Kiriman dibuat oleh Elsa Triananda

MPPE B2025 -> CASE STUDY

oleh Elsa Triananda -
nama :elsa triananda
npm :2313031053
kelas :B
1. Identifikasi Masalah Penelitian
Masalah utama yang dapat diidentifikasi dari kasus tersebut adalah penurunan jumlah mahasiswa baru selama tiga tahun terakhir, meskipun universitas telah melakukan berbagai upaya promosi secara intensif. Fenomena ini menunjukkan adanya kesenjangan antara harapan (meningkatnya jumlah mahasiswa melalui promosi) dan kenyataan (penurunan pendaftar). Dengan demikian, masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai:

>Mengapa promosi besar-besaran yang dilakukan universitas belum berhasil meningkatkan jumlah mahasiswa baru?

Masalah ini penting diteliti karena berkaitan langsung dengan strategi pemasaran pendidikan, efektivitas komunikasi promosi, serta citra dan daya saing universitas di mata calon mahasiswa.

2. Variabel Penelitian dan Jenisnya

Untuk mengkaji masalah tersebut, dapat ditetapkan beberapa variabel penelitian sebagai berikut:

Variabel Independen (X):

Efektivitas promosi universitas (melalui media sosial, pameran, dan kerja sama dengan sekolah).
→ Variabel ini berperan sebagai faktor yang memengaruhi perubahan terhadap variabel lain, yaitu jumlah mahasiswa baru.

Variabel Dependen (Y):

Minat atau keputusan calon mahasiswa untuk mendaftar ke universitas tersebut.
→ Variabel ini merupakan hasil atau akibat dari pengaruh variabel independen.

Selain itu, peneliti juga dapat menambahkan variabel moderator atau intervening, seperti:

citra universitas (moderator) → memperkuat atau memperlemah pengaruh efektivitas promosi terhadap keputusan pendaftaran.
Kesesuaian program studi dengan kebutuhan pasar kerja (intervening) → menjembatani hubungan antara promosi dan keputusan pendaftaran.

3. Paradigma Penelitian yang Paling Tepat

Paradigma yang paling tepat digunakan adalah paradigma positivistik

Alasannya:
1. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan sebab-akibat antara efektivitas promosi dengan minat atau keputusan calon mahasiswa. Paradigma positivistik cocok karena menekankan pada pengukuran variabel yang dapat diobservasi dan diuji secara empiris.
2. Penelitian ini dapat dilakukan dengan pendekatan kuantitati, misalnya melalui survei terhadap calon mahasiswa, siswa SMA, atau pihak sekolah untuk mengukur seberapa besar pengaruh promosi terhadap keputusan memilih universitas.
3. Paradigma ini memungkinkan analisis statistik yang objektif guna menghasilkan rekomendasi strategis berbasis data, sesuai kebutuhan universitas dalam pengambilan kebijakan.

Namun, jika universitas ingin memahami persepsi, pengalaman, dan alasan subjektif calon mahasiswa dalam memilih perguruan tinggi, paradigma interpretif juga dapat digunakan sebagai pelengkap dalam penelitian lanjutan dengan pendekatan kualitatif.

4. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Rumusan Masalah:

> “Apakah efektivitas promosi melalui media sosial, pameran pendidikan, dan kerja sama sekolah berpengaruh terhadap minat calon mahasiswa untuk mendaftar di universitas?”

Pertanyaan Penelitian:

> “Sejauh mana kegiatan promosi yang dilakukan universitas memengaruhi keputusan calon mahasiswa dalam memilih perguruan tinggi?”

MPPE B2025 -> Membuat summary e journal

oleh Elsa Triananda -
NAMA :ELSA TRIANANDA
NPM :2313031053
KELAS :B

Artikel karya Charles Kivunja dan Ahmed Bawa Kuyini (2017) berjudul “Understanding and Applying Research Paradigms in Educational Contexts” membahas secara mendalam tentang makna dan penerapan paradigma penelitian dalam bidang pendidikan. Penulis menjelaskan bahwa paradigma merupakan kerangka berpikir yang memandu peneliti dalam memahami realitas, menentukan cara memperoleh pengetahuan, serta memilih pendekatan metodologis yang relevan. Paradigma menjadi dasar filosofis yang membentuk cara berpikir peneliti sejak proses perumusan masalah hingga penarikan kesimpulan hasil penelitian.Menurut Kivunja dan Kuyini, paradigma penelitian terdiri dari empat komponen utama, yaitu ontologi, epistemologi, metodologi, dan aksiologi. Ontologi berkaitan dengan pandangan peneliti terhadap hakikat realitas—apakah realitas bersifat objektif, tunggal, dan dapat diukur, atau justru bersifat ganda dan dibentuk oleh pengalaman subjektif manusia. Epistemologi menjelaskan bagaimana peneliti memperoleh pengetahuan, apakah melalui observasi empiris, pengalaman langsung, atau hasil refleksi sosial. Sementara itu, metodologi berkaitan dengan pendekatan sistematis yang digunakan peneliti untuk memperoleh data dan menjawab pertanyaan penelitian. Aksiologi menekankan pentingnya nilai, etika, dan tanggung jawab moral peneliti dalam proses penelitian.Penulis juga menguraikan bahwa dalam perkembangan ilmu sosial dan pendidikan, terjadi perdebatan panjang yang dikenal dengan istilah “paradigm wars”, yaitu perbedaan pandangan di antara para peneliti mengenai paradigma yang dianggap paling tepat digunakan. Meskipun demikian, saat ini terdapat empat paradigma utama yang banyak digunakan dalam penelitian pendidikan, yaitu positivistik, interpretivistik (atau konstruktivistik), kritis (transformative), dan pragmatik. Paradigma positivistik menekankan metode ilmiah, pengukuran objektif, serta analisis statistik untuk menemukan hukum umum yang berlaku. Sebaliknya, paradigma interpretivistik berfokus pada pemahaman makna subjektif dari pengalaman manusia dalam konteks sosial tertentu. Paradigma kritis digunakan untuk mengungkap ketidakadilan sosial dan mendorong perubahan struktural melalui penelitian partisipatif. Adapun paradigma pragmatik menggabungkan unsur kualitatif dan kuantitatif dengan prinsip “what works”, yakni memilih metode yang paling efektif untuk mencapai tujuan penelitian.

Kivunja dan Kuyini menegaskan bahwa pemilihan paradigma memiliki implikasi langsung terhadap rancangan penelitian, metode pengumpulan data, serta cara peneliti menginterpretasikan temuan. Misalnya, penelitian yang berlandaskan paradigma positivistik akan menggunakan survei atau eksperimen, sedangkan penelitian interpretivistik lebih tepat menggunakan studi kasus, wawancara mendalam, atau fenomenologi. Paradigma kritis umumnya digunakan dalam penelitian tindakan sosial, sementara paradigma pragmatik memungkinkan penggunaan metode campuran agar hasil penelitian lebih komprehensif.Secara keseluruhan, artikel ini menekankan bahwa pemahaman terhadap paradigma penelitian bukan sekadar aspek teoritis, melainkan fondasi intelektual yang menjamin konsistensi antara tujuan, metode, dan hasil penelitian. Peneliti yang memahami paradigma secara mendalam akan mampu merancang penelitian yang relevan, etis, dan memberikan kontribusi nyata terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam konteks pendidikan.

MPPE B2025 -> CASE STUDY

oleh Elsa Triananda -
NAMA :ELSA TRIANANDA
NPM :2313031053
KELAS :B

Analisis Pendekatan dan Prosedur Penelitian

Penelitian yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Media Digital Interaktif terhadap Motivasi Belajar Siswa Selama Pembelajaran Daring” bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel penggunaan media pembelajaran berbasis teknologi dengan tingkat motivasi belajar siswa. Berdasarkan fokus dan tujuan penelitian tersebut, pendekatan kuantitatif dinilai paling sesuai untuk digunakan. Pendekatan ini berorientasi pada pengumpulan dan analisis data dalam bentuk angka, serta digunakan untuk menguji hipotesis yang menjelaskan hubungan sebab-akibat antarvariabel.

Pendekatan kuantitatif dipilih karena penelitian ini menekankan pada upaya mengukur seberapa besar pengaruh media digital interaktif terhadap motivasi belajar siswa. Melalui instrumen berupa angket dengan skala Likert, data yang diperoleh dapat diolah secara statistik untuk mengetahui kekuatan hubungan antarvariabel. Selain itu, pendekatan ini memungkinkan hasil penelitian digeneralisasikan pada populasi yang lebih luas. Walaupun demikian, peneliti juga dapat mempertimbangkan pendekatan campuran (mixed methods) jika ingin memperdalam analisis dengan menelusuri faktor-faktor penyebab melalui wawancara atau observasi mendalam.

Langkah pertama yang harus dilakukan peneliti adalah mengidentifikasi dan merumuskan masalah. Dalam konteks ini, masalah yang muncul ialah adanya kesenjangan antara kondisi ideal—yakni motivasi belajar siswa yang tinggi selama pembelajaran daring—dengan kenyataan bahwa motivasi siswa cenderung menurun. Rumusan masalah yang dapat diajukan misalnya: “Apakah penggunaan media digital interaktif berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa selama pembelajaran daring?”

Tahap berikutnya adalah kajian teori dan penelitian terdahulu. Pada tahap ini, peneliti menelaah teori motivasi belajar (seperti teori ARCS atau teori self-determination) dan teori pembelajaran digital sebagai landasan konseptual. Kajian pustaka bertujuan untuk membangun kerangka berpikir yang logis serta memperkuat arah penelitian. Setelah itu, peneliti menyusun hipotesis yang bersifat sementara, seperti: “Penggunaan media digital interaktif berpengaruh positif terhadap motivasi belajar siswa.”

Selanjutnya, peneliti menentukan populasi dan sampel penelitian, misalnya siswa SMA jurusan IPS yang mengikuti pembelajaran daring. Teknik pengambilan sampel dapat disesuaikan dengan kondisi, seperti random sampling atau purposive sampling. Kemudian peneliti menyusun instrumen penelitian berupa kuesioner. Variabel bebas (X) yaitu penggunaan media digital interaktif dapat diukur melalui indikator seperti kemudahan akses, keterlibatan siswa, dan daya tarik tampilan. Variabel terikat (Y) yakni motivasi belajar, dapat diukur dengan indikator perhatian, relevansi, kepercayaan diri, dan kepuasan (berdasarkan model ARCS).

Setelah instrumen disusun, dilakukan uji validitas dan reliabilitas untuk memastikan alat ukur tersebut akurat dan konsisten. Uji validitas dapat menggunakan korelasi Pearson Product Moment, sedangkan reliabilitas dapat diuji menggunakan koefisien Cronbach’s Alpha. Item pertanyaan yang tidak valid atau tidak reliabel perlu direvisi atau dihapus agar instrumen layak digunakan dalam penelitian utama.

Tahap selanjutnya adalah pengumpulan data dengan menyebarkan kuesioner secara daring melalui media seperti Google Form. Setelah data terkumpul, dilakukan analisis data menggunakan teknik statistik, misalnya uji regresi linier sederhana untuk mengukur pengaruh antara variabel X dan Y. Hasil analisis kemudian diinterpretasikan secara ilmiah, diikuti dengan pembahasan berdasarkan teori yang relevan.

Dalam tahap akhir, peneliti menyusun kesimpulan dan saran. Kesimpulan disusun berdasarkan hasil uji statistik yang menunjukkan ada atau tidaknya pengaruh signifikan antara penggunaan media digital interaktif dan motivasi belajar. Saran diberikan bagi guru, sekolah, atau peneliti lain agar dapat mengembangkan strategi pembelajaran digital yang lebih efektif dan menarik.

Selama pelaksanaan penelitian, terdapat beberapa potensi kendala, seperti kurangnya keseriusan responden dalam mengisi kuesioner, keterbatasan akses internet, serta kesulitan memperoleh sampel yang representatif. Untuk mengatasinya, peneliti perlu memberikan instruksi yang jelas, menjaga kerahasiaan jawaban, memilih platform survei yang ringan, serta memastikan ukuran sampel yang cukup besar agar hasil penelitian lebih akurat.

Dengan demikian, penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang bersifat eksplanatori karena bertujuan menguji pengaruh antarvariabel. Melalui prosedur penelitian yang sistematis—mulai dari perumusan masalah, penyusunan instrumen yang valid dan reliabel, hingga analisis data secara statistik—penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi empiris terhadap peningkatan efektivitas pembelajaran daring, khususnya dalam bidang Pendidikan Ekonomi.

MPPE B2025 -> Summary

oleh Elsa Triananda -
nama : elsa triananda
npm :2313031053
kelas :b

Perumusan Masalah Penelitian

Modul ini membahas secara komprehensif hakikat, proses, serta urgensi perumusan masalah dalam penelitian ilmiah. Perumusan masalah merupakan langkah fundamental yang menentukan arah, fokus, dan keberhasilan sebuah penelitian. Dalam konteks ilmiah, masalah penelitian diartikan sebagai kesenjangan (discrepancy) antara kondisi ideal atau yang diharapkan dengan kenyataan yang terjadi saat ini. Kesenjangan tersebut dapat muncul di berbagai bidang seperti pendidikan, sosial, ekonomi, politik, maupun teknologi, dan menjadi dasar bagi peneliti untuk mencari solusi ilmiah melalui proses penelitian.Perumusan masalah yang tepat memiliki kedudukan strategis karena berfungsi sebagai pedoman dalam penyusunan kerangka teori, penentuan hipotesis, metode analisis data, hingga penarikan kesimpulan. Oleh sebab itu, sering dikatakan bahwa merumuskan masalah merupakan separuh dari keseluruhan proses penelitian. Penelitian yang tidak diawali dengan perumusan masalah yang jelas akan cenderung kehilangan arah dan tidak menghasilkan temuan yang bermakna.Dalam kegiatan penelitian, mahasiswa diharapkan mampu mengidentifikasi inti persoalan, menentukan sumber-sumber munculnya masalah, serta memahami karakteristik masalah yang layak diteliti. Identifikasi masalah dilakukan melalui pengenalan kesenjangan antara teori atau hasil penelitian terdahulu dengan realitas empiris di lapangan. Namun, tidak semua kesenjangan dapat diangkat menjadi masalah penelitian. Sebuah masalah dinilai layak apabila menimbulkan pertanyaan ilmiah yang dapat dijawab melalui pendekatan sistematis dan memiliki potensi memberikan kontribusi teoretis maupun praktis.Latar belakang penelitian berperan penting untuk menjelaskan konteks terjadinya masalah, memaparkan kesenjangan antara teori dan praktik, serta menguraikan urgensi penelitian. Masalah penelitian dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu deskriptif, komparatif, dan asosiatif. Masalah deskriptif bertujuan menggambarkan fenomena atau variabel tertentu. Masalah komparatif membandingkan dua atau lebih variabel atau kelompok, sedangkan masalah asosiatif menelaah hubungan antarvariabel, baik yang bersifat sejajar (simetris), sebab-akibat (kausal), maupun saling memengaruhi (interaktif).

Sumber masalah penelitian dapat berasal dari berbagai hal, seperti pengalaman pribadi, hasil penelitian sebelumnya, literatur ilmiah, forum akademik, observasi langsung, perubahan paradigma pendidikan, maupun fenomena sosial di masyarakat. Masalah yang baik harus memiliki nilai esensial, bersifat mendesak (urgent) untuk diselesaikan, dan memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Selain itu, masalah yang layak diteliti hendaknya memiliki kontribusi teoretis, orisinalitas tinggi, perumusan yang jelas, serta feasibility dari segi waktu, biaya, dan kemampuan peneliti.Tujuan penelitian merupakan pernyataan deklaratif yang berfungsi menjawab rumusan masalah. Tujuan tersebut harus jelas, realistis, dan selaras dengan karakteristik penelitian, baik untuk menemukan, mengembangkan, maupun menguji kebenaran suatu teori. Dalam penelitian kuantitatif, peneliti dapat merumuskan hipotesis sebagai dugaan sementara yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Hipotesis membantu mempersempit ruang lingkup penelitian, memfokuskan pengumpulan data, serta menghubungkan antara teori dan fakta. Namun, dalam penelitian deskriptif dan kualitatif, hipotesis tidak selalu diperlukan.Judul penelitian disusun berdasarkan hasil perumusan masalah dan harus merefleksikan variabel yang dikaji serta ruang lingkup penelitian. Judul yang baik hendaknya singkat, jelas, informatif, dan tidak terlalu luas atau terlalu sempit. Penetapan judul harus menggambarkan keterkaitan antarvariabel, memiliki relevansi akademik, serta menyajikan aspek kebaruan dan signifikansi penelitian.
dengan kata lain, modul ini menegaskan bahwa keberhasilan penelitian sangat ditentukan oleh ketepatan peneliti dalam merumuskan masalah. Masalah yang dirumuskan secara jelas, relevan, dan fokus akan menghasilkan penelitian yang berkualitas, memberikan kontribusi terhadap pengembangan teori, serta mampu memberikan solusi bagi permasalahan nyata di masyarakat.