Forum Diskusi

Forum Diskusi

Jumlah balasan: 7

Menurut anda bagaimana ecopedagogy diimplementasikan dalam pembelajaran IPS agar kesadaran ekologis siswa dapat tumbuh dengan baik pada diri peserta disik?? adakah anda pernah menerapkan nya dalam pembelaajran di kelas anda (bagi yang berprofesi sebagai guru)?

Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: Forum Diskusi

oleh 2423031006 2423031006 -
Nama: Arip Gunawan
NPM: 2423031006

Menurut saya, implementasi ecopedagogy dalam pembelajaran IPS agar kesadaran ekologis siswa tumbuh dengan baik dapat dilakukan melalui beberapa strategi berikut: (1) Pertama, integrasi isu ekologi dalam tema sosial. Guru bisa mengaitkan topik IPS, misalnya tentang pembangunan ekonomi atau urbanisasi, dengan dampaknya terhadap lingkungan. Dengan begitu siswa melihat hubungan langsung antara aktivitas manusia dan kondisi ekologis. (2) Kedua, penggunaan model pembelajaran kritis-partisipatif. Alih-alih hanya ceramah, siswa diajak berdiskusi, melakukan studi kasus, hingga debat tentang isu lingkungan di sekitar mereka. Hal ini menumbuhkan kemampuan berpikir kritis sekaligus empati sosial-ekologis. (3) Ketiga, pembelajaran berbasis proyek (project-based learning). Misalnya, siswa membuat proyek penghijauan sekolah, kampanye pengurangan sampah plastik, atau penelitian kecil tentang kualitas air di lingkungan sekitar. Dengan kegiatan nyata, siswa tidak hanya tahu, tetapi juga terlibat langsung. (4) Keempat, mendorong interkoneksi global-lokal. Guru dapat menunjukkan bagaimana masalah global seperti perubahan iklim berkaitan dengan kehidupan lokal, misalnya banjir di daerah mereka akibat alih fungsi lahan. Siswa jadi paham bahwa tindakan lokal punya kontribusi global. (5) Kelima, pembiasaan nilai dan sikap peduli lingkungan. Guru bisa mencontohkan sikap sederhana seperti hemat energi, membawa botol minum sendiri, atau memilah sampah. Sikap ini jika ditanamkan konsisten akan memperkuat kesadaran ekologis siswa. Dengan langkah-langkah ini, pembelajaran IPS tidak hanya berhenti pada aspek kognitif, tetapi mampu melahirkan siswa sebagai planetary citizen yang kritis, peduli, dan bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan dan keadilan sosial.

Sebagai seorang guru saya pernah menerapkan prinsip ecopedagogy dalam pembelajaran IPS ketika membahas materi tentang pembangunan berkelanjutan. Alih-alih hanya menjelaskan konsepnya melalui buku teks, saya mengajak siswa untuk melakukan observasi sederhana di lingkungan sekitar sekolah. Kami berjalan ke sekitar halaman sekolah dan melihat bagaimana kondisi sampah, drainase, serta ruang hijau. Dari kegiatan itu, siswa saya dorong untuk mengidentifikasi masalah lingkungan yang ada dan menghubungkannya dengan aspek sosial, misalnya kebiasaan warga sekolah dalam membuang sampah atau penggunaan plastik sekali pakai. Setelah observasi, saya membagi siswa ke dalam kelompok kecil untuk mendiskusikan temuan mereka. Masing-masing kelompok kemudian diminta menyusun poster kampanye lingkungan sederhana, seperti ajakan mengurangi plastik, hemat air, atau menjaga kebersihan lingkungan sekolah. Poster itu dipajang di kelas dan koridor sekolah. Hasilnya, siswa terlihat lebih antusias karena mereka merasa terlibat langsung dan memiliki kontribusi nyata. Melalui pengalaman ini, saya melihat bagaimana pembelajaran IPS bisa menjadi ruang untuk menumbuhkan kesadaran ekologis sekaligus kesadaran sosial. Siswa tidak hanya memahami konsep pembangunan berkelanjutan secara teoritis, tetapi juga berlatih sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sekitarnya. Saya merasa inilah wujud kecil dari penerapan ecopedagogy di kelas, dan langkah seperti ini dapat terus dikembangkan agar kesadaran ekologis siswa tumbuh dengan lebih kuat.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: Forum Diskusi

oleh Aprilia Mutiasari 2423031011 -
Menurut saya, ecopedagogy dapat diimplementasikan dalam pembelajaran IPS dengan cara mengintegrasikan isu-isu lingkungan ke dalam materi yang relevan dengan kehidupan siswa, misalnya pada topik interaksi manusia dengan lingkungan, pembangunan berkelanjutan, atau dampak globalisasi. Guru bisa menggunakan pendekatan berbasis masalah (problem based learning) dengan kasus nyata, seperti banjir, polusi, atau krisis sampah plastik, sehingga siswa tidak hanya memahami konsep secara teoretis tetapi juga mampu menganalisis penyebab dan mencari solusi yang kontekstual.
Selain itu, strategi pembelajaran seperti project-based learning (PjBL) dapat mendorong siswa melakukan aksi nyata, misalnya membuat kampanye hemat energi, melakukan audit sampah di sekolah, atau membuat media kreatif tentang pentingnya menjaga ekosistem. Hal ini sesuai dengan prinsip ecopedagogy yang menekankan pada kesadaran kritis, aksi sosial, dan keberlanjutan.
Jika saya seorang guru, saya akan menerapkannya dengan cara mengaitkan materi IPS dengan kondisi lingkungan sekitar siswa. Contohnya, ketika membahas materi ekonomi tentang konsumsi dan produksi, siswa diajak menganalisis dampak gaya hidup konsumtif terhadap kerusakan lingkungan, lalu berdiskusi mencari alternatif konsumsi yang lebih ramah lingkungan. Pengalaman lapangan, seperti kunjungan ke tempat pengolahan sampah atau observasi lingkungan sekitar sekolah, juga bisa menjadi media pembelajaran yang efektif.
Dengan cara tersebut, kesadaran ekologis siswa tidak hanya tumbuh pada ranah kognitif (pengetahuan), tetapi juga afektif (kepedulian) dan psikomotorik (tindakan nyata).
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: Forum Diskusi

oleh Yuni Erdalina 2423031008 -
Ecopedagogy dapat diimplementasikan dalam pembelajaran IPS, dengan cara mengaitkan materi pelajaran dengan isu-isu lingkungan sehingga siswa tidak hanya memahami konsep secara teoritis tetapi juga menyadari dampaknya terhadap keberlanjutan hidup. Misalnya, saat membahas materi pertumbuhan ekonomi, guru dapat mengajak siswa menganalisis dilema antara peningkatan produksi industri dan kerusakan lingkungan, atau ketika mempelajari konsep kelangkaan, siswa diajak mengkaji kelangkaan sumber daya air di daerah mereka. Melalui pendekatan berbasis proyek, siswa bisa diberi tugas membuat program audit sampah sekolah, merancang produk daur ulang, atau melakukan kampanye hemat energi. Dalam pengalaman saya sebagai guru IPS, pendekatan ini pernah diterapkan dengan meminta siswa merancang ide wirausaha ramah lingkungan, seperti tas dari kain bekas atau produk dari limbah plastik. Selain itu, dalam penilaian autentik, siswa tidak hanya diuji pemahaman kognitifnya, tetapi juga dilibatkan dalam aksi nyata, seperti kegiatan “sehari tanpa plastik” di sekolah. Dari pengalaman tersebut terlihat bahwa pembelajaran berbasis ecopedagogy lebih menarik minat siswa, menumbuhkan kepedulian, serta membentuk kesadaran ekologis yang tertanam dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: Forum Diskusi

oleh Gilang Rickat Trengginas 2423031005 -
Seperti yang sudah saya pernah jelaskan sebelumnya bahwa ecopedagogy sangat penting untuk diterapkan pada pembelajaran IPS di kelas. Ecopedagogy dapat diimplementasikan dalam pembelajaran IPS dengan pendekatan yang mengintegrasikan masalah ekologi sebagai inti dari analisis sosial. Pembelajaran ecopedagogy menghubungkan materi kelas dengan dunia nyata dengan memanfaatkan lingkungan sekolah, tempat tinggal, dan media sebagai sumber belajar. Guru berperan membimbing siswa untuk berpikir kritis terhadap isu lokal sehingga pembelajaran IPS menjadi relevan dan aplikatif. Melalui pendekatan ini, siswa tidak hanya peduli pada kepentingan diri sendiri, tetapi juga berkembang menjadi generasi yang aktif menjaga lingkungan dan berkelanjutan.
Penerapan ecopedagogy dalam pembelajaran IPS diwujudkan melalui sebuah proyek nyata yang langsung menjawab permasalahan di sekolah, yaitu banyaknya sampah plastik yang ada di lingkungan SMPN 17 Tulang Bawang Barat. Pada materi tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan di kelas VII, siswa tidak hanya mempelajari teori pencemaran lingkungan tetapi mereka saya secara aktif ditantang untuk menemukan solusinya dengan menerapkan sistem 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Mereka mengumpulkan sampah plastik yang berserakan dan mengubahnya menjadi berbagai produk yang berguna, seperti pot tanaman atau tempat pensil, sehingga pembelajaran menjadi lebih aplikatif dan berdampak langsung.
Melalui pendekatan belajar sambil melakukan ini, tujuan akhirnya adalah menanamkan sikap peduli lingkungan yang berkelanjutan. Saya berharap siswa tidak hanya mendapat pengetahuan, tetapi juga berkembang sikap dan keterampilan hidup untuk menjadi generasi yang aktif menjaga kelestarian bumi. Projek ini membiasakan mereka untuk tidak acuh dan mampu bertindak nyata menyelesaikan masalah lingkungan di sekitarnya, dimulai dari sekolah sendiri.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: Forum Diskusi

oleh Erma Oktaviani 2423031004 -
Ecopedagogy merupakan pendekatan pendidikan yang memadukan kesadaran kritis sosial dengan nilai-nilai lingkungan, sehingga peserta didik tidak hanya mempelajari fakta tentang alam, tetapi juga memahami keterkaitannya dengan kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya. Dalam konteks pembelajaran IPS, ecopedagogy dapat diimplementasikan melalui kegiatan yang mendorong siswa untuk berpikir reflektif, melakukan observasi langsung, serta mengambil tindakan nyata yang berdampak positif bagi lingkungan.
Saya sendiri pernah menerapkan ecopedagogy saat mengajar materi tentang lingkungan. Pembelajaran saya dimulai dengan observasi lingkungan sekolah. Siswa diajak berjalan mengelilingi area sekolah untuk mengenali fasilitas dan kondisi ekologis sekitar: selokan dan saluran air, pemakaian air bersih, kebersihan lingkungan, penggunaan alat makan berbahan plastik, serta kondisi tanaman di halaman sekolah. Aktivitas ini bertujuan agar mereka merasakan langsung hubungan manusia dengan lingkungan.
Setelah observasi, siswa diminta mengidentifikasi masalah yang mereka temukan: misalnya selokan tersumbat, kebiasaan menggunakan plastik sekali pakai, atau kurangnya perawatan tanaman. Selanjutnya mereka berdiskusi dalam kelompok untuk menyusun solusi dan tindakan yang dapat dilakukan sebagai warga sekolah. Beberapa ide yang lahir antara lain: melakukan kampanye hemat air, membuat poster tentang pengurangan plastik, menanam pohon di area kosong sekolah, dan menyusun jadwal piket untuk menjaga kebersihan lingkungan.
Kegiatan ini ditutup dengan kampanye lingkungan di sekolah yang dirancang dan dilaksanakan oleh para siswa sendiri. Mereka mempresentasikan temuan, rencana aksi, dan pesan-pesan ekologis kepada guru dan teman-teman lain. Proses ini mengasah kemampuan komunikasi, kolaborasi, dan empati mereka terhadap lingkungan sekitar.
Dengan cara ini, ecopedagogy tidak berhenti pada pemahaman teoretis tentang lingkungan, tetapi benar-benar menumbuhkan kesadaran ekologis yang mendalam. Siswa belajar bahwa setiap keputusan kecil seperti memilih alat makan ramah lingkungan atau menjaga kebersihan selokan memiliki dampak besar bagi keseimbangan ekosistem dan kesejahteraan komunitas.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: Forum Diskusi

oleh Iskandar 2423031007 -
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Nama : Iskandar
NPM : 2423031007

Mohon izin menjawab ibu
Ecopedagogy bukan sekadar pembelajaran tentang lingkungan (environmental education), melainkan pendekatan pendidikan kritis yang menempatkan krisis ekologis sebagai masalah sosial-politik yang terstruktur. Dalam konteks IPS, ecopedagogy bertujuan untuk membongkar hubungan kuasa, ketidakadilan, dan struktur ekonomi-politik yang menjadi akar penyebab kerusakan lingkungan, sekaligus memberdayakan siswa untuk menjadi agen perubahan.

Berikut adalah strategi implementasinya:

1. Versi "Lunak" (Pendekatan Integratif dan Kontekstual)
Pada tahap awal, ecopedagogy dapat diintegrasikan ke dalam topik-topik IPS yang sudah ada.

Dalam Ekonomi: Daripada hanya mempelajari teori permintaan-penawaran, siswa diajak menganalisis dampak ekonomi linear (ambil-gunakan-buang) terhadap sumber daya alam. Mereka dapat menghitung jejak ekologis dari produk-produk yang mereka konsumsi sehari-hari dan membandingkannya dengan ekonomi sirkular yang berkelanjutan.

Dalam Sosiologi: Siswa meneliti perubahan fungsi ruang hijau publik di kota mereka menjadi pusat perbelanjaan. Diskusi difokuskan pada konflik kepentingan antara developer, pemerintah daerah, dan masyarakat sipil, serta dampaknya terhadap ketahanan lingkungan dan keadilan sosial bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang kehilangan akses udara bersih.

Dalam Sejarah: Pembelajaran tidak hanya berhenti pada kronologi penjajahan Belanda, tetapi juga menganalisis kebijakan cultuurstelsel (tanam paksa) sebagai bentuk eksploitasi ekologis dan manusia yang sistematis untuk mengakumulasi modal. Ini menghubungkan sejarah kolonialisme dengan kerusakan lingkungan jangka panjang.

Misiaszek (2020) dalam Ecopedagogy: Critical Environmental Teaching for Planetary Justice and Global Sustainable Development menekankan bahwa ecopedagogy harus mengungkap koneksi antara keadilan sosial dan keadilan lingkungan, yang sering kali diabaikan dalam pendidikan lingkungan konvensional.

2. Versi "Kritis" (Pendekatan Berbasis Masalah dan Investigasi)
Ini adalah inti dari ecopedagogy, di mana siswa diajak untuk menjadi peneliti kritis terhadap masalah di sekitarnya.

Contoh Rancangan Pembelajaran (Bisa Diterapkan oleh Guru):

Tema: Ketidakadilan Lingkungan (Environmental Justice) di Perkotaan.

Pertanyaan Pemantik: "Mengapa lokasi tempat pembuangan akhir (TPA) sampah atau pabrik dengan polusi tinggi selalu berdekatan dengan permukiman masyarakat berpenghasilan rendah?"

Langkah-Langkah:

Eksplorasi: Siswa menonton dokumenter atau membaca artikel tentang kasus lumpur Lapindo atau konflik sampah di Bantargerbang. Mereka memetakan aktor-aktor yang terlibat (pemerintah, korporasi, masyarakat).

Investigasi Lokal: Siswa dibagi menjadi kelompok untuk meneliti distribusi ruang hijau, kualitas udara, dan lokasi industri di wilayah kota mereka sendiri dengan menggunakan data publik dan observasi sederhana.

Analisis Kritis: Dengan bantuan guru, siswa menganalisis temuan mereka menggunakan lensa teori. Misalnya, menggunakan konsep "Metabolisme Sosial" (dari ilmu ekonomi ekologi) untuk melihat bagaimana kota "memakan" sumber daya dari daerah hinterland dan menghasilkan limbah yang ditimpakan kepada komunitas marginal (Liegey & Nelson, 2020). Mereka diajak bertanya, "Siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan dalam struktur ini?"

Aksi Sosial dan Advokasi: Hasil penelitian tidak berakhir di laporan saja. Siswa didorong untuk membuat kampanye kesadaran (poster infografis, thread media sosial), menulis surat terbuka kepada pemerintah daerah, atau merancang proposal solusi berbasis komunitas (seperti bank sampah atau gerakan menanam pohon) yang mempertimbangkan aspek keadilan.

Kahn (2010) dalam Critical Pedagogy, Ecoliteracy, & Planetary Crisis: The Ecopedagogy Movement berargumen bahwa pendidikan harus membekali peserta didik untuk tidak hanya memahami krisis ekologi, tetapi juga untuk terlibat dalam mempertanyakan dan mengubah struktur sosial yang mendominasi alam.

3. Refleksi Filosofis dan Kultural
Ecopedagogy dalam IPS juga harus menyentuh aspek filosofis untuk membangun kesadaran ekologis yang mendalam. Siswa diajak merefleksikan kearifan lokal (local wisdom) yang ada dalam budaya Indonesia, seperti konsep "Tri Hita Karana" di Bali (keharmonisan dengan Tuhan, manusia, dan alam) atau "Sabilulungan" di Sunda (gotong royong). Refleksi ini bukan untuk menciptakan romantisme masa lalu, tetapi untuk mengkontraskannya dengan logika antroposentris (manusia sebagai pusat) yang dominan dalam pembangunan modern dan menemukan relevansinya untuk masa depan.

Contoh Penerapan di Kelas (Sebagai Simulasi)
Berikut adalah skenario yang menggambarkan bagaimana seorang guru mungkin menerapkannya:

Topik: Globalisasi dan Perdagangan Internasional (Kelas IX IPS).

Tujuan: Siswa mampu menganalisis hubungan antara permintaan komoditas global, deforestasi, dan dampaknya terhadap masyarakat adat.

Aktivitas:

Gambar Pemicu: Guru menunjukkan dua gambar berdampingan: (1) Iklan produk minyak sawit (misal: sabun, margarin) di supermarket Eropa, dan (2) Foto lahan gambut terbakar atau orangutan yang kehilangan habitat.

Diskusi Terpandu: Guru mengajukan pertanyaan kritis:

"Apa hubungan antara dua gambar ini?"

"Siapa saja aktor dalam rantai komoditas minyak sawit ini?"

"Mengapa kebakaran hutan sering terjadi saat pembukaan lahan? Apa kaitannya dengan permintaan global?"

"Bagaimana posisi dan suara masyarakat adat yang tinggal di dalam hutan dalam percakapan global tentang 'pembangunan berkelanjutan'?"

Role-Play (Simulasi Debat): Siswa dibagi peran: (a) CEO Perusahaan Perkebunan, (b) Aktivis LSM Lingkungan, (c) Menteri Perdagangan, (d) Ketua Masyarakat Adat, (e) Konsumen dari Negara Maju. Mereka berdebat mengenai kebijakan perkebunan sawit.

Aksi Reflektif: Setelah debat, siswa menulis esai reflektif atau membuat video pendek yang menjawab pertanyaan: "Sebagai konsumen dan warga Indonesia, apa yang dapat kita lakukan untuk mendorong praktik perdagangan yang lebih adil dan berkelanjutan?"

Implementasi ecopedagogy dalam IPS memerlukan pergeseran paradigma dari guru. Guru bukan lagi sebagai "pemberi informasi" tetapi sebagai fasilitator kesadaran kritis yang mendorong siswa untuk mempertanyakan narasi dominan tentang "pembangunan" dan "kemajuan". Dengan membongkar akar masalah ekologis yang bersifat sosiologis, ekonomis, dan politis, ecopedagogy tidak hanya menumbuhkan kesadaran ekologis, tetapi juga memberdayakan siswa dengan alat intelektual dan moral untuk membayangkan dan memperjuangkan masa depan yang lebih adil dan berkelanjutan.

Daftar Referensi
Kahn, R. (2010). Critical pedagogy, ecoliteracy, & planetary crisis: The ecopedagogy movement. Peter Lang.

Liegey, V., & Nelson, A. (2020). Exploring Degrowth: A Critical Guide. Pluto Press.

Misiaszek, G. W. (2020). Ecopedagogy: Critical environmental teaching for planetary justice and global sustainable development. Bloomsbury Academic.
Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: Forum Diskusi

oleh Eldes Safitri 2423031002 -
Menurut saya, implementasi ecopedagogy dalam pembelajaran IPS perlu dilakukan dengan mengaitkan materi pembelajaran dengan lingkungan yang nyata dan dekat dengan kehidupan siswa. Guru dapat memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar dan mendorong siswa untuk mengamati, menganalisis, serta mencari solusi atas permasalahan sosial-ekologis yang ada. Dengan cara ini, siswa tidak hanya menerima teori, tetapi juga mengalami langsung hubungan antara manusia dan lingkungan, sehingga kesadaran ekologis mereka akan tumbuh secara alami dan bermakna.
Selain itu, pembelajaran IPS sebaiknya dirancang secara partisipatif dan reflektif, di mana siswa diajak berdiskusi, bertukar pendapat, serta melakukan aksi nyata, misalnya kegiatan penghijauan, pengelolaan sampah, atau kampanye lingkungan di sekolah maupun komunitas. Pendekatan ini membantu siswa memahami bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab untuk menjaga lingkungan dan dapat berkontribusi dalam pembangunan berkelanjutan. Pendekatan ini juga menumbuhkan rasa empati dan kepedulian sosial yang mendalam.
Sebagai guru, saya pernah menerapkan ecopedagogy dengan mengintegrasikan proyek lingkungan ke dalam pembelajaran IPS, seperti melakukan survei kualitas air di lingkungan sekolah dan mengaitkannya dengan materi tentang sumber daya alam dan masyarakat. Kegiatan ini tidak hanya menambah wawasan siswa, tetapi juga mendorong mereka untuk peduli dan berperan aktif dalam menjaga lingkungan sekitar. Dari pengalaman tersebut, saya melihat bahwa ecopedagogy efektif dalam membentuk sikap dan kesadaran ekologis yang lebih kuat pada peserta didik.