Posts made by Pandu Sahala Sitanggang

Nama: Pandu Sahala Sitanggang
NPM: 2415061089
Kelas: PSTI C

Video tersebut menyajikan gambaran kronologis perkembangan demokrasi Indonesia dari masa revolusi kemerdekaan hingga era reformasi. Pada masa revolusi kemerdekaan, demokrasi masih terbatas karena negara dalam situasi darurat dan fokus pada mempertahankan kemerdekaan. Masa demokrasi parlementer (1950–1959) disebut sebagai masa kejayaan demokrasi karena banyak elemen demokratis terwujud dalam praktik politik. Namun, sistem ini gagal karena dominasi politik aliran, lemahnya struktur sosial ekonomi, dan kolaborasi antara Presiden Soekarno dan ABRI yang tidak mendukung mekanisme demokratis. Masa berikutnya, demokrasi terpimpin (1959–1965), ditandai dengan sentralisasi kekuasaan di tangan Soekarno, serta ketegangan antara tiga kekuatan besar: ABRI, Soekarno, dan PKI, yang pada akhirnya memunculkan instabilitas politik.

Masuk ke masa Orde Baru, demokrasi mengalami pembatasan drastis. ABRI mengambil peran dominan, keputusan politik tersentralisasi, serta partai politik dan organisasi masyarakat sipil berada dalam kendali pemerintah. Demokrasi menjadi hanya simbolik, karena praktiknya sangat otoriter dan monolitik. Reformasi 1998 menjadi titik balik bagi demokrasi Indonesia. Dalam era reformasi, sistem demokrasi Pancasila ditegakkan dengan karakteristik lebih terbuka, seperti pelaksanaan pemilu yang lebih demokratis, adanya rotasi kekuasaan dari pusat hingga desa, dan rekrutmen politik yang lebih transparan. Selain itu, kebebasan berpendapat pun lebih dijamin. Meskipun masih terdapat tantangan, masa reformasi menunjukkan upaya serius untuk mengembalikan demokrasi yang sejati sesuai nilai-nilai Pancasila.
Nama: Pandu Sahala Sitanggang
NPM: 2415061089
Kelas: PSTI C

Jurnal ini mengkaji bagaimana nilai-nilai sila keempat Pancasila “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan” seharusnya mewarnai sistem demokrasi di Indonesia, khususnya dalam konteks pemilihan kepala daerah. Penulis menegaskan bahwa pemilu adalah manifestasi nyata dari demokrasi, namun implementasi demokrasi di Indonesia masih belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Hal ini terlihat dari berbagai masalah seperti dominasi partai politik, rendahnya partisipasi pemilih, serta sulitnya calon independen untuk maju karena syarat yang berat. Kondisi ini menunjukkan lemahnya realisasi prinsip musyawarah, keadilan, dan keterwakilan sebagaimana terkandung dalam sila keempat.

Lebih lanjut, jurnal ini juga mengkritisi praktik internal partai politik yang tidak demokratis, seperti mekanisme penunjukan calon kepala daerah oleh elite partai secara sepihak tanpa melibatkan proses deliberatif. Praktik semacam ini tidak hanya mencederai semangat demokrasi, tetapi juga membuka ruang bagi "hutang budi politik" yang dapat mengorbankan kepentingan rakyat. Kesimpulan jurnal ini menekankan bahwa untuk menjaga integritas demokrasi Indonesia, terutama dalam pemilu daerah, maka pengamalan nilai sila keempat Pancasila harus dikedepankan secara nyata, bukan sekadar simbolik atau prosedural.