Nama : Eris Ana Dita
Npm : 2413031017
1. Kritisi Keputusan PT Garuda Sejahtera
Pemilihan nilai wajar mengacu pada standar IFRS yang menekankan relevansi dan representasi yang wajar. Namun, keterbatasan pasar aktif pesawat di Indonesia menyulitkan penentuan nilai wajar yang akurat dan bisa dipertanggungjawabkan. Auditor menyoroti hal ini dan menyarankan penggunaan biaya historis yang lebih konservatif, sejalan dengan prinsip kehati-hatian dan reliabilitas dalam PSAK. Jika nilai wajar tidak mencerminkan kondisi pasar sebenarnya, maka informasi yang disajikan bisa menyesatkan dan justru mengurangi keandalan laporan keuangan. PT Garuda Sejahtera memilih kerangka konseptual IFRS yang menitikberatkan pada kebutuhan investor global, tetapi seharusnya tetap mempertimbangkan kerangka konseptual PSAK yang dirancang sesuai dengan konteks bisnis dan kondisi pasar Indonesia. Penggunaan nilai wajar tanpa meninjau kesesuaian dengan kondisi pasar dapat menimbulkan ketidaksesuaian antara nilai tercatat dan realitas ekonomi lokal.
2. Perbandingan kerangka konseptual PSAK dan IFRS dalam hal:
Tujuan laporan keuangan: PSAK bertujuan memberikan informasi yang berguna terutama bagi pengguna lokal seperti investor dan kreditur Indonesia, sedangkan IFRS berorientasi menyediakan informasi yang relevan dan dapat dipahami oleh pengguna global.
Karakteristik kualitatif informasi: PSAK menekankan relevansi, keandalan, daya banding, keterpahaman, dan prinsip kehati-hatian (konservatisme) yang kuat. IFRS fokus pada relevansi dan penyajian nilai wajar, dengan konservatisme yang lebih longgar.
Basis pengukuran: PSAK lebih mengutamakan biaya historis sebagai basis pengukuran yang konservatif, sementara IFRS mendorong penggunaan nilai wajar bila dapat diandalkan dan tersedia.
Asumsi entitas dan kelangsungan usaha: Kedua standar sama-sama mengasumsikan kelangsungan usaha, tetapi PSAK mempertimbangkan kondisi dan praktik bisnis di Indonesia, sedangkan IFRS lebih menyesuaikan dengan konteks pasar global.
3. Menurut saya Indonesia tidak sebaiknya mengikuti kerangka konseptual IFRS secara penuh tanpa penyesuaian lokal. Kematangan pasar modal Indonesia yang masih berkembang, keterbatasan infrastruktur akuntansi, dan karakteristik ekonomi serta sosial nasional membuat penerapan IFRS penuh berisiko menimbulkan ketidaksesuaian dan kesulitan praktis. Penggunaan nilai wajar dalam situasi pasar yang kurang aktif dapat mengurangi keandalan informasi keuangan. Selain itu, kebutuhan dan prioritas pengguna laporan di Indonesia berbeda dengan pengguna global, sehingga penyesuaian lokal tetap diperlukan untuk menjaga relevansi, kredibilitas, dan kemudahan pemahaman laporan keuangan oleh seluruh pemangku kepentingan domestik. Oleh karena itu, integrasi antara PSAK dan IFRS secara selektif dan terukur adalah solusi yang lebih tepat.