Posts made by Vebby Bernessa Arnanda Aryanto 2217011032

Nama: Vebby Bernessa Arnanda Aryanto
NPM: 2217011032
Kelas: Kimia-C

Jurnal ini membahas bagaimana sistem demokrasi di Indonesia seharusnya tidak hanya mengikuti pola demokrasi negara-negara Barat, tetapi lebih mengedepankan nilai-nilai yang sesuai dengan kepribadian dan budaya bangsa. Penulis menekankan bahwa cara pengambilan keputusan dalam masyarakat Indonesia idealnya dilakukan dengan mengedepankan musyawarah dan kebijaksanaan bersama, bukan hanya berdasarkan suara terbanyak. Dalam tradisi lokal, musyawarah dianggap sebagai cara yang lebih adil dan harmonis untuk mencapai kesepakatan, karena melibatkan pertimbangan dari semua pihak dan menjunjung semangat kebersamaan. Hal ini menunjukkan bahwa demokrasi yang cocok bagi Indonesia adalah demokrasi yang mengakar pada budaya asli, bukan yang bersifat individualistis seperti dalam demokrasi liberal.

Lebih lanjut, jurnal ini menyoroti bahwa praktik demokrasi di Indonesia saat ini masih banyak menghadapi tantangan. Sistem politik sering kali lebih mementingkan kepentingan kelompok atau elite tertentu, sementara suara dan aspirasi masyarakat umum kurang diperhatikan secara mendalam. Pemilihan umum yang hanya berfokus pada angka atau hasil suara tidak selalu mencerminkan kepentingan rakyat secara keseluruhan. Oleh karena itu, penulis mengajak agar nilai-nilai luhur seperti kebersamaan, tanggung jawab, dan keadilan dikedepankan kembali dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Dengan begitu, demokrasi tidak hanya menjadi proses formal, tetapi benar-benar menjadi sarana untuk membangun kesejahteraan dan keharmonisan masyarakat.
Nama: Vebby Bernessa Arnanda Aryanto
NPM: 2217011032
Kelas: Kimia-C

Menurut saya, jurnal ini membahas tentang bagaimana demokrasi di Indonesia setelah masa reformasi tampaknya belum sepenuhnya sesuai dengan harapan masyarakat. Meskipun secara formal Indonesia telah menjadi negara demokratis, dengan pemilu langsung, kebebasan pers, dan partisipasi publik yang lebih luas, ternyata dalam praktiknya masih banyak masalah yang menghambat terwujudnya demokrasi yang ideal. Salah satu masalah yang disoroti adalah maraknya politik uang dan dominasi elite partai politik yang membuat rakyat sering kali tidak benar-benar memiliki kuasa dalam menentukan arah kebijakan negara. Ini menunjukkan bahwa demokrasi yang berjalan masih sebatas demokrasi prosedural, yaitu hanya menjalankan aturan formal demokrasi tanpa menyentuh substansi sebenarnya, seperti keadilan, keterwakilan yang adil, dan kesejahteraan rakyat.

Penulis jurnal juga menekankan bahwa masih ada kesenjangan besar antara prinsip demokrasi dengan kenyataan di lapangan. Misalnya, rakyat kecil sering kali tidak didengar aspirasinya, dan kebijakan lebih sering menguntungkan kelompok tertentu daripada masyarakat luas. Korupsi yang masih tinggi juga memperparah kondisi ini, karena merusak kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi. Oleh karena itu, jurnal ini menyarankan agar Indonesia tidak hanya fokus pada mekanisme demokrasi seperti pemilu, tetapi juga harus membangun budaya demokrasi yang sehat. Caranya adalah dengan memperkuat lembaga-lembaga pengawasan, meningkatkan pendidikan politik masyarakat, dan mendorong peran aktif masyarakat sipil agar mampu mengontrol kekuasaan. Dengan begitu, demokrasi di Indonesia bisa lebih bermakna dan berpihak kepada rakyat.
Integrasi nasional merupakan upaya untuk menyatukan berbagai elemen dalam suatu negara agar tercipta persatuan dan keharmonisan. Integrasi ini terbagi menjadi tiga jenis utama, yaitu integrasi bangsa, integrasi nilai, dan integrasi tingkah laku. Integrasi bangsa merujuk pada penyatuan berbagai kelompok sosial dan budaya dalam satu wilayah negara. Integrasi nilai berfokus pada kesepakatan terhadap nilai-nilai bersama, seperti keadilan dan toleransi, yang menjadi dasar ketertiban sosial. Sementara itu, integrasi tingkah laku berkaitan dengan pembentukan pola perilaku yang sesuai dengan norma untuk mencapai tujuan bersama.

Tantangan dalam mewujudkan integrasi nasional berasal dari dua aspek, yaitu horizontal dan vertikal. Aspek horizontal mencakup perbedaan suku, agama, dan budaya yang berpotensi menimbulkan konflik, sedangkan aspek vertikal melibatkan kesenjangan antara kelompok elite dan masyarakat umum. Selain faktor internal, ancaman terhadap integrasi nasional juga datang dari faktor eksternal, seperti globalisasi dan kemajuan teknologi. Penyebaran budaya asing yang tidak sesuai dengan nilai-nilai lokal serta maraknya hoaks dan ujaran kebencian di media sosial dapat mengancam persatuan bangsa. Selain itu, masalah sosial seperti meningkatnya kriminalitas, kenakalan remaja, dan korupsi juga menjadi hambatan dalam membangun masyarakat yang harmonis.

Untuk menjaga integrasi nasional, diperlukan langkah-langkah strategis, seperti menegakkan keadilan bagi seluruh warga negara, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan, serta memperkuat wawasan kebangsaan melalui pendidikan dan media. Pemerintah memiliki peran penting dalam menerapkan kebijakan yang mendukung persatuan, seperti menanamkan nilai-nilai Pancasila, memberantas korupsi, serta mencegah gerakan separatisme. Selain itu, solusi yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat, seperti pemerataan pembangunan, penegakan hukum yang adil, dan peningkatan akses pendidikan serta lapangan kerja, perlu diterapkan untuk mengatasi ketimpangan sosial.

Di sisi lain, identitas nasional merupakan jati diri suatu bangsa yang membedakannya dari negara lain. Identitas ini terbentuk dari unsur-unsur seperti suku, bahasa, agama, budaya, sejarah, dan ideologi. Dalam konteks Indonesia, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, serta bahasa Indonesia menjadi elemen utama yang menyatukan masyarakat dengan latar belakang yang beragam. Untuk menjaga identitas dan integrasi nasional, diperlukan kesadaran kolektif dari seluruh elemen bangsa agar tetap menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia di tengah perbedaan.
1. Artikel ini menekankan bahwa upaya penanganan pandemi COVID-19 harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia, bukan sekadar mengedepankan tindakan represif. Meskipun tujuan pemerintah adalah melindungi masyarakat, namun cara penerapannya harus memperhatikan aspek kemanusiaan. Terkait potensi pelanggaran konstitusi, artikel mencatat adanya kecenderungan aparat yang bersikap otoritatif dalam menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang berpotensi melanggar prinsip-prinsip konstitusional tentang penghormatan hak asasi manusia sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999.

2. Tanpa konstitusi, suatu negara akan kehilangan panduan dalam mengatur kehidupan bernegara. Konstitusi berperan mengatur hubungan antarinstitusi negara, membatasi kekuasaan pemerintah, dan melindungi hak-hak warga negara. Jika suatu negara tidak memiliki konstitusi, akan terjadi ketidakpastian hukum dan potensi penyalahgunaan kekuasaan. Konstitusi pada hakikatnya efektif dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara karena memberikan landasan filosofis, yuridis, dan politis bagi penyelenggaraan negara. Ia tidak sekadar dokumen mati, melainkan instrumen hidup yang mampu menjawab dinamika perubahan zaman sambil tetap memegang prinsip-prinsip dasar kebangsaan.

3. Beberapa tantangan kehidupan bernegara saat ini mencakup beberapa isu seperti perubahan iklim, transformasi digital, ketahanan pangan, polarisasi politik, dan ancaman disintegrasi bangsa. Undang-Undang Dasar 1945 sebenarnya telah memiliki semangat untuk mengantisipasi tantangan tersebut, misalnya melalui pasal-pasal tentang lingkungan hidup, hak asasi manusia, dan prinsip-prinsip keadilan sosial. Namun, implementasinya masih memerlukan penafsiran dan pengembangan yang kontekstual. Pasal-pasal dalam UUD NRI 1945 memang memberikan kerangka dasar, tetapi membutuhkan tekad sungguh-sungguh dari para pemimpin untuk menjalankan aturan dengan sepenuh hati dan tanggung jawab. Oleh karena itu, diperlukan interpretasi yang dinamis dan komitmen kuat untuk mewujudkan cita-cita konstitusional.

4. Konsep bernegara Indonesia dalam menjunjung tinggi nilai persatuan dan kesatuan memiliki fondasi yang kuat melalui semangat Bhinneka Tunggal Ika, namun masih memerlukan perbaikan. Beberapa hal yang perlu dibenahi adalah mengurangi polarisasi politik yang kerap memecah belah masyarakat, meningkatkan kesadaran akan keberagaman, dan membangun narasi kebangsaan yang inklusif. Penting untuk mendorong dialog antarkelompok, menghargai perbedaan, dan menciptakan ruang-ruang pertemuan yang membangun sikap saling pengertian. Pemerintah dan masyarakat perlu bersama-sama mengembangkan praktik-praktik demokrasi yang menghormati perbedaan, tanpa harus kehilangan identitas dan semangat kebangsaan.
1. Hal positif apa yang anda dapatkan setelah membaca artikel tersebut dan hal apa yang harus dibenahi dalam konsep berbangsa dan bernegara sesuai dengan artikel tersebut!
Hal positif yang didapatkan yaitu adanya kesadaran kritis masyarakat terhadap proses legislasi dan perubahan undang-undang, pentingnya transparansi dan partisipasi publik dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, dan kesadaran akan pentingnya melindungi lembaga Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga konstitusi.
Hal yang harus dibenahi yaitu karena proses pembuatan undang-undang yang terburu-buru dan kurang memperhatikan partisipasi public, kecenderungan politis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, dan kelemahan mekanisme pengawasan dan tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi.
2. Apa sebenarnya hakikat dari konstitusi itu dan apa pentingnya konstitusi bagi suatu negara, seperti halnya Indonesia dengan adanya UUD NRI 1945?
Konstitusi adalah hukum dasar yang mengatur struktur, fungsi, dan batasan kekuasaan pemerintahan, menjamin hak-hak dasar warga negara, menjadi pedoman dasar penyelenggaraan negara, dan embatasi kekuasaan pemerintah untuk mencegah penyalahgunaan wewenang.
Pentingnya konstitusi bagi suatu negara yaitu menjamin kedaulatan rakyat (demokrasi), melindungi hak-hak asasi manusia, dan menegakkan prinsip negara hukum.
3. Sebutkan contoh perilaku pejabat negara yang tidak konstitusional! Layakkah mendapat hukuman yang maksimal atau di beri kesempatan untuk memperbaiki kehidupannya?
Contoh perilaku pejabat negara yang tidak konstitusional seperti membuat undang-undang tanpa transparansi dan partisipasi public, upaya melemahkan lembaga Mahkamah Konstitusi melalui revisi UU, menghapus kewajiban menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi, dan potensi transaksi politik dengan hakim konstitusi.
Hukuman yang layak yaitu menerapkan sanksi yang proporsional sesuai tingkat pelanggaran, memberikan sanksi yang mendidik dan membuat jera tanpa melanggar hak asasi. Namun, untuk pelanggaran berat yang sistematis dan berulang, sanksi yang tegas diperlukan untuk menjaga integritas sistem ketatanegaraan.