Posts made by Vivian Rizkiana Fauzi

Nama : Vivian Rizkiana Fauzi
NPM : 2415061002
Kelas : PSTI-D

Jurnal ini mengangkat persoalan penting seputar pelaksanaan demokrasi dalam pemilihan kepala daerah di Indonesia, yang ternyata belum sepenuhnya mencerminkan semangat sila keempat Pancasila: “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.” Secara konstitusional, Indonesia memang mengusung sistem hukum dan demokrasi berbasis Pancasila, tapi dalam praktiknya, pemilu daerah masih menyimpan banyak masalah.

Beberapa isu yang disoroti antara lain konflik internal di tubuh partai politik, rendahnya tingkat partisipasi masyarakat, dan sulitnya calon independen ikut serta dalam kontestasi politik. Meskipun kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat, proses penentuan calon sering kali masih elitis—dominan dikendalikan partai tanpa mekanisme aspiratif yang terbuka. Akibatnya, muncul budaya “hutang budi” yang justru menjauh dari semangat demokrasi sejati.

Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dan menekankan bahwa demokrasi Indonesia seharusnya tidak hanya soal prosedur pemilihan langsung, tapi juga mengakar pada nilai musyawarah dan kebijaksanaan. Sayangnya, calon independen masih dihadang berbagai rintangan, dan partai politik cenderung belum demokratis secara internal. Ditambah lagi, regulasi yang tumpang tindih dan penegakan hukum yang lemah memperparah keadaan.
NAMA : VIvian Rizkiana Fauzi
NPM : 2415061002
KELAS : PSTI-D

Video ini mengajak kita menelusuri perjalanan panjang demokrasi di Indonesia—dari masa awal kemerdekaan hingga era reformasi. Di awal revolusi, demokrasi masih sebatas wacana, belum banyak ruang bagi partisipasi rakyat. Tapi semuanya berubah saat era demokrasi parlementer (1945–1959) dimulai. Saat itu, semangat demokrasi benar-benar hidup: partai-partai tumbuh, suara rakyat mulai terdengar, dan sistem berjalan cukup terbuka. Sayangnya, kondisi itu tak bertahan lama. Persaingan politik yang terlalu sengit, lemahnya pondasi sosial-ekonomi, serta ketegangan antara Presiden Soekarno dan militer akhirnya menggagalkan eksperimen demokrasi ini.

Kemudian datang masa demokrasi terpimpin (1959–1965), yang justru diwarnai tarik-menarik kepentingan antara Soekarno, Angkatan Darat, dan PKI. Bukan ruang bebas berekspresi, tapi justru masa yang penuh tekanan politik. Lalu di era Orde Baru, awalnya sempat muncul harapan ketika kekuasaan mulai didistribusikan. Tapi harapan itu memudar ketika militer mengambil peran dominan, partai politik dibatasi, dan suara publik makin diredam.

Reformasi tahun 1998 jadi titik balik penting. Demokrasi mulai dibuka kembali, dengan semangat baru dan sistem yang lebih terbuka. Tapi seperti yang digambarkan dalam video, demokrasi pasca-reformasi ini belum sepenuhnya menemukan bentuk idealnya. Masih terus mencari jati diri, terombang-ambing antara semangat perubahan dan warisan masa lalu.