Kiriman dibuat oleh Kanaya Traylingga Pratama

Nama : Kanaya Traylingga Pratama
NPM : 2415061059
Kelas : PSTI D

Jurnal "Demokrasi sebagai Wujud Nilai-Nilai Sila Keempat Pancasila dalam Pemilihan Umum Daerah di Indonesia" membahas bagaimana nilai-nilai yang terkandung dalam sila keempat Pancasila seharusnya tercermin dalam praktik pemilihan umum, khususnya pemilihan kepala daerah (pilkada). Sila keempat "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan" mengandung makna bahwa setiap keputusan politik harus dilandasi oleh kebijaksanaan melalui proses musyawarah, bukan sekadar hasil dari mekanisme suara terbanyak. Dalam konteks negara hukum seperti Indonesia, pelaksanaan pemilu seharusnya menjadi cerminan dari semangat demokrasi yang adil dan bermartabat, sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila.

Namun, dalam praktiknya, pelaksanaan pilkada di Indonesia masih menyimpan banyak persoalan yang bertolak belakang dengan nilai demokrasi Pancasila. Jurnal ini menyoroti berbagai masalah, mulai dari maraknya kecurangan, politik uang, kampanye hitam, hingga ketimpangan dalam pencalonan calon independen yang harus memenuhi syarat berat untuk bisa maju. Selain itu, partai politik sebagai pilar penting demokrasi sering kali tidak mencerminkan nilai musyawarah karena pencalonan kepala daerah banyak ditentukan oleh elit partai tanpa proses yang transparan. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan demokrasi di tingkat daerah belum sepenuhnya menggambarkan semangat “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan.”

Jurnal ini juga menekankan pentingnya peran partai politik dalam mewujudkan demokrasi yang sehat dan sesuai dengan Pancasila. Penulis mengkritisi bahwa sebagian besar partai di Indonesia masih belum menjalankan prinsip demokrasi internal. Banyak keputusan strategis diambil secara sepihak oleh pimpinan partai, tanpa keterlibatan aktif dari anggota. Keadaan ini bisa melemahkan integritas demokrasi dan membuka peluang munculnya konflik kepentingan serta budaya “hutang budi” politik. Oleh karena itu, jurnal ini mendorong adanya pembenahan sistem pemilu dan reformasi internal partai politik agar nilai-nilai demokrasi yang terkandung dalam Pancasila benar-benar bisa diterapkan secara nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
NAMA : Kanaya Traylingga Pratama
NPM : 2415061059
KELAS : PSTI-D

Video tersebut menggambarkan perjalanan panjang dan dinamis demokrasi di Indonesia sejak kemerdekaan. Setelah Indonesia merdeka, masa Demokrasi Parlementer (1945–1959) menjadi fase awal yang menjanjikan bagi demokrasi. Pada periode ini, banyak partai politik bermunculan dan terjadi diskusi politik yang hidup di parlemen. Namun, meski masa ini dikenal sebagai masa keemasan demokrasi, ia berakhir karena tantangan stabilitas politik dan lemahnya pemerintahan.

Setelah itu, Indonesia memasuki fase Demokrasi Terpimpin (1959–1965), yang ditandai dengan meningkatnya ketegangan antara kekuatan politik utama: militer, Presiden Soekarno, dan Partai Komunis Indonesia. Ketegangan ini menciptakan dinamika politik yang tajam dan mengakhiri masa demokrasi yang terbuka. Lalu, muncul Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto, yang awalnya menjanjikan stabilitas dan pembangunan. Namun, kekuasaan dengan cepat terpusat, militer menjadi dominan, dan kebebasan politik semakin terbatas.

Titik balik demokrasi terjadi pada tahun 1998 dengan jatuhnya Orde Baru dan lahirnya Era Reformasi. Pada era ini, demokrasi Indonesia mengalami kemajuan signifikan: pemilu menjadi lebih bebas dan adil, kekuasaan bisa berganti secara damai, dan kesempatan politik terbuka bagi banyak pihak. Namun, video ini menegaskan bahwa perjalanan demokrasi Indonesia belum selesai. Proses konsolidasi masih berlangsung, dan bangsa ini masih berusaha menemukan bentuk demokrasi yang paling cocok untuknya, di tengah berbagai tantangan dan dinamika yang terus muncul.
NAMA : Kanaya Traylingga Pratama
NPM : 2415061059
KELAS : PSTI-D

Jurnal ini mengangkat kenyataan bahwa demokrasi di Indonesia masih sebatas formalitas. Pemilu yang seharusnya menjadi ajang rakyat menentukan masa depan, justru belum benar-benar menghasilkan pemerintahan yang mewakili kebutuhan dan harapan masyarakat. Masih banyak masalah seperti konflik sosial, perpecahan karena perbedaan identitas, dan partisipasi warga yang hanya sebatas datang ke TPS. Ini menunjukkan bahwa demokrasi kita belum menyentuh hal-hal penting seperti keadilan sosial dan transparansi pemerintahan masalah yang juga dialami oleh banyak negara berkembang lainnya.

Salah satu hal paling menonjol dalam jurnal ini adalah soal politisasi identitas. Dalam Pemilu 2019, isu agama dan suku digunakan sebagai alat kampanye, bukan sebagai bagian dari visi misi yang membangun. Akibatnya, masyarakat makin terbelah, saling curiga, bahkan bermusuhan hanya karena berbeda pilihan politik. Strategi seperti ini memang bisa efektif untuk mengumpulkan suara, tapi sangat berbahaya untuk persatuan bangsa dalam jangka panjang. Jurnal ini dengan tegas menunjukkan bagaimana pendekatan seperti itu merusak fondasi demokrasi yang sehat.

Masalah lainnya adalah lemahnya peran partai politik dan birokrasi. Banyak partai hanya mengandalkan figur populer tanpa membina kader atau menawarkan ideologi yang jelas. Birokrasi pun belum sepenuhnya netral, kadang ikut terlibat dalam politik praktis. Ini membuat proses demokrasi jadi rawan disalahgunakan untuk kepentingan segelintir orang. Penulis mengajak semua pihak untuk ikut membenahi demokrasi kita dari partai, pemerintah, penyelenggara pemilu, hingga masyarakat. Meski begitu, jurnal ini akan lebih kuat lagi jika juga menyertakan solusi nyata yang bisa langsung diterapkan.

NAMA : Kanaya Traylingga Pratama
NPM : 2415061059
KELAS : PSTI D

Berikut adalah hasil analisis saya terkait video "Demokrasi Itu Gaduh, tapi Kenapa Bertahan dan Dianut Banyak Negara? | Narasi Newsroom" dalam video yang membahas terkait demokrasi tersebut dijelaskan bahwa demokrasi adalah sistem negara yang dapat menimbulkan kegaduhan pada masyarakatnya, karena dalam sistem demokrasi sendiri membebaskan pendapat serta pernyataan silang. menurut Adi Prayitno dalam video tersebut menegaskan bahwa "Demokrasi itu memang tempat orang berisik. tempat orang ribut. yang penting ributnya masih dalam konteks koridor prosedural demokrasi." Jelasnya. yang saya tangkap dari pernyataannya adalah berisik atau berdebat itu memang penting untuk demokrasi agar tidak memberatkan satu pihak saja sehingga keadilan tetap terjamin.

Dalam video juga dijelaskan alasan utama mengapa banyak negara tetap memilih sistem ini padahal terdapat keberisikan di dalamnya adalah karena sistem ini di anggap paling efektif untuk mempertahankan keamanan dan kemakmuran jangka panjang suatu negara karena dapat mewujudkan kesetaraan, mengurangi konflik, dan meningkatkan partisipasi publik.
Dalam video juga menjabarkan beberapa data yang menyatakan bahwa negara yang menganut sistem demokrasi cenderung mempunyai angka harapan hidup, dan penegakan ham yang lebih tinggi. namun akhir akhir ini sistem demokrasi telah banyak melenceng dari apa yang di harapkan. Pendapat saya pribadi demokrasi adalah sistem yang sangat bagus, karena dapat membawa dampak positif. Namun, harus dijalankan dengan prosedur yang benar dan tidak terdapat kejelekan di dalam pelaksanaannya. Sistem ini akan sangat efisien jika SDM serta pemerintahannya bagus.