Diskusi

Diskusi

Number of replies: 3

Ekonomi digital merubah ekonomi global, memungkinkan industri kecil menjadi industri multinasional mikro dengan elastisitas dan dinamika yang mereka miliki. Hal ini memberi kesempatan yang lebih tinggi bagi para pemula untuk terlahir secara global, digitalisasi mendorong persaingan karena memungkinkan model bisnis yang inovatif dan memungkinkan perusahaan untuk meningkat dengan cepat. Puluhan juta perusahaan kecil dan menengah di seluruh dunia telah berubah menjadi eksportir dan bergabung dengan pasar e-commerce, dan bisa bersaing dengan perusahaan multinasional terbesar. (sumber: https://www.ristekbrin.go.id/kolom-opini/persaingan-di-era-globalisasi-dan-ekonomi-digital/)

Cobalah anda kemukakan  disini mengapa perkembangan ipteks tidak pernah lepas dari sektor ekonomi? Seberapa penting manusa perlu adaptasi dalam modernisasi ekonomi dan bagaimana upaya manusia agar tetap survive dalam kehidupan yang sangat dinamis dan tidak tergerus dalam digitalisasi ekonomi yang sangat pesat saat ini. Selanjutnya sebagai calon pengembang ips, bagaimana seharusnya pembelajaran ips dirancang agar peserta didik mampu memahami kondisi saat ini dan yang akan datang dalam konteks perubahan mikro dan makro ekonomi tersebut. Silakan dielaborasi dengan analisis yg komprehensif dari berbagai sumber.

In reply to First post

Re: Diskusi

HabibahHusnul 2523031006 གིས-
Nama: Habibah Husnul Khotimah
NPM: 2523031006

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (ipteks) tidak pernah lepas dari sektor ekonomi karena keduanya saling menggerakkan secara simultan: inovasi teknologi menciptakan efisiensi, produk baru, serta model bisnis yang meningkatkan produktivitas, sementara kebutuhan ekonomi seperti persaingan pasar, tuntutan konsumen, dan investasi industri, mendorong percepatan riset serta penerapan teknologi baru. Dalam konteks modernisasi ekonomi saat ini, manusia dituntut untuk beradaptasi secara cepat karena perubahan teknologi berjalan lebih cepat dibanding kemampuan kebijakan atau pendidikan dalam mempersiapkan tenaga kerja. Digitalisasi yang pesat, didorong oleh otomasi, kecerdasan buatan, serta ekonomi platform, telah menggeser jenis keterampilan yang dibutuhkan; bukan sekadar kemampuan teknis, tetapi juga literasi digital, kecakapan berpikir kritis, kolaborasi, pemecahan masalah, dan kemampuan belajar sepanjang hayat. Tanpa adaptasi ini, individu berisiko tertinggal dan tergerus dari dinamika pasar kerja yang semakin kompetitif dan berbasis teknologi.

Agar tetap mampu bertahan (survive) dalam kehidupan yang dinamis, manusia perlu melakukan pembelajaran berkelanjutan melalui peningkatan dan pengembangan keterampilan (reskilling dan upskilling), memanfaatkan peluang kerja fleksibel seperti wirausaha digital, serta membangun ketahanan ekonomi melalui manajemen keuangan yang bijak dan kesiapan menghadapi perubahan. Upaya adaptasi juga perlu didukung oleh lingkungan sosial dan kebijakan pemerintah melalui penyediaan pelatihan, jaminan sosial, dan infrastruktur digital yang merata. Namun adaptasi paling penting tetap berasal dari individu, yaitu kesediaan untuk membuka diri terhadap inovasi, menggunakan teknologi secara produktif, serta memahami risiko dan etika dalam ekonomi digital.

Sebagai calon pengembang pembelajaran IPS, penting untuk merancang pembelajaran yang tidak hanya memperkenalkan konsep mikro dan makro ekonomi, tetapi juga membantu peserta didik memahami realitas ekonomi masa kini dan tren yang akan datang. Pembelajaran harus bersifat interdisipliner, menggabungkan pemahaman ekonomi dengan teknologi, sosial, budaya, dan isu etika. Selain itu, pembelajaran harus berbasis kompetensi, mendorong literasi digital, kemampuan membaca data, serta pemikiran sistem dalam menganalisis perubahan ekonomi di tingkat lokal maupun global. Metode seperti project-based learning, studi kasus berbasis konteks daerah, simulasi pasar, serta analisis data sederhana perlu diintegrasikan agar siswa dapat menarik hubungan antara teori dan fenomena nyata, seperti perkembangan pasar digital, perubahan perilaku konsumen, atau dampak teknologi terhadap pekerjaan masyarakat. Dengan rancangan pembelajaran seperti ini, peserta didik bukan hanya memahami perubahan ekonomi, tetapi juga siap menghadapi tantangan dan peluang dalam ekonomi modern secara kritis, adaptif, dan berdaya saing.

Refrensi:
OECD, Employment Outlook / AI and labour market (2021–2023)
World Bank, Skills Development / Digital Skills pages & reports.
In reply to First post

Re: Diskusi

Ahmad Ridwan Syuhada གིས-
Perkembangan ipteks tidak pernah lepas dari sektor ekonomi karena keduanya memiliki hubungan simbiotik yang saling memperkuat. Ekonomi menjadi pendorong utama inovasi teknologi melalui investasi riset dan pengembangan, sementara ipteks menjadi enabler pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi. Sejak Revolusi Industri hingga era digital saat ini, setiap lompatan teknologi dari mesin uap, listrik, komputer, hingga AI selalu dimotivasi oleh kebutuhan ekonomi untuk mengoptimalkan produksi, menekan biaya, dan membuka pasar baru. Schumpeter menyebutnya sebagai "creative destruction" di mana inovasi teknologi menjadi motor penggerak kapitalisme. Negara-negara maju seperti AS, China, dan negara-negara Eropa mengalokasikan dana riset hingga 2-4% dari PDB mereka karena memahami bahwa investasi ipteks adalah kunci daya saing ekonomi global.

Adaptasi manusia dalam modernisasi ekonomi menjadi kebutuhan mendesak, bukan lagi pilihan. Pentingnya adaptasi terletak pada kenyataan bahwa digitalisasi ekonomi telah mengubah fundamental cara produksi, distribusi, dan konsumsi. World Economic Forum memperkirakan bahwa 65% anak-anak yang masuk sekolah dasar saat ini akan bekerja pada jenis pekerjaan yang belum ada sekarang. Untuk survive, manusia perlu mengembangkan literasi digital, critical thinking, kreativitas, dan kemampuan belajar sepanjang hayat (lifelong learning). Upaya konkret meliputi: reskilling dan upskilling melalui platform pembelajaran online, membangun adaptabilitas dan resiliensi mental, mengembangkan soft skills yang tidak tergantikan oleh AI seperti empati dan kolaborasi, serta memanfaatkan teknologi sebagai alat pemberdayaan bukan ancaman.

Sebagai calon pengembang IPS, pembelajaran perlu dirancang dengan pendekatan yang kontekstual, kritis, dan berorientasi masa depan. Pertama, kurikulum IPS harus mengintegrasikan literasi ekonomi digital, termasuk memahami e-commerce, fintech, cryptocurrency, dan sharing economy, bukan hanya teori ekonomi klasik. Kedua, menggunakan pedagogi konstruktivis dengan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) yang mengajak siswa menganalisis kasus nyata seperti dampak platform digital terhadap UMKM lokal atau perubahan pola konsumsi generasi Z. Ketiga, mengembangkan kemampuan berpikir kritis melalui analisis data ekonomi, membandingkan berbagai perspektif tentang globalisasi, dan mengevaluasi kebijakan ekonomi. Keempat, memanfaatkan teknologi pembelajaran seperti simulasi ekonomi digital, virtual field trip ke perusahaan startup, dan project-based learning yang melibatkan siswa membuat model bisnis digital sederhana. Kelima, menanamkan kesadaran tentang perubahan mikro ekonomi (perilaku konsumen digital, gig economy) dan makro ekonomi (perdagangan internasional digital, kebijakan fiskal di era digital). Pembelajaran IPS harus menghasilkan generasi yang tidak hanya memahami kondisi saat ini tetapi mampu mengantisipasi, beradaptasi, dan bahkan menjadi agen perubahan dalam transformasi ekonomi global yang terus berlangsung.

Sumber:
Schumpeter, J.A. (1942). Capitalism, Socialism and Democracy. New York: Harper & Brothers.
World Economic Forum. (2020). The Future of Jobs Report 2020. Geneva: World Economic Forum.
Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional. (2021). Persaingan di Era Globalisasi dan Ekonomi Digital. Diakses dari https://www.ristekbrin.go.id/kolom-opini/persaingan-di-era-globalisasi-dan-ekonomi-digital/
OECD. (2019). Measuring the Digital Transformation: A Roadmap for the Future. Paris: OECD Publishing.
In reply to First post

Re: Diskusi

Maria Ulfa Rara Ardhika གིས-
NAMA : MARIA ULFA RARA ARDHIKA
NPM: 2523031009

Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS) dalam beberapa dekade terakhir tidak pernah terlepas dari dinamika sektor ekonomi. Hal ini terjadi karena teknologi merupakan penggerak utama produktivitas, efisiensi, dan inovasi yang menentukan arah pertumbuhan ekonomi modern. Setiap kemajuan teknologi mulai dari otomasi, kecerdasan buatan, hingga digitalisasi layanan publik secara langsung membentuk cara manusia memproduksi, mendistribusikan, dan mengonsumsi barang serta jasa. OECD (2025) menegaskan bahwa inovasi teknologi adalah motor yang mempercepat transformasi struktur industri dan menciptakan nilai ekonomi baru di berbagai sektor. Sejalan dengan itu, berbagai laporan ekonomi global menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi jangka panjang sangat ditentukan oleh kemampuan suatu negara mengadopsi, mengembangkan, dan memanfaatkan teknologi informasi, komunikasi, serta inovasi digital (Fernández-Portillo et al., 2020).
Dalam dunia yang terus berubah, manusia berada pada posisi yang semakin dituntut untuk beradaptasi. Arus otomatisasi, penggunaan robotika, dan penetrasi kecerdasan buatan menyebabkan perubahan signifikan dalam lanskap pekerjaan. Beberapa jenis pekerjaan menghilang, banyak yang berubah, dan banyak pekerjaan baru muncul sebagai respon atas kebutuhan ekonomi digital. McKinsey & Company (2025) dan World Bank (2023) menunjukkan bahwa tanpa keterampilan baru dan kemampuan belajar berkelanjutan, kelompok pekerja sangat rentan kehilangan daya saing dalam ekonomi yang semakin menuntut kecakapan digital dan kognitif tingkat tinggi. Karena itu, adaptasi bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendasar agar manusia tetap mampu bertahan (survive) sekaligus memanfaatkan peluang dalam ekosistem ekonomi digital.
Upaya bertahan dalam ekonomi modern mensyaratkan tiga jenis kemampuan utama. Pertama, literasi digital dasar, yang meliputi kemampuan memahami perangkat digital, keamanan data, dan pemanfaatan teknologi untuk bekerja maupun berproduksi. Kedua, keterampilan kognitif tingkat tinggi seperti berpikir kritis, pemecahan masalah, dan kemampuan menganalisis data. Ketiga, keterampilan sosial-emosional seperti komunikasi, kolaborasi, dan adaptabilitas. World Bank (2021) menekankan bahwa kombinasi keterampilan teknis, kognitif, dan sosial merupakan fondasi penting untuk menghadapi perubahan pasar tenaga kerja dan kompleksitas ekonomi digital. Selain itu, keberhasilan adaptasi juga dipengaruhi oleh tersedianya pelatihan vokasi, program reskilling, akses internet yang setara, serta kebijakan pemerintah yang mendukung pembelajaran sepanjang hayat (UNESCO, 2023).
Fenomena ini dapat diamati secara konkret dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya para pelaku UMKM lokal di berbagai daerah, termasuk Lampung, yang mulai memanfaatkan platform e-commerce untuk memasarkan hasil kopi, keripik, atau produk olahan lainnya. Penguasaan strategi pemasaran digital menentukan apakah UMKM mampu bertahan dalam pasar yang kompetitif. Demikian pula, petani dan pembudidaya ikan pesisir harus belajar menggunakan aplikasi cuaca, sistem budidaya berbasis sensor, atau teknologi pengering hasil panen untuk meningkatkan nilai jual dan mengurangi risiko. Digitalisasi tidak hanya menciptakan persaingan baru, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi mereka yang mampu menyesuaikan diri.
Dalam konteks pendidikan, khususnya pendidikan IPS, perubahan besar pada sektor ekonomi dan teknologi menuntut adanya transformasi desain pembelajaran. Sebagai calon pengembang IPS, penting untuk merumuskan pembelajaran yang tidak hanya mengajarkan konsep-konsep ekonomi secara teoritis, tetapi juga memampukan peserta didik memahami realitas masa kini dan masa depan, baik dalam perspektif ekonomi mikro maupun ekonomi makro. OECD (2020), dalam What Students Learn Matters, menegaskan pentingnya kurikulum yang relevan dengan kebutuhan abad ke-21 sehingga siswa mampu memahami kompleksitas sosial-ekonomi global.
Pembelajaran IPS perlu diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, literasi digital, kemampuan membaca data ekonomi, dan kecakapan menganalisis fenomena sosial secara komprehensif. Dengan strategi pembelajaran berbasis masalah, siswa dapat mempelajari isu-isu nyata seperti digitalisasi UMKM di desa, dampak otomatisasi terhadap pekerjaan orang tua, ketimpangan akses digital, atau perubahan kebijakan fiskal dan moneter dalam ekonomi global. Pengalaman belajar seperti observasi lapangan, proyek kewirausahaan digital, analisis grafik ekonomi, dan diskusi kebijakan publik akan membantu peserta didik memahami bagaimana perubahan teknologi memengaruhi struktur ekonomi dan kehidupan sosial secara nyata. Pendekatan berbasis proyek ini juga selaras dengan rekomendasi OECD untuk pembelajaran bermakna, relevan, dan kontekstual (OECD, 2020).
Dengan demikian, hubungan erat antara IPTEKS dan ekonomi menandakan pentingnya adaptasi manusia terhadap modernisasi ekonomi. Dalam kehidupan yang semakin dinamis dan terdigitalisasi, manusia harus menjadi pembelajar sepanjang hayat agar mampu bertahan, berkembang, dan berperan aktif dalam menciptakan inovasi. Pendidikan IPS, melalui pendekatan yang kontekstual, kritis, dan berorientasi masa depan, menjadi ruang strategis untuk membentuk generasi yang siap menghadapi perubahan mikro maupun makro ekonomi serta berkontribusi terhadap kemajuan masyarakat secara berkelanjutan.

Referensi:
McKinsey & Company. (2025). Superagency in the workplace: Empowering people to unlock AI’s full potential. McKinsey Global Institute.
McKinsey & Company. (2024). We’re all techies now: Digital skill building for the future. McKinsey Global Institute.
OECD. (2025). Science, Technology and Innovation Outlook 2025. Organisation for Economic Co-operation and Development.
OECD. (2020). What Students Learn Matters: Towards a 21st Century Curriculum. Organisation for Economic Co-operation and Development.
Romer, P. (1990). Endogenous technological change. Journal of Political Economy, 98(5), S71–S102.
Lucas, R. (1988). On the mechanics of economic development. Journal of Monetary Economics, 22(1), 3–42.
Schumpeter, J. A. (1934). The theory of economic development. Harvard University Press.
World Bank. (2023). The vital role of digital skills in building an inclusive digital economy. World Bank Group.
World Bank. (2021). Digital skills: A framework for measuring digital competencies. World Bank Publications.
Fernández-Portillo, A., Almodóvar-González, M., & Hernández-Rojas, R. (2020). Impact of ICT development on economic growth. Sustainability, 12(9), 1–15.
UNESCO. (2023). Lifelong learning policies and practices in the digital era. UNESCO Publishing.