གནས་བསྐྱོད་བཟོ་མི་ Erma Oktaviani 2423031004

ECOPEDAGOGYIPS25 -> e-book

Erma Oktaviani 2423031004 གིས-
Buku “Sustainable Development Concepts: An Economic Analysis” karya Bank Dunia ini mengajak pembaca memahami pembangunan berkelanjutan bukan hanya dari sisi ekonomi, tetapi juga sebagai upaya menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan masa depan. Buku ini menegaskan bahwa pembangunan sejati bukan sekadar meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memastikan bahwa sumber daya alam, modal manusia, dan kesejahteraan sosial tetap terjaga untuk generasi berikutnya.
Penulis juga mengkritik cara lama dalam menilai kemajuan yang hanya bertumpu pada Produk Domestik Bruto (PDB). Ukuran itu dianggap belum cukup karena tidak memperhitungkan kerusakan lingkungan dan hilangnya sumber daya alam. Sebagai gantinya, buku ini mendorong penggunaan akuntansi hijau dan ukuran kesejahteraan yang lebih adil terhadap alam dan manusia. Dengan begitu, nilai pembangunan bisa dilihat dari seberapa bijak kita mengelola bumi, bukan hanya dari berapa banyak uang yang berputar.
Selain membahas teori, buku ini juga menawarkan pendekatan praktis. Ditekankan bahwa kebijakan publik, insentif ekonomi, dan aturan yang berpihak pada lingkungan adalah kunci agar pembangunan tidak merugikan siapa pun, terutama generasi mendatang. Pajak lingkungan, kepemilikan sumber daya yang jelas, dan pengendalian polusi menjadi contoh langkah konkret yang bisa ditempuh.
Dengan demikian, buku ini mengajak kita berpikir bahwa pembangunan berkelanjutan bukan semata urusan ekonomi, melainkan tanggung jawab moral untuk menjaga harmoni antara manusia, lingkungan, dan masa depan. Pembangunan yang benar adalah yang meninggalkan bumi dalam keadaan lebih baik daripada saat kita menemukannya.

ECOPEDAGOGYIPS25 -> CASE STUDY

Erma Oktaviani 2423031004 གིས-
Pada era Revolusi Industri 4.0, teknologi seperti Internet of Things (IoT), Kecerdasan Buatan (AI), dan Big Data telah mengubah cara manusia berkerja, berinteraksi, dan belajar. Akan tetapi, percepatan transformasi digital yang signifikan ini kerap kali tidak sejalan dengan peningkatan kesadaran lingkungan di kalangan generasi muda. Sebagian besar siswa lebih mengenal dunia digital daripada memahami isu-isu lingkungan di sekitarnya. Sebagai akibatnya, pendekatan Ecopedagogy menjadi penting untuk menghubungkan kesenjangan tersebut. Ecopedagogy bukan hanya memberikan pengetahuan mengenai lingkungan, namun juga mendorong siswa untuk berpikir kritis mengenai sistem sosial-ekonomi dan teknologi yang berpengaruh pada kelestarian bumi (Morrell & O’Connor, 2019). Dalam hal ini menjadi tantangan besar juga bagu guru, dimana guru harus mengembangkan model pembelajaran yang dapat menggabungkan nilai keberlanjutan dengan pola pikir digital yang khas dari generasi milenial dan Gen-Z.

Pendekatan Ecopedagogy yang efektif bagi generasi digital dapat dikembangkan melalui pembelajaran proyek lingkungan yang memanfaatkan teknologi Revolusi Industri 4.0. Menurut laporan Deloitte (2014), ciri-ciri utama Industry 4.0 meliputi jaringan vertikal, integrasi horizontal, dan rekayasa melalui yang menggabungkan sistem fisik dan virtual dalam sebuah jaringan pintar (sistem produksi siber-fisik). Prinsip ini dapat diterapkan dalam pendidikan melalui proyek "ekosistem cerdas sekolah," contohnya siswa merancang sistem pantauan lingkungan berbasis IoT untuk mengukur kualitas udara, suhu, atau kelembaban di sekitar sekolah. Data itu dianalisis dengan aplikasi berbasis cloud computing dan disajikan dalam bentuk visual interaktif. Oleh karena itu, siswa tidak hanya memahami konsep lingkungan dari segi teori, tetapi juga terlibat secara langsung dalam penelitian berbasis data yang otentik, yang sekaligus mengembangkan keterampilan literasi digital dan ekologis mereka (Deloitte, 2014:3–6)

Selain IoT, penerapan Kecerdasan Buatan (AI) juga dapat memperkuat praktik Ecopedagogy. Menurut temuan Sogeti Things3 Report (VINT, 2014), AI dan komunikasi Machine-to-Machine (M2M) memungkinkan sistem digital beroperasi secara mandiri dan responsif terhadap perubahan di lingkungan sekitar. Dalam bidang pendidikan, AI dapat dimanfaatkan untuk menganalisis citra satelit yang bertujuan memantau deforestasi atau pencemaran air, sehingga siswa dapat belajar menghubungkan data teknologi dengan kondisi ekologis yang nyata. Augmented Reality (AR) juga dapat dimanfaatkan untuk menyajikan simulasi interaktif mengenai pengaruh perubahan iklim terhadap ekosistem hutan atau lautan. Pendekatan ini mengubah pembelajaran lingkungan yang awalnya bersifat naratif menjadi pengalaman mendalam yang menumbuhkan empati ekologis siswa melalui teknologi (Komputasi Empatik) (VINT, 2014)
Integrasi teknologi ini tidak hanya meningkatkan antusiasme belajar, tetapi juga menanamkan kesadaran kritis bahwa perkembangan teknologi harus ditujukan untuk keberlanjutan manusia dan lingkungan. Ini sejalan dengan konsep Society 5.0 yang muncul di Jepang, di mana masyarakat menjadikan teknologi sebagai alat untuk mengatasi masalah sosial dan ekologis, bukan hanya sebagai instrumen ekonomi. Laporan mengenai Industry 4.0 menyatakan bahwa teknologi eksponensial seperti kecerdasan buatan, robot, dan sensor mampu meningkatkan efisiensi energi, mengurangi sampah, serta mendukung sistem produksi yang berkelanjutan jika diarahkan dengan tepat (Deloitte, 2014). Oleh sebab itu, pendidikan yang menghubungkan Ecopedagogy dengan teknologi digital tidak hanya mengembangkan kemampuan kognitif, tetapi juga menanamkan tanggung jawab sosial serta etika digital-ekologis pada siswa
Integrasi nilai-nilai Ecopedagogy dengan teknologi Industry 4.0 merupakan langkah nyata menuju komunitas Society 5.0 yang berfokus pada manusia. Dalam hal ini, teknologi harus dimanfaatkan untuk memperbaiki kesejahteraan sosial dan keberlanjutan lingkungan. Dengan mendidik siswa untuk menciptakan inovasi digital yang ramah lingkungan seperti sistem pengelolaan sampah otomatis menggunakan sensor, atau aplikasi pemetaan pohon di sekolah pendidikan berfungsi sebagai alat untuk memperkuat karakter dan tanggung jawab global. Ecopedagogy digital mengembangkan generasi eco-innovator, yaitu individu yang paham teknologi sekaligus peduli lingkungan. Dengan pembelajaran ini, siswa menyadari bahwa setiap inovasi teknologi membawa tanggung jawab ekologis dan etika sosial (UNESCO, 2021).
Dengan demikian, perpaduan antara Industry 4.0 dan Ecopedagogy menawarkan paradigma pendidikan baru yang tidak hanya membekali generasi dengan kemampuan digital, tetapi juga memiliki karakter ekologis. Teknologi seperti IoT, AI, dan Big Data harus digunakan sebagai alat pembelajaran yang kritis, empatik, dan kolaboratif untuk menciptakan masyarakat Society 5.0 yang adil dan berkelanjutan. Ecopedagogy yang berbasis teknologi akhirnya berfungsi sebagai penghubung antara kemajuan sains dan tanggung jawab etis, membangun keseimbangan antara manusia, teknologi, dan alam.

Deloitte. (2014). Industry 4.0: Challenges and Solutions for the Digital Transformation and Use of Exponential Technologies. Zurich: Deloitte AG.
Sogeti VINT. (2014). Things3: The Internet of Things and Empathetic Computing. VINT Research Report.
Morrell, D., & O’Connor, J. (2019). Ecopedagogy and Critical Environmental Education: Rethinking Learning in the Anthropocene. New York: Routledge.
UNESCO. (2021). Education for Sustainable Development: Towards Achieving the SDGs (ESD for 2030). Paris: UNESCO.

ECOPEDAGOGYIPS25 -> Forum Diskusi

Erma Oktaviani 2423031004 གིས-
Revolusi Industri 4.0 membuat cara manusia bekerja dan berproduksi berubah besar-besaran. Di era ini, mesin, sensor, robot, dan komputer saling terhubung lewat Internet of Things (IoT). Akibatnya, proses produksi jadi lebih cepat, efisien, dan pintar. Misalnya, mesin bisa mendeteksi sendiri kalau ada kerusakan, atau sensor bisa membantu mengatur penggunaan energi supaya lebih hemat. Hal ini tentu membawa dampak positif bagi lingkungan karena bisa mengurangi limbah, menghemat energi, bahkan mendukung pemakaian energi terbarukan seperti listrik dari tenaga surya atau angin.
Tapi, di balik semua keuntungan itu, Revolusi Industri 4.0 tetap punya sisi gelap. Untuk membuat robot, baterai, atau perangkat pintar, dibutuhkan banyak bahan tambang seperti nikel, kobalt, dan lithium. Artinya, eksploitasi alam justru semakin besar. Selain itu, semakin banyak alat elektronik juga berarti semakin banyak sampah elektronik (e-waste) yang sulit didaur ulang dan bisa mencemari lingkungan.
Jadi, Revolusi Industri 4.0 punya dua sisi. Di satu sisi bisa membantu menjaga lingkungan lewat teknologi yang efisien dan ramah energi. Namun, di sisi lain, ia juga bisa memperparah kerusakan alam karena kebutuhan bahan baku yang besar dan tumpukan sampah elektronik. Tantangannya adalah bagaimana kita bisa memanfaatkan teknologi ini untuk mendukung keberlanjutan tanpa terus-menerus mengorbankan alam.

ECOPEDAGOGYIPS25 -> Forum Diskusi

Erma Oktaviani 2423031004 གིས-
Ecopedagogy merupakan pendekatan pendidikan yang memadukan kesadaran kritis sosial dengan nilai-nilai lingkungan, sehingga peserta didik tidak hanya mempelajari fakta tentang alam, tetapi juga memahami keterkaitannya dengan kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya. Dalam konteks pembelajaran IPS, ecopedagogy dapat diimplementasikan melalui kegiatan yang mendorong siswa untuk berpikir reflektif, melakukan observasi langsung, serta mengambil tindakan nyata yang berdampak positif bagi lingkungan.
Saya sendiri pernah menerapkan ecopedagogy saat mengajar materi tentang lingkungan. Pembelajaran saya dimulai dengan observasi lingkungan sekolah. Siswa diajak berjalan mengelilingi area sekolah untuk mengenali fasilitas dan kondisi ekologis sekitar: selokan dan saluran air, pemakaian air bersih, kebersihan lingkungan, penggunaan alat makan berbahan plastik, serta kondisi tanaman di halaman sekolah. Aktivitas ini bertujuan agar mereka merasakan langsung hubungan manusia dengan lingkungan.
Setelah observasi, siswa diminta mengidentifikasi masalah yang mereka temukan: misalnya selokan tersumbat, kebiasaan menggunakan plastik sekali pakai, atau kurangnya perawatan tanaman. Selanjutnya mereka berdiskusi dalam kelompok untuk menyusun solusi dan tindakan yang dapat dilakukan sebagai warga sekolah. Beberapa ide yang lahir antara lain: melakukan kampanye hemat air, membuat poster tentang pengurangan plastik, menanam pohon di area kosong sekolah, dan menyusun jadwal piket untuk menjaga kebersihan lingkungan.
Kegiatan ini ditutup dengan kampanye lingkungan di sekolah yang dirancang dan dilaksanakan oleh para siswa sendiri. Mereka mempresentasikan temuan, rencana aksi, dan pesan-pesan ekologis kepada guru dan teman-teman lain. Proses ini mengasah kemampuan komunikasi, kolaborasi, dan empati mereka terhadap lingkungan sekitar.
Dengan cara ini, ecopedagogy tidak berhenti pada pemahaman teoretis tentang lingkungan, tetapi benar-benar menumbuhkan kesadaran ekologis yang mendalam. Siswa belajar bahwa setiap keputusan kecil seperti memilih alat makan ramah lingkungan atau menjaga kebersihan selokan memiliki dampak besar bagi keseimbangan ekosistem dan kesejahteraan komunitas.