NPM: 2213034002
Ya, tentu saja negara-negara lain memiliki kebijakan transmigrasi, walaupun terdapat perbedaan istilah seperti transmigration, resettlement, relocation, maupun colonization, secara substansial seluruh konsep tersebut mengacu pada praktik redistribusi penduduk yang diselenggarakan secara resmi oleh negara untuk mencapai tujuan ekonomi, sosial, dan politik. Transmigrasi di Indonesia merupakan suatu kebijakan pembangunan yang berakar pada persoalan kepadatan penduduk di Jawa, Bali, dan Madura yang tidak sebanding dengan ketersediaan lahan dan sumber daya. Dalam kerangka teoritis, kebijakan ini berangkat dari perspektif redistribusi spasial (spatial redistribution) dalam ilmu kependudukan dan pembangunan wilayah. Tujuan utamanya adalah menciptakan pemerataan pembangunan antarwilayah, membuka lahan pertanian baru untuk memperkuat ketahanan pangan, sekaligus mengurangi tekanan penduduk di daerah padat. Oleh karena itu, arah perpindahannya cenderung rural to rural, yakni dari pedesaan padat ke pedesaan baru yang dibuka di kawasan luar Jawa. Program ini bersifat state-sponsored migration, di mana pemerintah secara aktif menyediakan sarana seperti lahan, rumah, fasilitas pendidikan, kesehatan, serta modal awal berupa bantuan pertanian. Dengan pendekatan tersebut, transmigrasi Indonesia lebih dekat pada teori pembangunan wilayah berbasis agraris, yang mengutamakan pemanfaatan ruang kosong untuk menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru.
Sebaliknya, kebijakan pemindahan penduduk di China sangat erat dengan dinamika urbanisasi dan industrialisasi. Secara teoritis, program ini selaras dengan konsep modernisasi (modernization theory), yang menekankan transformasi dari masyarakat agraris ke masyarakat industri. Pemindahan penduduk di China sering kali bersifat rural to urban migration, di mana penduduk desa diarahkan menuju kota-kota baru atau kawasan industri untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Faktor pendorongnya tidak hanya kepadatan penduduk, tetapi juga pembangunan infrastruktur berskala besar, seperti Bendungan Tiga Ngarai, yang mengharuskan relokasi jutaan jiwa. Selain itu, kebijakan pengentasan kemiskinan di daerah terpencil juga dilakukan dengan memindahkan penduduk ke kawasan yang lebih produktif dan terintegrasi dengan ekonomi nasional. Tidak seperti Indonesia yang menitikberatkan pada pembangunan desa baru berbasis pertanian, China justru berorientasi pada restrukturisasi tenaga kerja dan peningkatan produktivitas industri, yang sejalan dengan strategi menjadikan urbanisasi sebagai motor pertumbuhan.
Dengan demikian, perbedaan pokoknya dapat dipahami melalui lensa teori pembangunan. Transmigrasi di Indonesia lebih menekankan redistribusi penduduk untuk pemerataan wilayah dan penguatan sektor agraris, sedangkan di China lebih menekankan transformasi struktural melalui urbanisasi dan industrialisasi. Dalam konteks spasial, Indonesia menggunakan pendekatan antarpulau untuk membuka wilayah frontier, sedangkan China lebih fokus pada relokasi internal dari desa ke kota sebagai upaya mempercepat modernisasi. Perbedaan ini menunjukkan bagaimana kebijakan kependudukan sangat dipengaruhi oleh struktur ekonomi dan strategi pembangunan masing-masing negara.