus pada konteks pasar Anglo-Saxon yang kontraktual dan cenderung mengabaikan faktor budaya, tata kelola, dan institusi lokal yang berbeda antarnegara.