Kiriman dibuat oleh Aprilia Mutiasari 2423031011

ECOPEDAGOGYIPS25 -> Forum Diskusi

oleh Aprilia Mutiasari 2423031011 -
Era Revolusi Industri 4.0 ditandai oleh integrasi teknologi digital, otomatisasi, Internet of Things (IoT), dan kecerdasan buatan dalam berbagai sektor industri. Transformasi ini membawa efisiensi tinggi dalam produksi, namun juga menimbulkan dampak terhadap lingkungan dan eksploitasi sumber daya alam. Peningkatan kebutuhan energi, bahan baku, serta perangkat digital menyebabkan meningkatnya eksploitasi tambang mineral seperti nikel, kobalt, dan litium yang digunakan untuk baterai dan komponen elektronik. Hal ini berdampak pada degradasi lingkungan, deforestasi, dan pencemaran air di wilayah pertambangan (Nurdiansyah, 2020).
Selain itu, meskipun teknologi industri 4.0 mendorong efisiensi dan penggunaan energi terbarukan, penerapan yang tidak bijak dapat memperparah ketimpangan ekologi. Industri yang berorientasi pada produksi massal tetap menghasilkan limbah elektronik (e-waste) dalam jumlah besar yang sulit didaur ulang. Dalam konteks ini, perlu diterapkan prinsip “green industry” yang menekankan produksi berkelanjutan dan ramah lingkungan untuk menekan dampak negatif eksploitasi alam (Sukmawati & Hidayat, 2021).
Pendidikan dan kesadaran lingkungan juga menjadi bagian penting dalam mengatasi tantangan ini. Revolusi Industri 4.0 seharusnya tidak hanya berfokus pada efisiensi ekonomi, tetapi juga mengintegrasikan nilai ekologis dan moral dalam pengelolaan sumber daya alam agar tercipta keseimbangan antara kemajuan teknologi dan kelestarian lingkungan.
Penerapan teknologi digital dan otomatisasi dalam Revolusi Industri 4.0 juga berdampak pada cara manusia berinteraksi dengan alam. Di satu sisi, teknologi seperti big data dan artificial intelligence (AI) dapat dimanfaatkan untuk memantau kualitas udara, air, dan perubahan iklim secara real time. Hal ini membantu perusahaan maupun pemerintah dalam mengambil keputusan berbasis data untuk pengelolaan lingkungan yang lebih efisien (Rahmawati, 2022). Namun di sisi lain, pembangunan infrastruktur digital seperti pusat data (data center) memerlukan energi listrik dalam jumlah besar yang sering kali masih bersumber dari bahan bakar fosil. Akibatnya, emisi karbon tetap meningkat, sehingga manfaat ekologis dari kemajuan teknologi belum sepenuhnya optimal.
Lebih jauh lagi, dalam konteks sosial-ekonomi, eksploitasi sumber daya alam untuk mendukung industri berbasis teknologi sering kali menimbulkan ketimpangan ekologis dan sosial antara daerah industri dan daerah penghasil sumber daya. Daerah penghasil mineral seperti nikel atau batubara di Indonesia, misalnya, mengalami degradasi lingkungan dan menurunnya kualitas hidup masyarakat lokal akibat penambangan berlebihan. Kondisi ini menunjukkan perlunya etika industri yang menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi dan keberlanjutan ekosistem. Oleh karena itu, konsep ekonomi sirkular (circular economy) dan industri hijau (green economy) perlu diintegrasikan dalam kebijakan pembangunan agar kemajuan teknologi di era Revolusi Industri 4.0 tidak mengorbankan keberlanjutan lingkungan (Wibowo, 2023).

Referensi :
• Nurdiansyah, A. (2020). Dampak Revolusi Industri 4.0 terhadap Lingkungan dan Eksploitasi Sumber Daya Alam. Jurnal Teknologi dan Lingkungan, 8(2), 112–120.
• Sukmawati, R., & Hidayat, T. (2021). Penerapan Konsep Green Industry di Era Revolusi Industri 4.0. Jurnal Ekologi Pembangunan, 13(1), 45–54.
• Rahmawati, D. (2022). Pemanfaatan Teknologi Digital untuk Pemantauan Lingkungan di Era Revolusi Industri 4.0. Jurnal Ilmu Lingkungan, 10(1), 55–63.
• Wibowo, F. (2023). Ekonomi Sirkular dan Tantangan Keberlanjutan di Era Industri 4.0. Jurnal Ekonomi Hijau, 5(2), 88–97.

ECOPEDAGOGYIPS25 -> Forum Diskusi

oleh Aprilia Mutiasari 2423031011 -
Menurut saya, ecopedagogy dapat diimplementasikan dalam pembelajaran IPS dengan cara mengintegrasikan isu-isu lingkungan ke dalam materi yang relevan dengan kehidupan siswa, misalnya pada topik interaksi manusia dengan lingkungan, pembangunan berkelanjutan, atau dampak globalisasi. Guru bisa menggunakan pendekatan berbasis masalah (problem based learning) dengan kasus nyata, seperti banjir, polusi, atau krisis sampah plastik, sehingga siswa tidak hanya memahami konsep secara teoretis tetapi juga mampu menganalisis penyebab dan mencari solusi yang kontekstual.
Selain itu, strategi pembelajaran seperti project-based learning (PjBL) dapat mendorong siswa melakukan aksi nyata, misalnya membuat kampanye hemat energi, melakukan audit sampah di sekolah, atau membuat media kreatif tentang pentingnya menjaga ekosistem. Hal ini sesuai dengan prinsip ecopedagogy yang menekankan pada kesadaran kritis, aksi sosial, dan keberlanjutan.
Jika saya seorang guru, saya akan menerapkannya dengan cara mengaitkan materi IPS dengan kondisi lingkungan sekitar siswa. Contohnya, ketika membahas materi ekonomi tentang konsumsi dan produksi, siswa diajak menganalisis dampak gaya hidup konsumtif terhadap kerusakan lingkungan, lalu berdiskusi mencari alternatif konsumsi yang lebih ramah lingkungan. Pengalaman lapangan, seperti kunjungan ke tempat pengolahan sampah atau observasi lingkungan sekitar sekolah, juga bisa menjadi media pembelajaran yang efektif.
Dengan cara tersebut, kesadaran ekologis siswa tidak hanya tumbuh pada ranah kognitif (pengetahuan), tetapi juga afektif (kepedulian) dan psikomotorik (tindakan nyata).

ECOPEDAGOGYIPS25 -> Forum Diskusi

oleh Aprilia Mutiasari 2423031011 -
Menurut saya prinsip-prinsip ecopedagogy dalam IPS berangkat dari kesadaran bahwa manusia, masyarakat, dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang saling memengaruhi. Pertama, prinsip kesaling terhubungan (interconnectedness), yaitu bahwa pembelajaran IPS harus menunjukkan hubungan antara aktivitas sosial, ekonomi, politik, dan budaya dengan kelestarian lingkungan. Kedua, prinsip kritis-transformatif, di mana peserta didik didorong untuk mengkritisi praktik pembangunan yang eksploitatif sekaligus mencari alternatif yang lebih ramah lingkungan. Ketiga, prinsip partisipasi dan tanggung jawab sosial, yakni pembelajaran IPS harus menumbuhkan sikap peduli serta keterlibatan aktif siswa dalam menjaga lingkungan melalui aksi nyata, misalnya proyek pengelolaan sampah atau konservasi. Keempat, prinsip keberlanjutan (sustainability), di mana IPS diarahkan untuk menanamkan kesadaran akan pentingnya menjaga bumi bagi generasi mendatang. Terakhir, prinsip kontekstualitas, yaitu materi IPS dikaitkan dengan permasalahan lingkungan lokal sehingga siswa dapat belajar dari realitas yang dekat dengan kehidupannya. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, IPS tidak hanya menjadi pembelajaran tentang interaksi sosial, tetapi juga media untuk menumbuhkan warga negara yang ekologis, kritis, dan bertanggung jawab.

ECOPEDAGOGYIPS25 -> Forum Diskusi

oleh Aprilia Mutiasari 2423031011 -
Saya sependapat dengan teman-teman bahwa urgensi ecopedagogy dalam pembelajaran IPS terletak pada perannya dalam membentuk kesadaran sosial-ekologis peserta didik di tengah meningkatnya krisis lingkungan global maupun nasional. IPS tidak hanya berfungsi untuk memahami hubungan antarindividu dan masyarakat, tetapi juga harus mampu menanamkan kepedulian terhadap kelestarian lingkungan. Melalui ecopedagogy, siswa dilatih untuk berpikir kritis mengenai dampak aktivitas manusia terhadap alam, memahami keterkaitan antara pembangunan ekonomi dengan kerusakan lingkungan, serta termotivasi untuk melakukan tindakan nyata menjaga bumi. Hal ini sejalan dengan tujuan IPS membentuk warga negara yang bertanggung jawab, peduli, dan siap menghadapi tantangan abad 21, termasuk isu perubahan iklim dan bencana ekologis. Dengan demikian, integrasi ecopedagogy dalam IPS menjadi sangat penting karena menjadikan pembelajaran lebih kontekstual, relevan, dan berkontribusi pada tercapainya pembangunan berkelanjutan