Weekly outline
General
Mata kuliah ini membahas aspek geografis dari proses transmigrasi dan perkembangan permukiman, terutama dalam konteks pembangunan wilayah dan pemerataan penduduk. Fokus utama terletak pada pemahaman hubungan antara manusia, ruang, dan lingkungan dalam dinamika mobilitas penduduk serta perubahan penggunaan lahan.
Materi mencakup teori dan konsep dasar transmigrasi, sejarah kebijakan transmigrasi di Indonesia, pola dan persebaran permukiman, faktor penentu lokasi permukiman, dampak sosial-ekonomi dan lingkungan dari program transmigrasi, serta strategi perencanaan permukiman yang berkelanjutan. Mahasiswa juga akan menganalisis studi kasus dan data spasial untuk memahami keberhasilan maupun tantangan dalam implementasi program transmigrasi di berbagai wilayah.
Melalui mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan mampu:
-
Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi transmigrasi dan pola permukiman;
-
Menganalisis keterkaitan antara kebijakan transmigrasi dan pembangunan wilayah;
-
Merancang pendekatan geografis dalam perencanaan permukiman yang adil dan berkelanjutan.
-
PERTEMUAN 1: KONSEP DASAR, SEJARAH DAN TUJUAN TRANSMIGRASI DI INDONESIA
Upload tugas disini
PERTEMUAN 2: JENIS TRANSMIGRASI DAN KARAKTERISTIK TUJUAN TRANSMIGRASI
Upload tugas disini
PERTEMUAN 3: HUBUNGAN UNSUR GEOSFER TERHADAP KEBIJAKAN TRANSMIGRASI
HUBUNGAN UNSUR GEOSFER TERHADAP KEBIJAKAN TRANSMIGRASI
1. Pendahuluan
Transmigrasi merupakan program pemindahan penduduk dari daerah padat ke daerah jarang penduduk dengan tujuan pemerataan pembangunan, pengurangan kepadatan, dan pemanfaatan sumber daya alam. Dalam praktiknya, kebijakan transmigrasi sangat dipengaruhi oleh unsur geosfer, yaitu atmosfer, litosfer, hidrosfer, biosfer, dan antroposfer. Pemahaman hubungan ini penting agar transmigrasi dapat berjalan secara berkelanjutan dan tidak menimbulkan masalah baru.
2. Unsur Geosfer dan Hubungannya dengan Transmigrasi
a. Atmosfer (Iklim dan Cuaca)
Hubungan: Iklim mempengaruhi jenis tanaman yang bisa dibudidayakan transmigran, ketersediaan air hujan, serta adaptasi terhadap kondisi lingkungan.
Contoh:
Transmigrasi ke Kalimantan dan Papua harus memperhatikan curah hujan tinggi yang berpotensi banjir atau rawa, sehingga jenis tanaman pangan harus disesuaikan (padi rawa, sagu, palawija).
b. Litosfer (Tanah, Geologi, Relief)
Hubungan: Kondisi tanah dan bentuk permukaan bumi menentukan kelayakan lahan pertanian, infrastruktur, dan permukiman.
Contoh:
Lahan gambut di Kalimantan yang semula digunakan untuk transmigrasi ternyata tidak subur, sulit dikelola, sehingga menimbulkan kegagalan panen.
Sebaliknya, lahan subur di Lampung (dataran rendah dengan tanah aluvial) berhasil menunjang pertanian padi dan singkong bagi transmigran Jawa.
c. Hidrosfer (Air Permukaan dan Tanah)
Hubungan: Sumber air menentukan keberlangsungan hidup transmigran untuk minum, pertanian, dan sanitasi.
Contoh:Transmigrasi di Sumatera Barat harus dekat sungai atau membuat sumur dalam, karena keterbatasan air bersih.
Di daerah pesisir Sulawesi, diperlukan teknologi pengolahan air karena sumber air tanah cenderung payau.
d. Biosfer (Keanekaragaman Hayati)
Hubungan: Flora dan fauna di lokasi transmigrasi mempengaruhi pola mata pencaharian, peluang usaha, sekaligus potensi konflik ekologi.
Contoh:Di Papua, hutan lebat berpotensi hasil hutan non-kayu (rotan, damar, gaharu) sebagai ekonomi alternatif bagi transmigran.
Namun, perlu menjaga kelestarian hutan agar tidak terjadi deforestasi besar-besaran akibat pembukaan lahan transmigrasi.
e. Antroposfer (Kependudukan dan Sosial Budaya)
Hubungan: Unsur manusia adalah inti transmigrasi, meliputi kepadatan, budaya, kearifan lokal, hingga interaksi dengan penduduk asli.
Contoh:Transmigrasi Jawa ke Lampung berhasil membentuk masyarakat majemuk, memunculkan kampung-kampung transmigran yang kini berkembang menjadi kota baru.
Namun, di beberapa daerah (misalnya Kalimantan), perbedaan budaya antara transmigran dan penduduk lokal sempat menimbulkan konflik sosial.
3. Integrasi Unsur Geosfer dalam Kebijakan Transmigrasi
Perencanaan lokasi transmigrasi harus mempertimbangkan semua unsur geosfer agar tidak menimbulkan masalah jangka panjang.
Pendekatan spasial sangat diperlukan dalam menentukan wilayah tujuan transmigrasi (misalnya dengan SIG dan penginderaan jauh).
Kebijakan baru: sejak 2015, pemerintah lebih menekankan transmigrasi berbasis potensi wilayah (one village one product), bukan sekadar memindahkan penduduk.
4. Kesimpulan
Unsur geosfer memiliki hubungan erat dengan kebijakan transmigrasi. Iklim, tanah, air, keanekaragaman hayati, dan kondisi sosial budaya menjadi faktor utama yang harus diperhatikan. Kegagalan memperhitungkan salah satu unsur bisa menyebabkan transmigrasi tidak berhasil, sebaliknya pemahaman komprehensif akan mendukung keberhasilan pembangunan
Secara umum pelaksanaan transmigrasi telah menunjukkan keberhasilan dalam berbagai pembangunan. Namun, di balik keberhasilan tersebut, berbagai stigma negatif melekat pada program transmigrasi. Terkait dengan stigma negatif ini, Siswono (2003) juga mengemukakan beberapa aspek yang menyebabkan terpuruknya citra program transmigrasi yang bermuara pada penolakan di berbagai daerah. Di antaranya adalah: (a) terlalu berpihaknya kepada etnis pendatang (transmigran) dalam pemberdayaan dan pembinaan masyarakat di unit pemukiman transmigrasi (UPT) dan kurang memperhatikan penduduk sekitar. Perbedaan ini, mengakibatkan perkembangan UPT relatif lebih cepat ketimbang desa-desa sekitarnya sehingga menimbulkan kecemburuan yang berdampak sangat rentan terhadap konflik; (b) sistem pemberdayaan dan pembinaan masyarakat transmigrasi dilaksanakan dengan pendekatan sentralistik, yang mengakibatkan budaya lokal nyaris tidak berkembang, sementara budaya pendatang lebih mendominasi; proses perencanaan kawasan permukiman transmigrasi kurang dikomunikasikan dengan masyarakat sekitar. Akibatnya, masyarakat sekitar permukiman transmigrasi tidak merasa terlibat, dan karenanya tidak ikut bertanggung jawab atas keberadaannya; (d) adanya pembangunan permukiman transmigrasi yang eksklusif sehingga dirasakan kurang adanya keterkaitan secara fungsional dengan lingkungan sekitarnya; (e) adanya pemukiman transmigrasi yang tidak layak huni, layak usaha dan layak berkembang dan justru menjadi desa tertinggal.
PERTEMUAN 4: QUIS
Program transmigrasi di Indonesia telah mengubah pola permukiman dari wilayah asal (Jawa, Bali, Madura) ke daerah tujuan (Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Papua).
Analisislah bagaimana perubahan pola permukiman akibat transmigrasi memengaruhi struktur keruangan desa di daerah tujuan!
Soal 2
Di beberapa daerah tujuan transmigrasi muncul dinamika sosial berupa interaksi antara penduduk asli dengan transmigran, yang bisa melahirkan integrasi maupun konflik.
Analisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik sosial atau ketidakselarasan budaya di wilayah permukiman transmigrasi!
Soal 3
Sebagian besar wilayah transmigrasi menghadapi tantangan seperti degradasi lahan, aksesibilitas rendah, dan ketimpangan pembangunan antarwilayah.
Berdasarkan analisis soal 1 dan 2, rumuskan strategi pembangunan permukiman berkelanjutan yang dapat mengintegrasikan kepentingan transmigran, penduduk lokal, serta kelestarian lingkungan.
23 September - 29 September
30 September - 6 October
7 October - 13 October
14 October - 20 October
- This week
21 October - 27 October
28 October - 3 November
4 November - 10 November
11 November - 17 November
18 November - 24 November
25 November - 1 December
2 December - 8 December
9 December - 15 December