གནས་བསྐྱོད་བཟོ་མི་ Muhammad Eki Gilang Ramadhan Ramadhan

Muhammad Eki Gilang Ramadhan
2456031008
Mandiri B


Dalam pandangan saya, jurnal karya Galih Puji Mulyono dan Rizal Fatoni ini memberikan pandangan kritis tentang bagaimana seharusnya demokrasi di Indonesia berjalan sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, terutama sila keempat yang menekankan pentingnya musyawarah dan kebijaksanaan dalam perwakilan rakyat. Penulis menunjukkan bahwa pemilihan umum, khususnya di tingkat daerah, tidak seharusnya dipandang sebagai rutinitas administratif semata, melainkan harus menjadi sarana untuk menerapkan nilai-nilai luhur bangsa. Namun dalam praktiknya, demokrasi kita masih jauh dari ideal—terjadi banyak penyimpangan seperti manipulasi politik, dominasi elit partai, serta minimnya ruang bagi calon independen yang justru sering dihalangi dengan aturan yang rumit. Bahkan, partai politik yang seharusnya menjadi contoh pelaksanaan demokrasi justru kerap mengabaikan prinsip partisipasi dan musyawarah, karena keputusan penting seperti penunjukan calon pemimpin lebih sering ditentukan oleh segelintir orang di pucuk pimpinan. Di sisi lain, media sosial yang seharusnya menjadi ruang terbuka bagi pertukaran gagasan malah kerap digunakan untuk menyebarkan hoaks dan narasi kebencian. Menurut saya, demokrasi tidak cukup hanya dijalankan secara prosedural, tetapi juga harus dijalankan secara substansial, dengan mengedepankan nilai keadilan, keterbukaan, dan tanggung jawab sosial. Bila nilai-nilai ini benar-benar diterapkan, pemilu bisa menjadi wadah yang sehat untuk memperkuat kesatuan bangsa dan membentuk pemerintahan yang lebih etis dan berpihak pada rakyat.
Muhammad Eki Gilang Ramadhan
2456031008
Mandiri B


Yang saya tangkap dari video tersebut adalah bagaimana perjalanan demokrasi di Indonesia mengalami berbagai fase dengan karakteristik dan tantangannya masing-masing. Pada masa Revolusi Kemerdekaan, perkembangan demokrasi masih sangat terbatas karena fokus utama tertuju pada upaya mempertahankan kedaulatan negara. Ketika memasuki era Demokrasi Parlementer (1945–1959), Indonesia sempat menikmati masa keemasan demokrasi di mana prinsip-prinsip demokratis mulai diterapkan dalam kehidupan politik. Namun, sistem ini tidak bertahan lama karena dominasi politik aliran menyebabkan konflik yang sulit dikelola, ditambah lemahnya fondasi sosial ekonomi masyarakat. Selanjutnya, masa Demokrasi Terpimpin (1959–1965) ditandai oleh pertarungan sengit antar kekuatan politik utama, yang pada akhirnya mengikis dinamika demokrasi. Era Orde Baru membawa harapan baru di awal pemerintahannya, dengan janji pelibatan masyarakat dalam kekuasaan, namun kemudian berubah menjadi kekuasaan yang terpusat pada militer, khususnya ABRI. Reformasi yang dimulai tahun 1998 pasca lengsernya Presiden Soeharto menjadi titik balik penting. Meskipun demokrasi pasca-reformasi memberi ruang lebih luas bagi kebebasan sipil dan partisipasi publik, hingga kini sistem demokrasi Indonesia masih dalam proses pematangan dan pencarian identitas yang stabil.
Muhammad Eki Gilang Ramadhan
2456031008
Mandiri B

Menurut analisis saya dalam video tersebut, demokrasi memberikan ruang bagi pertukaran gagasan dan kebebasan berpendapat, meskipun seringkali tampak gaduh. Namun, yang terpenting adalah prosesnya tetap berjalan sesuai aturan. Banyak negara memilih sistem ini karena terbukti mampu menjaga stabilitas dan kesejahteraan jangka panjang. Selain itu, demokrasi dinilai efektif dalam menciptakan kesetaraan, mencegah konflik, dan mendorong partisipasi publik. Negara-negara demokratis juga cenderung memiliki perlindungan hak asasi manusia yang lebih baik dan angka harapan hidup yang lebih tinggi. Sejak 1980-an, jumlah negara yang menganut demokrasi terus meningkat. Meski begitu, demokrasi bukanlah sistem yang sempurna. Saat ini, demokrasi menghadapi tantangan serius, seperti munculnya pemimpin populis yang anti-ilmu pengetahuan, politisi yang alergi kritik, serta menurunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah dan partai politik, yang diperparah oleh kurangnya transparansi dalam kebijakan publik.