Ketiklah disini hasil telaah kedua artikel di atas sebanyak 250 kata.
ACTIVITY: RESUME
Nama : Nabilla Sevtiana Putri
NPM : 2213031079
Dalam jurnal pertama yang ditulis oleh Muchtar Ahmad yang membahas kebijakan industrialisasi Indonesia pasca krisis 1998. Dengan menyoroti ketiadaan strategi industrialisasi yang jelas, ditandai deindustrialisasi seperti relokasi industri ke luar negeri, lemahnya investasi, dan ketidakmampuan mengantisipasi tantangan global. Kebijakan yang ada, seperti PP No.1/2007 dan Inpres No.6/2007, dinilai kurang antisipatif dan belum mampu menciptakan koordinasi lintas sektor. Upaya memberikan insentif fiskal juga bersifat ad-hoc dan tidak berbasis roadmap yang jelas. Dan dalam jurnal ini menegaskan pentingnya perencanaan strategis berbasis integrasi antara kebijakan makro pemerintah dan strategi mikro perusahaan agar terjadi sinergi pembangunan industri.
Lalu, dalam jurnal kedua yang ditulis oleh Ade Faisal yang mengulas kebijakan pembangunan industri berbasis kawasan (aglomerasi) yang menjadi program prioritas pemerintah melalui pengembangan 14 Kawasan Industri Prioritas (KIP) di luar Jawa. Namun implementasinya menghadapi kendala serius seperti perencanaan yang lemah, minimnya minat investor, dan masalah pembebasan lahan. Studi ini menekankan perlunya pendekatan fundamental berbasis pelaku usaha dengan insentif yang menarik, ketersediaan infrastruktur, dan pola keterkaitan antar industri. Best practice Korea Selatan dan Taiwan menunjukkan bahwa keberhasilan industrialisasi bergantung pada tahapan pembangunan yang sistematis dan kolaborasi erat pemerintah-swasta.
Dengan demikian kedua jurnal tersebut menyoroti kelemahan mendasar dalam kebijakan industrialisasi Indonesia, yaitu kurangnya koordinasi yang efektif dan sinergi antara pemerintah dan pelaku usaha. Jurnal 1 menekankan pentingnya konsistensi ideologi dan struktur kebijakan nasional yang mampu mengantisipasi tantangan global, sedangkan jurnal 2 menyoroti perencanaan desain kawasan industri sebagai strategi pemerataan dan pertumbuhan yang terintegrasi. Keduanya sepakat bahwa keberhasilan industrialisasi membutuhkan roadmap yang jelas, insentif yang terukur, serta kolaborasi strategis antara sektor publik dan swasta. Pendekatan ini diperlukan agar transformasi industri Indonesia berlangsung secara berkelanjutan, adaptif terhadap dinamika global, dan mampu meningkatkan daya saing nasional.
NPM : 2213031079
Dalam jurnal pertama yang ditulis oleh Muchtar Ahmad yang membahas kebijakan industrialisasi Indonesia pasca krisis 1998. Dengan menyoroti ketiadaan strategi industrialisasi yang jelas, ditandai deindustrialisasi seperti relokasi industri ke luar negeri, lemahnya investasi, dan ketidakmampuan mengantisipasi tantangan global. Kebijakan yang ada, seperti PP No.1/2007 dan Inpres No.6/2007, dinilai kurang antisipatif dan belum mampu menciptakan koordinasi lintas sektor. Upaya memberikan insentif fiskal juga bersifat ad-hoc dan tidak berbasis roadmap yang jelas. Dan dalam jurnal ini menegaskan pentingnya perencanaan strategis berbasis integrasi antara kebijakan makro pemerintah dan strategi mikro perusahaan agar terjadi sinergi pembangunan industri.
Lalu, dalam jurnal kedua yang ditulis oleh Ade Faisal yang mengulas kebijakan pembangunan industri berbasis kawasan (aglomerasi) yang menjadi program prioritas pemerintah melalui pengembangan 14 Kawasan Industri Prioritas (KIP) di luar Jawa. Namun implementasinya menghadapi kendala serius seperti perencanaan yang lemah, minimnya minat investor, dan masalah pembebasan lahan. Studi ini menekankan perlunya pendekatan fundamental berbasis pelaku usaha dengan insentif yang menarik, ketersediaan infrastruktur, dan pola keterkaitan antar industri. Best practice Korea Selatan dan Taiwan menunjukkan bahwa keberhasilan industrialisasi bergantung pada tahapan pembangunan yang sistematis dan kolaborasi erat pemerintah-swasta.
Dengan demikian kedua jurnal tersebut menyoroti kelemahan mendasar dalam kebijakan industrialisasi Indonesia, yaitu kurangnya koordinasi yang efektif dan sinergi antara pemerintah dan pelaku usaha. Jurnal 1 menekankan pentingnya konsistensi ideologi dan struktur kebijakan nasional yang mampu mengantisipasi tantangan global, sedangkan jurnal 2 menyoroti perencanaan desain kawasan industri sebagai strategi pemerataan dan pertumbuhan yang terintegrasi. Keduanya sepakat bahwa keberhasilan industrialisasi membutuhkan roadmap yang jelas, insentif yang terukur, serta kolaborasi strategis antara sektor publik dan swasta. Pendekatan ini diperlukan agar transformasi industri Indonesia berlangsung secara berkelanjutan, adaptif terhadap dinamika global, dan mampu meningkatkan daya saing nasional.
Nama : Wayan Sintia Dewi
NPM : 2213031083
Kedua jurnal menyoroti tantangan dan arah kebijakan industrialisasi di Indonesia yang masih menghadapi persoalan mendasar. Jurnal pertama oleh Ade Faisal (2019) menekankan bahwa pembangunan industri berbasis kawasan (aglomerasi) merupakan strategi utama pemerintah untuk pemerataan dan percepatan pertumbuhan industri. Namun, implementasinya terkendala kurangnya perencanaan matang, lemahnya minat investor, serta minimnya kolaborasi pemerintah dengan pelaku usaha. Studi ini menegaskan pentingnya feasibility study yang akurat, keterlibatan langsung pelaku usaha, serta pembelajaran dari praktik terbaik negara lain seperti Korea Selatan dan Taiwan. Faktor utama keberhasilan industrialisasi adalah koordinasi yang erat, tahapan pembangunan yang realistis, serta penyediaan infrastruktur yang memadai.
Sementara itu, jurnal kedua oleh Muchtar Ahmad (2009) mengulas lemahnya kebijakan industrialisasi Indonesia pascareformasi, yang ditandai oleh absennya strategi jelas, terjadinya deindustrialisasi, serta kurang efektifnya insentif pemerintah. Walaupun terdapat upaya melalui berbagai regulasi dan insentif fiskal, kebijakan sering bersifat ad-hoc, tidak terintegrasi, serta kurang mampu mengantisipasi tantangan global maupun kebutuhan lokal. Akibatnya, pertumbuhan industri cenderung stagnan, dengan sejumlah sektor bahkan mengalami kontraksi.
Secara keseluruhan, kedua jurnal menyimpulkan bahwa kelemahan utama kebijakan industri Indonesia adalah kurangnya konsistensi, koordinasi lintas sektor, dan keberpihakan nyata pada pelaku usaha. Untuk itu, dibutuhkan strategi industrialisasi yang lebih komprehensif, terintegrasi, serta berorientasi jangka panjang, dengan menekankan kolaborasi pemerintah swasta, penyediaan infrastruktur, serta keberlanjutan dalam menghadapi persaingan global.
NPM : 2213031083
Kedua jurnal menyoroti tantangan dan arah kebijakan industrialisasi di Indonesia yang masih menghadapi persoalan mendasar. Jurnal pertama oleh Ade Faisal (2019) menekankan bahwa pembangunan industri berbasis kawasan (aglomerasi) merupakan strategi utama pemerintah untuk pemerataan dan percepatan pertumbuhan industri. Namun, implementasinya terkendala kurangnya perencanaan matang, lemahnya minat investor, serta minimnya kolaborasi pemerintah dengan pelaku usaha. Studi ini menegaskan pentingnya feasibility study yang akurat, keterlibatan langsung pelaku usaha, serta pembelajaran dari praktik terbaik negara lain seperti Korea Selatan dan Taiwan. Faktor utama keberhasilan industrialisasi adalah koordinasi yang erat, tahapan pembangunan yang realistis, serta penyediaan infrastruktur yang memadai.
Sementara itu, jurnal kedua oleh Muchtar Ahmad (2009) mengulas lemahnya kebijakan industrialisasi Indonesia pascareformasi, yang ditandai oleh absennya strategi jelas, terjadinya deindustrialisasi, serta kurang efektifnya insentif pemerintah. Walaupun terdapat upaya melalui berbagai regulasi dan insentif fiskal, kebijakan sering bersifat ad-hoc, tidak terintegrasi, serta kurang mampu mengantisipasi tantangan global maupun kebutuhan lokal. Akibatnya, pertumbuhan industri cenderung stagnan, dengan sejumlah sektor bahkan mengalami kontraksi.
Secara keseluruhan, kedua jurnal menyimpulkan bahwa kelemahan utama kebijakan industri Indonesia adalah kurangnya konsistensi, koordinasi lintas sektor, dan keberpihakan nyata pada pelaku usaha. Untuk itu, dibutuhkan strategi industrialisasi yang lebih komprehensif, terintegrasi, serta berorientasi jangka panjang, dengan menekankan kolaborasi pemerintah swasta, penyediaan infrastruktur, serta keberlanjutan dalam menghadapi persaingan global.
Nama: Cindi Yosari Saragih
NPM: 2213031084
Kedua artikel yang ditelaah sama-sama menyoroti dinamika kebijakan industrialisasi di Indonesia, tetapi dengan fokus dan pendekatan yang berbeda. Artikel pertama (Muchtar Ahmad) menekankan pada ketiadaan strategi industrialisasi yang jelas pasca krisis 1998, sehingga arah kebijakan industri nasional cenderung tidak konsisten dan kurang antisipatif. Pemerintah seringkali memberikan insentif secara ad-hoc, tanpa peta jalan (roadmap) yang terintegrasi antara pemerintah pusat, daerah, maupun pelaku industri. Hal ini berdampak pada lambannya pertumbuhan sektor industri, tingginya ketergantungan pada impor, serta lemahnya daya saing industri nasional di pasar global. Artikel ini juga menyoroti pentingnya koordinasi kelembagaan dan sinergi antara kebijakan pemerintah serta inisiatif swasta, yang dalam praktiknya jarang terjadi di Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Timur seperti Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan.
Sementara itu, artikel kedua lebih menekankan pada analisis kebijakan pembangunan industri dengan pendekatan struktur-prilaku-kinerja (SCP). Artikel ini menguraikan bagaimana struktur pasar, perilaku industri, serta kinerjanya saling memengaruhi keberhasilan industrialisasi. Misalnya, konsentrasi industri, tingkat persaingan, dan efisiensi internal perusahaan akan berpengaruh pada penciptaan nilai tambah, kesempatan kerja, dan pertumbuhan ekonomi nasional. Artikel ini juga menyoroti bahwa kegagalan kebijakan sering kali dipengaruhi oleh lemahnya penyesuaian terhadap dinamika pasar, rendahnya dukungan teknologi, serta minimnya perlindungan terhadap industri kecil dan menengah. Dengan demikian, kedua artikel ini mengajarkan bahwa keberhasilan industrialisasi di Indonesia tidak hanya ditentukan oleh kebijakan yang dikeluarkan, tetapi juga oleh konsistensi, koordinasi antaraktor, serta sensitivitas terhadap struktur pasar dan dinamika sosial-ekonomi yang berkembang.
NPM: 2213031084
Kedua artikel yang ditelaah sama-sama menyoroti dinamika kebijakan industrialisasi di Indonesia, tetapi dengan fokus dan pendekatan yang berbeda. Artikel pertama (Muchtar Ahmad) menekankan pada ketiadaan strategi industrialisasi yang jelas pasca krisis 1998, sehingga arah kebijakan industri nasional cenderung tidak konsisten dan kurang antisipatif. Pemerintah seringkali memberikan insentif secara ad-hoc, tanpa peta jalan (roadmap) yang terintegrasi antara pemerintah pusat, daerah, maupun pelaku industri. Hal ini berdampak pada lambannya pertumbuhan sektor industri, tingginya ketergantungan pada impor, serta lemahnya daya saing industri nasional di pasar global. Artikel ini juga menyoroti pentingnya koordinasi kelembagaan dan sinergi antara kebijakan pemerintah serta inisiatif swasta, yang dalam praktiknya jarang terjadi di Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Timur seperti Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan.
Sementara itu, artikel kedua lebih menekankan pada analisis kebijakan pembangunan industri dengan pendekatan struktur-prilaku-kinerja (SCP). Artikel ini menguraikan bagaimana struktur pasar, perilaku industri, serta kinerjanya saling memengaruhi keberhasilan industrialisasi. Misalnya, konsentrasi industri, tingkat persaingan, dan efisiensi internal perusahaan akan berpengaruh pada penciptaan nilai tambah, kesempatan kerja, dan pertumbuhan ekonomi nasional. Artikel ini juga menyoroti bahwa kegagalan kebijakan sering kali dipengaruhi oleh lemahnya penyesuaian terhadap dinamika pasar, rendahnya dukungan teknologi, serta minimnya perlindungan terhadap industri kecil dan menengah. Dengan demikian, kedua artikel ini mengajarkan bahwa keberhasilan industrialisasi di Indonesia tidak hanya ditentukan oleh kebijakan yang dikeluarkan, tetapi juga oleh konsistensi, koordinasi antaraktor, serta sensitivitas terhadap struktur pasar dan dinamika sosial-ekonomi yang berkembang.
Nama : Eka Arinda
NPM : 2213031080
Hasil telaah kedua artikel, yaitu Muchtar Ahmad (2009) berjudul Analisis Kebijakan Industrialisasi di Indonesia Mutakhir dan Ade Faisal (2019) berjudul Analisis Kebijakan Pembangunan Industri Berbasis Aglomerasi (Kawasan Industri), sama-sama menyoroti persoalan kebijakan industri di Indonesia, namun dari sudut pandang dan fokus yang berbeda.
Artikel yang ditulis oleh Muchtar Ahmad menekankan bahwa setelah masa reformasi 1998, Indonesia belum memiliki arah dan strategi industrialisasi yang jelas. Hal ini terlihat dari lemahnya koordinasi antarinstansi, relokasi industri ke luar negeri, serta kurangnya investasi baru pada sektor industri pengolahan. Ahmad menilai bahwa kebijakan industri yang ada belum mampu mengantisipasi deindustrialisasi dan belum memberikan insentif yang memadai bagi pelaku usaha. Ia juga menyoroti pentingnya integrasi antara kebijakan pemerintah pusat dan daerah serta perlunya penguatan sektor agroindustri dan industri kecil menengah sebagai dasar pertumbuhan industri nasional yang berkelanjutan.
Sementara itu, artikel yang ditulis oleh Ade Faisal lebih menitikberatkan pada analisis kebijakan pembangunan industri melalui pendekatan kawasan atau aglomerasi industri. Faisal menjelaskan bahwa pengembangan 14 Kawasan Industri Prioritas (KIP) belum berjalan efektif karena minimnya perencanaan yang matang, keterlibatan investor, serta kurangnya dukungan infrastruktur. Ia menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah dan pelaku usaha, serta perlunya kebijakan yang didasarkan pada studi kelayakan yang akurat.
Secara keseluruhan, kedua artikel tersebut memberikan gambaran bahwa kebijakan industri di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, baik dari aspek perencanaan, koordinasi kelembagaan, maupun implementasi di lapangan. Ahmad menyoroti pentingnya arah kebijakan yang berlandaskan ideologi pembangunan dan partisipasi daerah, sedangkan Faisal lebih menekankan pada strategi implementasi pembangunan kawasan industri yang berdaya saing dan efisien.
NPM : 2213031080
Hasil telaah kedua artikel, yaitu Muchtar Ahmad (2009) berjudul Analisis Kebijakan Industrialisasi di Indonesia Mutakhir dan Ade Faisal (2019) berjudul Analisis Kebijakan Pembangunan Industri Berbasis Aglomerasi (Kawasan Industri), sama-sama menyoroti persoalan kebijakan industri di Indonesia, namun dari sudut pandang dan fokus yang berbeda.
Artikel yang ditulis oleh Muchtar Ahmad menekankan bahwa setelah masa reformasi 1998, Indonesia belum memiliki arah dan strategi industrialisasi yang jelas. Hal ini terlihat dari lemahnya koordinasi antarinstansi, relokasi industri ke luar negeri, serta kurangnya investasi baru pada sektor industri pengolahan. Ahmad menilai bahwa kebijakan industri yang ada belum mampu mengantisipasi deindustrialisasi dan belum memberikan insentif yang memadai bagi pelaku usaha. Ia juga menyoroti pentingnya integrasi antara kebijakan pemerintah pusat dan daerah serta perlunya penguatan sektor agroindustri dan industri kecil menengah sebagai dasar pertumbuhan industri nasional yang berkelanjutan.
Sementara itu, artikel yang ditulis oleh Ade Faisal lebih menitikberatkan pada analisis kebijakan pembangunan industri melalui pendekatan kawasan atau aglomerasi industri. Faisal menjelaskan bahwa pengembangan 14 Kawasan Industri Prioritas (KIP) belum berjalan efektif karena minimnya perencanaan yang matang, keterlibatan investor, serta kurangnya dukungan infrastruktur. Ia menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah dan pelaku usaha, serta perlunya kebijakan yang didasarkan pada studi kelayakan yang akurat.
Secara keseluruhan, kedua artikel tersebut memberikan gambaran bahwa kebijakan industri di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, baik dari aspek perencanaan, koordinasi kelembagaan, maupun implementasi di lapangan. Ahmad menyoroti pentingnya arah kebijakan yang berlandaskan ideologi pembangunan dan partisipasi daerah, sedangkan Faisal lebih menekankan pada strategi implementasi pembangunan kawasan industri yang berdaya saing dan efisien.
Nama : Binti Alviani
NPM : 2213031082
Hasil dari telaah kedua artikel membahas aspek penting terkait pembangunan industri di Indonesia dari dua perspektif berbeda namun saling terkait. Artikel pertama (oleh Muchtar Ahmad) mengulas kebijakan industrialisasi di Indonesia pasca krisis ekonomi 1998. Artikel ini menyoroti ketidakjelasan dan ketidakteraturan kebijakan industri, yang berdampak pada fenomena deindustrialisasi dan minimnya investasi baru. Kajian ini menekankan perlunya fokus pada industrialisasi yang berbasis pertanian menuju agroindustri serta manufaktur dengan strategi peningkatan produktivitas, daya beli, dan teknologi pertanian. Banyak industri kecil dan menengah berjuang dengan pasar terbatas dan kurangnya dukungan kebijakan yang antisipatif serta koordinasi antar sektor yang lemah. Ditekankan juga perlunya kelembagaan yang kuat dan koordinasi lintas sektor untuk mempercepat industrialisasi berkelanjutan di Indonesia.
Artikel kedua (oleh Ade Faisal dari Bappenas) menitikberatkan pada pengembangan kawasan industri (KI) sebagai strategi pemerataan dan peningkatan pertumbuhan sektor industri non-migas. Studi ini menunjukkan bahwa meskipun ada program pembangunan 14 KI prioritas di luar Jawa, implementasinya belum optimal karena perencanaan yang kurang matang, masalah perizinan, pembebasan lahan, dan rendahnya minat investor. Fokus dibahas pada pentingnya feasibility study yang akurat, keterlibatan pelaku usaha, dan sinergi antara pemerintah dan swasta untuk mengatasi kendala implementasi. Studi ini mencontohkan best practices dari Korea Selatan dan Taiwan yang berhasil melalui kebijakan industri yang terkoordinasi dan berorientasi kolaboratif dengan pelaku usaha. Rekomendasi utama ialah memperbaiki pola kebijakan industri agar lebih sistematis, inklusif, dan berorientasi pada tahapan pembangunan industri yang realistis.
Secara keseluruhan, kedua artikel menegaskan perlunya kebijakan industri yang jelas, terintegrasi, dan didukung oleh koordinasi intensif lintas pemangku kepentingan serta perencanaan strategis yang realistis. Fokus pada pengembangan agroindustri serta kawasan industri yang efisien dan menarik bagi investor merupakan kunci untuk mengejar pertumbuhan industri yang berkelanjutan dan pemerataan ekonomi di Indonesia.
NPM : 2213031082
Hasil dari telaah kedua artikel membahas aspek penting terkait pembangunan industri di Indonesia dari dua perspektif berbeda namun saling terkait. Artikel pertama (oleh Muchtar Ahmad) mengulas kebijakan industrialisasi di Indonesia pasca krisis ekonomi 1998. Artikel ini menyoroti ketidakjelasan dan ketidakteraturan kebijakan industri, yang berdampak pada fenomena deindustrialisasi dan minimnya investasi baru. Kajian ini menekankan perlunya fokus pada industrialisasi yang berbasis pertanian menuju agroindustri serta manufaktur dengan strategi peningkatan produktivitas, daya beli, dan teknologi pertanian. Banyak industri kecil dan menengah berjuang dengan pasar terbatas dan kurangnya dukungan kebijakan yang antisipatif serta koordinasi antar sektor yang lemah. Ditekankan juga perlunya kelembagaan yang kuat dan koordinasi lintas sektor untuk mempercepat industrialisasi berkelanjutan di Indonesia.
Artikel kedua (oleh Ade Faisal dari Bappenas) menitikberatkan pada pengembangan kawasan industri (KI) sebagai strategi pemerataan dan peningkatan pertumbuhan sektor industri non-migas. Studi ini menunjukkan bahwa meskipun ada program pembangunan 14 KI prioritas di luar Jawa, implementasinya belum optimal karena perencanaan yang kurang matang, masalah perizinan, pembebasan lahan, dan rendahnya minat investor. Fokus dibahas pada pentingnya feasibility study yang akurat, keterlibatan pelaku usaha, dan sinergi antara pemerintah dan swasta untuk mengatasi kendala implementasi. Studi ini mencontohkan best practices dari Korea Selatan dan Taiwan yang berhasil melalui kebijakan industri yang terkoordinasi dan berorientasi kolaboratif dengan pelaku usaha. Rekomendasi utama ialah memperbaiki pola kebijakan industri agar lebih sistematis, inklusif, dan berorientasi pada tahapan pembangunan industri yang realistis.
Secara keseluruhan, kedua artikel menegaskan perlunya kebijakan industri yang jelas, terintegrasi, dan didukung oleh koordinasi intensif lintas pemangku kepentingan serta perencanaan strategis yang realistis. Fokus pada pengembangan agroindustri serta kawasan industri yang efisien dan menarik bagi investor merupakan kunci untuk mengejar pertumbuhan industri yang berkelanjutan dan pemerataan ekonomi di Indonesia.
Nama: Mohamad Ghinau Thofadilah
NPM: 2213031098
Dalam jurnal pertama yang ditulis oleh Ade Faisal (2019) berjudul “Analisis Kebijakan Pembangunan Industri Berbasis Aglomerasi (Kawasan) Industri”, penulis membahas bagaimana kebijakan pembangunan industri di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan, terutama dalam pengembangan kawasan industri di luar Pulau Jawa. Jurnal ini menjelaskan bahwa program pemerintah sebenarnya sudah ada, seperti pengembangan 14 kawasan industri prioritas, tetapi pelaksanaannya belum efektif karena perencanaan dan persiapan yang kurang matang. Ade Faisal menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan pelaku usaha sejak tahap perencanaan agar kawasan industri benar-benar menarik bagi investor. Ia juga membandingkan pengalaman Korea Selatan dan Taiwan yang berhasil membangun industrinya lewat kebijakan yang terarah dan konsisten. Kesimpulannya, pembangunan kawasan industri di Indonesia harus berorientasi bisnis, melibatkan pelaku usaha, dan disertai kebijakan yang realistis sesuai tahapan perkembangan industri.
Sementara itu, jurnal kedua yang ditulis oleh Muchtar Ahmad (2009) berjudul “Analisis Kebijakan Industrialisasi di Indonesia Mutakhir” membahas kondisi industrialisasi Indonesia setelah krisis ekonomi 1998. Penulis menilai bahwa pemerintah belum memiliki arah kebijakan industri yang jelas, terlihat dari tidak sinkronnya berbagai peraturan dan lemahnya koordinasi antarinstansi. Banyak industri mengalami penurunan, bahkan terjadi gejala deindustrialisasi karena investor pindah ke negara lain. Muchtar Ahmad juga menyoroti perlunya kebijakan yang berpihak pada pengembangan agroindustri dan industri kecil daerah agar pemerataan ekonomi bisa tercapai. Ia membandingkan dengan Jepang dan Korea yang sukses karena koordinasi kuat antara pemerintah, pengusaha, dan pendidikan vokasi. Jurnal ini menegaskan bahwa Indonesia perlu kebijakan industri yang konsisten, terintegrasi, dan berbasis potensi daerah agar bisa bersaing di era global.
NPM: 2213031098
Dalam jurnal pertama yang ditulis oleh Ade Faisal (2019) berjudul “Analisis Kebijakan Pembangunan Industri Berbasis Aglomerasi (Kawasan) Industri”, penulis membahas bagaimana kebijakan pembangunan industri di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan, terutama dalam pengembangan kawasan industri di luar Pulau Jawa. Jurnal ini menjelaskan bahwa program pemerintah sebenarnya sudah ada, seperti pengembangan 14 kawasan industri prioritas, tetapi pelaksanaannya belum efektif karena perencanaan dan persiapan yang kurang matang. Ade Faisal menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan pelaku usaha sejak tahap perencanaan agar kawasan industri benar-benar menarik bagi investor. Ia juga membandingkan pengalaman Korea Selatan dan Taiwan yang berhasil membangun industrinya lewat kebijakan yang terarah dan konsisten. Kesimpulannya, pembangunan kawasan industri di Indonesia harus berorientasi bisnis, melibatkan pelaku usaha, dan disertai kebijakan yang realistis sesuai tahapan perkembangan industri.
Sementara itu, jurnal kedua yang ditulis oleh Muchtar Ahmad (2009) berjudul “Analisis Kebijakan Industrialisasi di Indonesia Mutakhir” membahas kondisi industrialisasi Indonesia setelah krisis ekonomi 1998. Penulis menilai bahwa pemerintah belum memiliki arah kebijakan industri yang jelas, terlihat dari tidak sinkronnya berbagai peraturan dan lemahnya koordinasi antarinstansi. Banyak industri mengalami penurunan, bahkan terjadi gejala deindustrialisasi karena investor pindah ke negara lain. Muchtar Ahmad juga menyoroti perlunya kebijakan yang berpihak pada pengembangan agroindustri dan industri kecil daerah agar pemerataan ekonomi bisa tercapai. Ia membandingkan dengan Jepang dan Korea yang sukses karena koordinasi kuat antara pemerintah, pengusaha, dan pendidikan vokasi. Jurnal ini menegaskan bahwa Indonesia perlu kebijakan industri yang konsisten, terintegrasi, dan berbasis potensi daerah agar bisa bersaing di era global.
Nama : Muhammad Zinedine Yazid Zidane Siregar
Npm : 2213031087
Kedua artikel membahas persoalan mendasar dalam kebijakan industrialisasi Indonesia, namun dari sudut pandang yang berbeda. Artikel Muchtar Ahmad (2009) menekankan bahwa industrialisasi Indonesia pascareformasi cenderung tidak memiliki arah strategi yang jelas. Ia menunjukkan lemahnya koordinasi kebijakan, minimnya insentif yang efektif, serta ketidaksiapan pemerintah menghadapi gejala deindustrialisasi, seperti relokasi pabrik dan menurunnya investasi industri pengolahan. Artikel ini juga menyoroti tidak sinkronnya kebijakan pusat–daerah dan kurangnya dukungan terhadap industri kecil, meski sektor tersebut sebenarnya memiliki peluang ekspor yang signifikan. Kelemahan perencanaan, inkonsistensi kebijakan, serta tidak adanya integrasi antara roadmap industri dengan kebutuhan nyata pelaku usaha menjadi isu sentral.
Sementara itu, artikel Ade Faisal (2019) berfokus pada pembangunan industri berbasis kawasan (aglomerasi). Ia mengkritisi kebijakan pengembangan 14 Kawasan Industri Prioritas (KIP) yang dinilai tidak siap dari sisi perencanaan, tata kelola, hingga ketertarikan investor. Penulis menekankan bahwa pembangunan kawasan industri seharusnya berangkat dari pendekatan fundamental sektor usaha, yaitu kemudahan menurunkan biaya produksi, meningkatkan nilai tambah, serta memperluas pasar. Studi ini juga menggarisbawahi perlunya analisis kelayakan yang matang, keterlibatan pelaku industri sejak awal, dan penetapan insentif yang realistis. Selain itu, best practices dari Korea Selatan dan Taiwan menunjukkan bahwa keberhasilan industrialisasi sangat bergantung pada kolaborasi pemerintah–swasta, tahapan pengembangan industri yang runtut, serta infrastruktur kawasan yang terintegrasi.
Secara keseluruhan, kedua artikel menegaskan bahwa masalah utama industrialisasi Indonesia adalah lemahnya perencanaan strategis, minimnya koordinasi, serta kebijakan yang tidak berbasis kebutuhan riil pelaku industri. Reformasi kebijakan yang lebih komprehensif dan terukur menjadi kunci keberhasilan pembangunan industri nasional.
Npm : 2213031087
Kedua artikel membahas persoalan mendasar dalam kebijakan industrialisasi Indonesia, namun dari sudut pandang yang berbeda. Artikel Muchtar Ahmad (2009) menekankan bahwa industrialisasi Indonesia pascareformasi cenderung tidak memiliki arah strategi yang jelas. Ia menunjukkan lemahnya koordinasi kebijakan, minimnya insentif yang efektif, serta ketidaksiapan pemerintah menghadapi gejala deindustrialisasi, seperti relokasi pabrik dan menurunnya investasi industri pengolahan. Artikel ini juga menyoroti tidak sinkronnya kebijakan pusat–daerah dan kurangnya dukungan terhadap industri kecil, meski sektor tersebut sebenarnya memiliki peluang ekspor yang signifikan. Kelemahan perencanaan, inkonsistensi kebijakan, serta tidak adanya integrasi antara roadmap industri dengan kebutuhan nyata pelaku usaha menjadi isu sentral.
Sementara itu, artikel Ade Faisal (2019) berfokus pada pembangunan industri berbasis kawasan (aglomerasi). Ia mengkritisi kebijakan pengembangan 14 Kawasan Industri Prioritas (KIP) yang dinilai tidak siap dari sisi perencanaan, tata kelola, hingga ketertarikan investor. Penulis menekankan bahwa pembangunan kawasan industri seharusnya berangkat dari pendekatan fundamental sektor usaha, yaitu kemudahan menurunkan biaya produksi, meningkatkan nilai tambah, serta memperluas pasar. Studi ini juga menggarisbawahi perlunya analisis kelayakan yang matang, keterlibatan pelaku industri sejak awal, dan penetapan insentif yang realistis. Selain itu, best practices dari Korea Selatan dan Taiwan menunjukkan bahwa keberhasilan industrialisasi sangat bergantung pada kolaborasi pemerintah–swasta, tahapan pengembangan industri yang runtut, serta infrastruktur kawasan yang terintegrasi.
Secara keseluruhan, kedua artikel menegaskan bahwa masalah utama industrialisasi Indonesia adalah lemahnya perencanaan strategis, minimnya koordinasi, serta kebijakan yang tidak berbasis kebutuhan riil pelaku industri. Reformasi kebijakan yang lebih komprehensif dan terukur menjadi kunci keberhasilan pembangunan industri nasional.
Nama: Zildjian Fitri
NPM: 2213031086
Jurnal 1:
Analisis Kebijakan Pembangunan Industri Berbasis Aglomerasi (Kawasan) Industri oleh Ade Faisal (2019) membahas tantangan pembangunan kawasan industri di Indonesia, khususnya di luar Pulau Jawa. Pemerintah sebenarnya telah menetapkan 14 kawasan industri prioritas, namun pengembangannya belum berjalan efektif. Keterbatasan infrastruktur, kesiapan lahan yang tidak optimal, serta lemahnya koordinasi antarinstansi menjadi hambatan utama. Ade Faisal menekankan bahwa perencanaan kawasan industri harus melibatkan pelaku usaha sejak awal agar kawasan tersebut benar-benar sesuai kebutuhan industri dan menarik bagi investor. Ia juga membandingkan pengalaman Korea Selatan dan Taiwan yang sukses mengembangkan industri melalui kebijakan yang konsisten dan terarah. Berdasarkan analisis tersebut, pembangunan kawasan industri di Indonesia perlu lebih berorientasi bisnis dan didukung kebijakan yang realistis sesuai tahap perkembangan industri.
Jurnal 2:
Analisis Kebijakan Industrialisasi di Indonesia Mutakhir oleh Muchtar Ahmad (2009) menyoroti kondisi industrialisasi Indonesia pascakrisis 1998. Penulis menilai bahwa pemerintah belum memiliki arah kebijakan industri yang jelas, terlihat dari aturan yang tidak sinkron dan lemahnya koordinasi antarinstansi. Kondisi tersebut menyebabkan penurunan kinerja industri dan munculnya gejala deindustrialisasi karena sebagian investor memilih pindah ke negara lain. Muchtar Ahmad juga menekankan pentingnya pengembangan agroindustri dan industri kecil daerah untuk pemerataan ekonomi. Ia membandingkan Indonesia dengan Jepang dan Korea yang mampu bertumbuh melalui koordinasi kuat antara pemerintah, pengusaha, dan pendidikan vokasi. Jurnal ini menyimpulkan bahwa Indonesia memerlukan kebijakan industri yang konsisten, terintegrasi, dan berbasis potensi daerah agar mampu bersaing secara global.
NPM: 2213031086
Jurnal 1:
Analisis Kebijakan Pembangunan Industri Berbasis Aglomerasi (Kawasan) Industri oleh Ade Faisal (2019) membahas tantangan pembangunan kawasan industri di Indonesia, khususnya di luar Pulau Jawa. Pemerintah sebenarnya telah menetapkan 14 kawasan industri prioritas, namun pengembangannya belum berjalan efektif. Keterbatasan infrastruktur, kesiapan lahan yang tidak optimal, serta lemahnya koordinasi antarinstansi menjadi hambatan utama. Ade Faisal menekankan bahwa perencanaan kawasan industri harus melibatkan pelaku usaha sejak awal agar kawasan tersebut benar-benar sesuai kebutuhan industri dan menarik bagi investor. Ia juga membandingkan pengalaman Korea Selatan dan Taiwan yang sukses mengembangkan industri melalui kebijakan yang konsisten dan terarah. Berdasarkan analisis tersebut, pembangunan kawasan industri di Indonesia perlu lebih berorientasi bisnis dan didukung kebijakan yang realistis sesuai tahap perkembangan industri.
Jurnal 2:
Analisis Kebijakan Industrialisasi di Indonesia Mutakhir oleh Muchtar Ahmad (2009) menyoroti kondisi industrialisasi Indonesia pascakrisis 1998. Penulis menilai bahwa pemerintah belum memiliki arah kebijakan industri yang jelas, terlihat dari aturan yang tidak sinkron dan lemahnya koordinasi antarinstansi. Kondisi tersebut menyebabkan penurunan kinerja industri dan munculnya gejala deindustrialisasi karena sebagian investor memilih pindah ke negara lain. Muchtar Ahmad juga menekankan pentingnya pengembangan agroindustri dan industri kecil daerah untuk pemerataan ekonomi. Ia membandingkan Indonesia dengan Jepang dan Korea yang mampu bertumbuh melalui koordinasi kuat antara pemerintah, pengusaha, dan pendidikan vokasi. Jurnal ini menyimpulkan bahwa Indonesia memerlukan kebijakan industri yang konsisten, terintegrasi, dan berbasis potensi daerah agar mampu bersaing secara global.