Inti dari jurnal ini adalah bagaimana etika harus bersemayam di dalam hukum. Kita diajak melihat hubungan keduanya dalam tiga dimensi, yang paling menyentuh adalah perbandingan yang personal: jika hukum adalah bungkusnya, maka etika adalah isi atau substansi yang jauh lebih luas cakupannya. Etika adalah pagar preventif bagi perilaku kita, jauh sebelum tindakan itu menyentuh batas benar dan salah dalam hukum. Hal ini mengingatkan kita bahwa kepatuhan sejati pada hukum seharusnya bukan karena ketakutan akan sanksi, melainkan muncul dari kesadaran diri bahwa aturan itu memang baik dan perlu dipenuhi. Inilah esensi kemanusiaan dan moralitas yang dibutuhkan agar hukum tidak menjadi sekadar aturan kaku.
Lantas, apa yang menjadi pemandu utama dalam memilih nilai-nilai ini?
Jurnal ini memberikan jawaban tegas Pancasila. Pancasila adalah sumber nilai dan sumber etik yang menjadi roh yang menggerakkan hukum dan etika itu sendiri. Ia memastikan bahwa pilihan-pilihan dalam politik hukum kita mulai dari perencanaan hingga pembentukannya selalu selaras dengan cita-cita luhur bangsa. Ketika kita menempatkan Pancasila sebagai jiwa, hukum yang tercipta akan memiliki hati nurani, menjadikannya alat yang benar-benar mewujudkan keadilan sosial bagi kita semua.