Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS) dalam beberapa dekade terakhir tidak pernah terlepas dari dinamika sektor ekonomi. Hal ini terjadi karena teknologi merupakan penggerak utama produktivitas, efisiensi, dan inovasi yang menentukan arah pertumbuhan ekonomi modern. Setiap kemajuan teknologi mulai dari otomasi, kecerdasan buatan, hingga digitalisasi layanan publik secara langsung membentuk cara manusia memproduksi, mendistribusikan, dan mengonsumsi barang serta jasa. OECD (2025) menegaskan bahwa inovasi teknologi adalah motor yang mempercepat transformasi struktur industri dan menciptakan nilai ekonomi baru di berbagai sektor. Sejalan dengan itu, berbagai laporan ekonomi global menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi jangka panjang sangat ditentukan oleh kemampuan suatu negara mengadopsi, mengembangkan, dan memanfaatkan teknologi informasi, komunikasi, serta inovasi digital (Fernández-Portillo et al., 2020).
Dalam dunia yang terus berubah, manusia berada pada posisi yang semakin dituntut untuk beradaptasi. Arus otomatisasi, penggunaan robotika, dan penetrasi kecerdasan buatan menyebabkan perubahan signifikan dalam lanskap pekerjaan. Beberapa jenis pekerjaan menghilang, banyak yang berubah, dan banyak pekerjaan baru muncul sebagai respon atas kebutuhan ekonomi digital. McKinsey & Company (2025) dan World Bank (2023) menunjukkan bahwa tanpa keterampilan baru dan kemampuan belajar berkelanjutan, kelompok pekerja sangat rentan kehilangan daya saing dalam ekonomi yang semakin menuntut kecakapan digital dan kognitif tingkat tinggi. Karena itu, adaptasi bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendasar agar manusia tetap mampu bertahan (survive) sekaligus memanfaatkan peluang dalam ekosistem ekonomi digital.
Upaya bertahan dalam ekonomi modern mensyaratkan tiga jenis kemampuan utama. Pertama, literasi digital dasar, yang meliputi kemampuan memahami perangkat digital, keamanan data, dan pemanfaatan teknologi untuk bekerja maupun berproduksi. Kedua, keterampilan kognitif tingkat tinggi seperti berpikir kritis, pemecahan masalah, dan kemampuan menganalisis data. Ketiga, keterampilan sosial-emosional seperti komunikasi, kolaborasi, dan adaptabilitas. World Bank (2021) menekankan bahwa kombinasi keterampilan teknis, kognitif, dan sosial merupakan fondasi penting untuk menghadapi perubahan pasar tenaga kerja dan kompleksitas ekonomi digital. Selain itu, keberhasilan adaptasi juga dipengaruhi oleh tersedianya pelatihan vokasi, program reskilling, akses internet yang setara, serta kebijakan pemerintah yang mendukung pembelajaran sepanjang hayat (UNESCO, 2023).
Fenomena ini dapat diamati secara konkret dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya para pelaku UMKM lokal di berbagai daerah, termasuk Lampung, yang mulai memanfaatkan platform e-commerce untuk memasarkan hasil kopi, keripik, atau produk olahan lainnya. Penguasaan strategi pemasaran digital menentukan apakah UMKM mampu bertahan dalam pasar yang kompetitif. Demikian pula, petani dan pembudidaya ikan pesisir harus belajar menggunakan aplikasi cuaca, sistem budidaya berbasis sensor, atau teknologi pengering hasil panen untuk meningkatkan nilai jual dan mengurangi risiko. Digitalisasi tidak hanya menciptakan persaingan baru, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi mereka yang mampu menyesuaikan diri.
Dalam konteks pendidikan, khususnya pendidikan IPS, perubahan besar pada sektor ekonomi dan teknologi menuntut adanya transformasi desain pembelajaran. Sebagai calon pengembang IPS, penting untuk merumuskan pembelajaran yang tidak hanya mengajarkan konsep-konsep ekonomi secara teoritis, tetapi juga memampukan peserta didik memahami realitas masa kini dan masa depan, baik dalam perspektif ekonomi mikro maupun ekonomi makro. OECD (2020), dalam What Students Learn Matters, menegaskan pentingnya kurikulum yang relevan dengan kebutuhan abad ke-21 sehingga siswa mampu memahami kompleksitas sosial-ekonomi global.
Pembelajaran IPS perlu diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, literasi digital, kemampuan membaca data ekonomi, dan kecakapan menganalisis fenomena sosial secara komprehensif. Dengan strategi pembelajaran berbasis masalah, siswa dapat mempelajari isu-isu nyata seperti digitalisasi UMKM di desa, dampak otomatisasi terhadap pekerjaan orang tua, ketimpangan akses digital, atau perubahan kebijakan fiskal dan moneter dalam ekonomi global. Pengalaman belajar seperti observasi lapangan, proyek kewirausahaan digital, analisis grafik ekonomi, dan
diskusi kebijakan publik akan membantu peserta didik memahami bagaimana perubahan teknologi memengaruhi struktur ekonomi dan kehidupan sosial secara nyata. Pendekatan berbasis proyek ini juga selaras dengan rekomendasi OECD untuk pembelajaran bermakna, relevan, dan kontekstual (OECD, 2020).
Dengan demikian, hubungan erat antara IPTEKS dan ekonomi menandakan pentingnya adaptasi manusia terhadap modernisasi ekonomi. Dalam kehidupan yang semakin dinamis dan terdigitalisasi, manusia harus menjadi pembelajar sepanjang hayat agar mampu bertahan, berkembang, dan berperan aktif dalam menciptakan inovasi. Pendidikan IPS, melalui pendekatan yang kontekstual, kritis, dan berorientasi masa depan, menjadi ruang strategis untuk membentuk generasi yang siap menghadapi perubahan mikro maupun makro ekonomi serta berkontribusi terhadap kemajuan masyarakat secara berkelanjutan.
Referensi:
McKinsey & Company. (2025). Superagency in the workplace: Empowering people to unlock AI’s full potential. McKinsey Global Institute.
McKinsey & Company. (2024). We’re all techies now: Digital skill building for the future. McKinsey Global Institute.
OECD. (2025). Science, Technology and Innovation Outlook 2025. Organisation for Economic Co-operation and Development.
OECD. (2020). What Students Learn Matters: Towards a 21st Century Curriculum. Organisation for Economic Co-operation and Development.
Romer, P. (1990). Endogenous technological change. Journal of Political Economy, 98(5), S71–S102.
Lucas, R. (1988). On the mechanics of economic development. Journal of Monetary Economics, 22(1), 3–42.
Schumpeter, J. A. (1934). The theory of economic development. Harvard University Press.
World Bank. (2023). The vital role of digital skills in building an inclusive digital economy. World Bank Group.
World Bank. (2021). Digital skills: A framework for measuring digital competencies. World Bank Publications.
Fernández-Portillo, A., Almodóvar-González, M., & Hernández-Rojas, R. (2020). Impact of ICT development on economic growth. Sustainability, 12(9), 1–15.
UNESCO. (2023). Lifelong learning policies and practices in the digital era. UNESCO Publishing.