Kiriman dibuat oleh Sendi Novian Aninditya

Fenomena technopreneur unicorn dalam IR 4.0 sebenarnya menghadirkan paradoks simbiosis yang tidak seimbang, meskipun mereka terlihat memberdayakan UMKM dengan memberikan "karpet merah" berupa akses pasar dan infrastruktur digital yang demokratis, pada praktiknya platform ini beroperasi sebagai predator seleksi alam melalui mekanisme winner-takes-all. Algoritma yang memicu perang harga (race to the bottom), ketergantungan pada fitur berbayar (pay-to-play), dan dominasi data oleh pemilik platform membuat ekosistem ini cenderung mematikan profitabilitas pelaku usaha tradisional, mengubah mereka menjadi komoditas yang mudah tergantikan, sementara keuntungan sejati terkonsentrasi pada segelintir pemain besar dan sang pemilik platform itu sendiri.
Sendi Novian Aninditya
2311012057

Syarat technopreneurship disebutkan dalam materi adalah efisiensi energi . Bagaimana pandangan kalian terhadap teknologi yang solutif tapi boros energi? Apakah value manfaatnya bisa menutupi kekurangan boros energinya, atau tetap dianggap tidak ideal?
Sendi Novian Aninditya
2311012057

Di materi yang diberikan menyatakan bahwa teknologi digital adalah bisnis yang "lebih ramah lingkungan". Bagaimana kita menyeimbangkan klaim ini dengan dampak lingkungan nyata dari e-waste (limbah elektronik) dan konsumsi energi masif yang dibutuhkan oleh data center yang mendukung operasional start-up digital?