Discussions started by Dr. PUJIATI, S.Pd., M.Pd. -

EKONDUS A2025 -> CASE STUDY

by Dr. PUJIATI, S.Pd., M.Pd. - -

PT. Maju Sentosa adalah perusahaan manufaktur otomotif yang telah mengimplementasikan Smart Factory berbasis Industry 4.0 sejak 2019. Mereka telah mengintegrasikan IoT, Big Data, dan otomatisasi robotik dalam proses produksinya. Saat ini, perusahaan menghadapi tekanan untuk bertransformasi menuju Industry 5.0, yang menekankan kolaborasi manusia-mesin, keberlanjutan, dan personalisasi produk.

Pimpinan perusahaan merasa ragu:

  1. Apakah perlu berinvestasi besar untuk beralih ke Industry 5.0?
  2. Bagaimana menjaga efisiensi tanpa mengorbankan aspek humanis?
  3. Apa strategi terbaik untuk menjembatani transisi ini secara bertahap?

PERTANYAAN:

  1.  Identifikasi 3 tantangan utama yang akan dihadapi PT. Maju Sentosa dalam transisi dari Smart Factory (Industry 4.0) ke pendekatan Industry 5.0, dan jelaskan mengapa tantangan tersebut krusial.
  2. Bandingkan dua pendekatan berikut untuk implementasi Industry 5.0:
  • Pendekatan Teknologi-dulu: Fokus pada integrasi teknologi AI & robotik kolaboratif baru terlebih dahulu.
  • Pendekatan Manusia-dulu: Fokus pada pelatihan ulang tenaga kerja dan penyesuaian budaya organisasi sebelum implementasi teknologi baru.Tentukan mana yang lebih tepat untuk diterapkan di PT. Maju Sentosa beserta alasannya.
  1. Rancang roadmap strategis (dalam 3 tahap) untuk transisi PT. Maju Sentosa ke Industry 5.0 yang mempertimbangkan keseimbangan antara efisiensi, personalisasi, dan peran manusia.

EKONDUS C2025 -> CASE STUDY

by Dr. PUJIATI, S.Pd., M.Pd. - -

Indonesia memiliki berbagai sektor industri yang mencerminkan jenis-jenis struktur pasar yang berbeda. Di sektor pertanian, khususnya komoditas seperti padi dan cabai, ribuan petani memproduksi barang yang relatif homogen dan bersaing di pasar terbuka. Sebaliknya, sektor transportasi online didominasi oleh dua perusahaan besar: Gojek dan Grab, yang terus bersaing melalui inovasi dan strategi harga. Di sisi lain, PT PLN (Persero) adalah satu-satunya penyedia listrik di sebagian besar wilayah Indonesia, yang memonopoli pasar listrik.

Namun, dinamika struktur pasar di Indonesia tidak selalu jelas. Dalam beberapa kasus, struktur pasar tampak campuran atau mengalami pergeseran karena perkembangan teknologi, intervensi pemerintah, atau perubahan perilaku konsumen.

 

Pertanyaan:

  1. Analisislah masing-masing sektor berikut ini dan tentukan struktur pasar yang berlaku:
  • a) Petani cabai di Jawa Barat
  • b) PT PLN (Persero) sebagai penyedia listrik nasional
  • c) Gojek dan Grab dalam sektor transportasi online
Bandingkan kelebihan dan kekurangan dari ketiga struktur pasar tersebut dalam konteks kesejahteraan konsumen dan efisiensi pasar di Indonesia.Bayangkan Anda adalah penasihat ekonomi pemerintah. Apa kebijakan yang Anda rekomendasikan untuk mengatasi ketimpangan pasar dalam kasus transportasi online dan sektor kelistrikan? Jelaskan alasan kebijakan Anda berdasarkan teori ekonomi.Apakah mungkin sektor pertanian yang sekarang bersifat persaingan sempurna bisa berubah menjadi pasar oligopoli di masa depan? Jika ya, bagaimana prosesnya bisa terjadi? Berikan analisis kritis.

EKONDUS C2025 -> CASE STUDY

by Dr. PUJIATI, S.Pd., M.Pd. - -

Indonesia adalah negara kaya sumber daya alam, termasuk nikel, batu bara, kelapa sawit, dan karet. Namun, selama puluhan tahun, Indonesia lebih banyak berperan sebagai eksportir bahan mentah dalam Global Value Chains (GVCs). Contohnya, Indonesia mengekspor bijih nikel ke negara lain, yang kemudian mengolahnya menjadi baterai kendaraan listrik dan menjualnya dengan nilai tambah yang tinggi.

Pemerintah Indonesia kini berusaha mengubah posisi dalam GVC, dari pemasok bahan mentah menjadi produsen barang setengah jadi atau jadi, lewat kebijakan hilirisasi industri, larangan ekspor bahan mentah, dan pemberian insentif investasi dalam pengolahan lokal. Namun, kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra, baik dari pelaku industri dalam negeri maupun negara mitra dagang seperti Uni Eropa, yang bahkan menggugat Indonesia ke WTO.

 

Pertanyaan:

  1. Analisis Konteks:
    a. Apa saja kelebihan dan kekurangan posisi Indonesia dalam GVC saat ini?
    b. Mengapa Indonesia belum berhasil mendapatkan nilai tambah yang optimal dalam GVC?
  2. Evaluasi Kebijakan:
    a. Apakah kebijakan hilirisasi seperti larangan ekspor bijih nikel dapat meningkatkan posisi Indonesia dalam GVC? Jelaskan dengan mempertimbangkan aspek ekonomi dan geopolitik.
    b. Bagaimana dampak kebijakan ini terhadap hubungan Indonesia dengan negara mitra dagang?
  3. Sintesis dan Solusi:
    Jika Anda adalah penasihat ekonomi pemerintah, strategi apa yang akan Anda usulkan agar Indonesia mendapatkan nilai tambah lebih besar dalam GVC tanpa merusak hubungan dagang internasional?

EKONDUS B2025 -> CASE STUDY

by Dr. PUJIATI, S.Pd., M.Pd. - -

Indonesia adalah negara kaya sumber daya alam, termasuk nikel, batu bara, kelapa sawit, dan karet. Namun, selama puluhan tahun, Indonesia lebih banyak berperan sebagai eksportir bahan mentah dalam Global Value Chains (GVCs). Contohnya, Indonesia mengekspor bijih nikel ke negara lain, yang kemudian mengolahnya menjadi baterai kendaraan listrik dan menjualnya dengan nilai tambah yang tinggi.

Pemerintah Indonesia kini berusaha mengubah posisi dalam GVC, dari pemasok bahan mentah menjadi produsen barang setengah jadi atau jadi, lewat kebijakan hilirisasi industri, larangan ekspor bahan mentah, dan pemberian insentif investasi dalam pengolahan lokal. Namun, kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra, baik dari pelaku industri dalam negeri maupun negara mitra dagang seperti Uni Eropa, yang bahkan menggugat Indonesia ke WTO.

 

Pertanyaan:

  1. Analisis Konteks:
    a. Apa saja kelebihan dan kekurangan posisi Indonesia dalam GVC saat ini?
    b. Mengapa Indonesia belum berhasil mendapatkan nilai tambah yang optimal dalam GVC?
  2. Evaluasi Kebijakan:
    a. Apakah kebijakan hilirisasi seperti larangan ekspor bijih nikel dapat meningkatkan posisi Indonesia dalam GVC? Jelaskan dengan mempertimbangkan aspek ekonomi dan geopolitik.
    b. Bagaimana dampak kebijakan ini terhadap hubungan Indonesia dengan negara mitra dagang?
  3. Sintesis dan Solusi:
    Jika Anda adalah penasihat ekonomi pemerintah, strategi apa yang akan Anda usulkan agar Indonesia mendapatkan nilai tambah lebih besar dalam GVC tanpa merusak hubungan dagang internasional?

EKONDUS A2025 -> CASE STUDY

by Dr. PUJIATI, S.Pd., M.Pd. - -

Indonesia adalah negara kaya sumber daya alam, termasuk nikel, batu bara, kelapa sawit, dan karet. Namun, selama puluhan tahun, Indonesia lebih banyak berperan sebagai eksportir bahan mentah dalam Global Value Chains (GVCs). Contohnya, Indonesia mengekspor bijih nikel ke negara lain, yang kemudian mengolahnya menjadi baterai kendaraan listrik dan menjualnya dengan nilai tambah yang tinggi.

Pemerintah Indonesia kini berusaha mengubah posisi dalam GVC, dari pemasok bahan mentah menjadi produsen barang setengah jadi atau jadi, lewat kebijakan hilirisasi industri, larangan ekspor bahan mentah, dan pemberian insentif investasi dalam pengolahan lokal. Namun, kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra, baik dari pelaku industri dalam negeri maupun negara mitra dagang seperti Uni Eropa, yang bahkan menggugat Indonesia ke WTO.

 

Pertanyaan:

  1. Analisis Konteks:
    a. Apa saja kelebihan dan kekurangan posisi Indonesia dalam GVC saat ini?
    b. Mengapa Indonesia belum berhasil mendapatkan nilai tambah yang optimal dalam GVC?
  2. Evaluasi Kebijakan:
    a. Apakah kebijakan hilirisasi seperti larangan ekspor bijih nikel dapat meningkatkan posisi Indonesia dalam GVC? Jelaskan dengan mempertimbangkan aspek ekonomi dan geopolitik.
    b. Bagaimana dampak kebijakan ini terhadap hubungan Indonesia dengan negara mitra dagang?
  3. Sintesis dan Solusi:
    Jika Anda adalah penasihat ekonomi pemerintah, strategi apa yang akan Anda usulkan agar Indonesia mendapatkan nilai tambah lebih besar dalam GVC tanpa merusak hubungan dagang internasional?