Kiriman dibuat oleh Fakhry Ramadhan Subur

Jurnal yang ditulis oleh Ariesta Wibisono Anditya membahas tentang peran media massa dalam kontrol sosial dan penanaman nilai-nilai Pancasila untuk menekan kejahatan di Indonesia. Penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun media massa memiliki potensi untuk berfungsi sebagai alat pencegahan kejahatan, implementasi nilai-nilai Pancasila dalam pemberitaan masih belum optimal. Banyak berita yang disajikan tidak akurat dan tidak mendukung pembentukan karakter sosial yang sesuai dengan Pancasila. Penulis menekankan pentingnya media massa sebagai sarana kontrol sosial yang dapat mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap hukum dan keadilan, namun saat ini media lebih sering berfokus pada penyajian informasi yang sensasional daripada mendidik masyarakat tentang nilai-nilai moral. Dengan meningkatnya akses informasi melalui internet, tantangan bagi media massa adalah untuk tetap berpegang pada etika jurnalistik dan berkontribusi pada pembentukan masyarakat yang lebih baik, sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila. Penelitian ini juga menggarisbawahi perlunya kolaborasi antara media dan lembaga penegak hukum untuk menciptakan citra positif dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap hukum.

PSTI C dan D MKU Pancasila 2024 -> Forum Analisis Soal

oleh Fakhry Ramadhan Subur -
Analisis Soal 2

A. Sistem Etika Perilaku Politik Saat Ini dan Kesesuaiannya dengan Nilai Pancasila

Sistem etika perilaku politik di Indonesia saat ini cenderung mengalami degradasi, meskipun prinsip-prinsip dasar Pancasila masih dijadikan landasan. Banyak fenomena dalam praktik politik yang menunjukkan ketidaksesuaian dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, seperti:

Keadilan Sosial (Sila ke-5) – Dalam praktik politik, sering kali terjadi ketimpangan sosial yang besar. Akses terhadap kekuasaan, keadilan hukum, dan kesejahteraan yang tidak merata menunjukkan bahwa prinsip keadilan sosial belum sepenuhnya diterapkan.

Ketuhanan Yang Maha Esa (Sila ke-1) – Praktik politik yang intoleran, seperti diskriminasi terhadap kelompok minoritas atau agama, bertentangan dengan nilai ketuhanan yang seharusnya menciptakan kehidupan sosial yang damai dan menghormati perbedaan.

Kemanusiaan yang Adil dan Beradab (Sila ke-2) – Dalam banyak kasus, tindakan politik yang melanggar hak asasi manusia, seperti korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan, mencerminkan kurangnya penghargaan terhadap martabat manusia.

Persatuan Indonesia (Sila ke-3) – Ketegangan politik, polarisasi yang tajam, dan diskriminasi antar kelompok etnis atau daerah juga menggambarkan kurangnya semangat persatuan yang sejatinya terkandung dalam Pancasila.

Namun demikian, meskipun banyak tantangan, masih ada upaya untuk mengembalikan etika politik ke jalur yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, seperti melalui kampanye anti-korupsi dan upaya memperbaiki integritas penyelenggara negara.

B. Etika Generasi Muda dan Solusi Mengatasi Dekadensi Moral

Etika generasi muda yang ada di sekitar tempat tinggal saya menunjukkan adanya pergeseran nilai-nilai moral yang dipengaruhi oleh budaya global, media sosial, dan masalah sosial-ekonomi. Beberapa perilaku yang terlihat antara lain:

Individualisme yang Tinggi – Banyak generasi muda lebih fokus pada kepentingan pribadi dan gengsi daripada kepentingan bersama. Hal ini terkadang menyebabkan kurangnya empati terhadap orang lain dan kepedulian terhadap masyarakat.

Kurangnya Kepedulian Sosial – Meskipun ada kepedulian di kalangan sebagian pemuda, banyak yang lebih sibuk dengan dunia virtual dan kurang terlibat dalam kegiatan sosial yang mendukung nilai kebersamaan dan gotong royong.

Tantangan dalam Penghormatan terhadap Tradisi – Globalisasi membawa pengaruh budaya luar yang tidak selalu sejalan dengan nilai-nilai tradisional Indonesia, seperti rasa hormat terhadap orang tua dan norma-norma yang mengedepankan kedamaian dan kerukunan.

Solusi untuk mengatasi dekadensi moral yang terjadi antara lain:

Pendidikan Karakter – Meningkatkan pendidikan yang menanamkan nilai-nilai Pancasila sejak usia dini, di sekolah, keluarga, dan masyarakat. Hal ini untuk memastikan bahwa generasi muda memahami pentingnya sikap jujur, saling menghormati, dan peduli terhadap sesama.

Keteladanan dari Pemimpin – Pemimpin masyarakat, baik di level politik, pendidikan, maupun keagamaan, harus memberi contoh yang baik dalam sikap dan perilaku yang mencerminkan nilai Pancasila.

Peran Aktif Masyarakat dan Komunitas – Meningkatkan kesadaran generasi muda akan pentingnya keterlibatan mereka dalam kegiatan sosial yang mendukung nilai-nilai kebersamaan dan saling membantu. Komunitas dan organisasi sosial bisa menjadi saluran efektif untuk membangun etika kolektif.

Pemberdayaan Melalui Media Sosial – Media sosial seharusnya dimanfaatkan untuk menyebarkan informasi yang positif dan membangun budaya diskusi yang sehat, sekaligus mengurangi penyebaran berita hoaks dan nilai-nilai yang merusak moral.

Dengan pendekatan yang terintegrasi antara pendidikan, keteladanan, dan pemberdayaan masyarakat, diharapkan etika generasi muda dapat kembali mencerminkan nilai-nilai yang dianut oleh bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai sumber filsafat menyoroti adanya ketidakseimbangan antara cara berpikir dan bertindak yang, pada kenyataannya, mencerminkan komunisme, musuh utama bagi Pancasila sebagai landasan filsafat bangsa Indonesia. Berikut adalah pentingnya Pancasila sebagai sistem filsafat:

1. Pancasila sebagai Landasan Filosofis dan Pandangan Hidup
Konsep Philosophische Grondslag dan Weltanschauung yang diperkenalkan dalam materi ini sangat relevan. Sebagai Philosophische Grondslag, Pancasila menyediakan dasar filosofis negara yang harus dipahami secara mendalam, mencakup esensi kehidupan dan menjadi pijakan dalam menetapkan arah bangsa. Weltanschauung menekankan pentingnya melihat Pancasila sebagai pandangan hidup yang menyatu dalam keseharian, yang bisa diterapkan secara nyata di tengah dinamika sosial dan politik.

2. Peran Mahasiswa dalam Menghidupkan Pancasila
Mahasiswa, sebagai generasi penerus, memiliki peran besar dalam menjaga dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Pancasila bukan sekadar konsep teori, melainkan filosofi hidup yang seharusnya membentuk karakter, cara berpikir, dan bertindak mahasiswa. Nilai-nilai ini menjadi bekal bagi mahasiswa untuk berpikir secara menyeluruh dan bertindak bijaksana dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan.

3. Tantangan bagi Pancasila di Era Modern
Kapitalisme dan komunisme, seperti disebutkan dalam video, masih menjadi isu yang relevan. Kapitalisme dengan pasar bebasnya sering kali bertentangan dengan nilai-nilai sosial dan keadilan dalam Pancasila. Di sisi lain, komunisme yang menekankan kolektivitas dan kepemilikan bersama bisa bertentangan dengan sistem demokrasi Pancasila yang diterapkan di Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila sebagai sistem filsafat harus tetap mampu beradaptasi dan menjadi dasar yang relevan bagi kebijakan negara dan kehidupan bermasyarakat.

4. Pancasila sebagai Cara Hidup dan Berpikir
Menjaga keseimbangan antara pemikiran dan tindakan merupakan inti dari Pancasila sebagai Way of Life dan Way of Thinking. Hal ini menegaskan bahwa Pancasila bukan sekadar teori atau ideologi, tetapi bagaimana nilai-nilainya diwujudkan dalam tindakan sehari-hari, baik secara individu maupun sosial. Pancasila mengajarkan harmoni antara pikiran dan tindakan untuk menciptakan kehidupan yang selaras.

Secara keseluruhan, pendidikan Pancasila sangat bermanfaat dalam membentuk generasi muda yang tidak hanya berpendidikan tinggi, tetapi juga berlandaskan nilai-nilai luhur Pancasila. Ini penting untuk mewujudkan bangsa yang kuat, adil, dan bermartabat di masa depan.
"Hubungan Antara Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia" membahas eratnya keterkaitan antara hukum dan etika sebagai komponen penting dalam sistem hukum Indonesia. Politik hukum di negara ini, yang meliputi proses pembentukan undang-undang, sangat dipengaruhi oleh dinamika kekuatan politik, di mana kepentingan politik seringkali mendominasi proses legislasi. Etika di sini berfungsi sebagai panduan untuk memahami serta mengarahkan perilaku politik, khususnya dalam konteks penyusunan undang-undang. Ada pandangan bahwa penerapan etika dalam kebijakan hukum dapat meningkatkan kesadaran mengenai dampak moral dari produk hukum yang dihasilkan.

Keterkaitan hukum dan etika memiliki dimensi yang kompleks dan saling berhubungan, dapat ditinjau dari aspek substansi, kedalaman hubungan, dan alasan kepatuhan manusia. Menariknya, cakupan etika lebih luas daripada hukum. Setiap pelanggaran hukum umumnya juga merupakan pelanggaran etika, namun pelanggaran etika belum tentu melanggar hukum.

Dalam praktik pembentukan hukum di Indonesia, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) memainkan peran utama dalam perencanaan program legislasi. Program legislasi nasional (Prolegnas) mulai disusun sejak tahun 1976 untuk menentukan prioritas dalam pembentukan undang-undang. Setelah amandemen UUD 1945, terjadi perubahan besar, di mana peran legislatif dialihkan ke DPR, sementara BPHN tetap bertugas sebagai perencana kebijakan hukum.