Posts made by Septiana Septiana

KIMIA D MKU Pancasila 2024 -> Forum Analisis Jurnal

by Septiana Septiana -
NAMA: SEPTIANA
NPM: 2217011069

Jurnal yang ditulis oleh Sri Pujiningsih berjudul "Hubungan Antara Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia" menyajikan pembahasan mendalam mengenai hubungan timbal balik antara hukum dan etika dalam konteks politik hukum Indonesia. Hukum dipandang sebagai instrumen formal yang mengatur masyarakat melalui peraturan-peraturan yang bersifat mengikat, sedangkan etika adalah kerangka moral yang melandasi pembentukan hukum. Etika, yang berasal dari filsafat dan doktrin-doktrin agama, mencakup prinsip-prinsip dasar tentang apa yang dianggap baik dan benar dalam perilaku manusia. Etika bersifat lebih luas daripada hukum, karena setiap pelanggaran hukum pasti mencakup pelanggaran etika, namun tidak semua pelanggaran etika merupakan pelanggaran hukum. Dalam konteks politik hukum, etika berfungsi sebagai penuntun moral dalam merancang dan menyusun peraturan perundang-undangan agar mencerminkan keadilan dan kebaikan yang diinginkan masyarakat.
Pujiningsih juga menyoroti bahwa politik hukum adalah arena di mana kepentingan berbagai pihak bertemu, termasuk partai politik, kelompok masyarakat, dan kepentingan nasional. Proses legislasi bukan hanya tentang penyusunan aturan, tetapi juga mencerminkan perjuangan dan kompromi politik. Di sinilah peran etika menjadi signifikan, karena ia menjadi pagar moral yang menilai apakah aturan yang dihasilkan benar-benar demi kepentingan publik atau sekadar alat dominasi politik. Konsep politik hukum menurut para ahli seperti Mahfud MD dan Satjipto Rahardjo menunjukkan bahwa proses pembentukan hukum sebaiknya dilandasi pemikiran kritis dan keadilan sosial, bukan sekadar formalitas yang mengikuti arus dominasi kekuatan politik.
Selain itu, jurnal ini menekankan bahwa hubungan antara hukum dan etika dapat dilihat melalui tiga dimensi: substansi dan wadah, luasnya cakupan, serta alasan moral manusia dalam mematuhi atau melanggar hukum. Substansi hukum menjadi wadah yang menampung etika, sementara etika adalah isi yang menghidupi hukum tersebut. Sebagai contoh, seorang pemimpin publik yang memiliki kesadaran etis akan mematuhi hukum bukan hanya karena takut akan sanksi, tetapi karena adanya keyakinan bahwa kepatuhan tersebut merupakan bagian dari tanggung jawab moral. Etika bertindak sebagai filter preventif yang mencegah tindakan buruk sebelum mencapai tahap pelanggaran hukum, sehingga perilaku yang baik seharusnya tidak perlu sampai diadili secara hukum karena sudah terkoreksi oleh etika.
Dalam konteks sejarah politik hukum di Indonesia, upaya merumuskan politik hukum telah dimulai sejak kemerdekaan, di mana TAP MPRS No. 2 tahun 1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana menjadi tonggak awal yang kemudian diikuti dengan pengembangan politik hukum dalam bentuk GBHN yang diperbarui secara berkala. Melalui GBHN, politik hukum menjadi bagian dari perencanaan strategis pembangunan nasional yang berakar pada nilai-nilai Pancasila. Etika dalam hal ini berperan sebagai landasan moral untuk memastikan bahwa kebijakan hukum tidak hanya sah secara formal, tetapi juga adil dan mencerminkan nilai-nilai luhur yang diakui masyarakat.
Penulis menegaskan bahwa hukum yang ideal adalah hukum yang bersifat "ius constituendum," yaitu hukum yang seharusnya berlaku dan mencerminkan aspirasi keadilan sosial. Oleh karena itu, perumusan hukum harus melibatkan proses pemikiran kritis yang mempertimbangkan aspek etis dan kebutuhan masyarakat. Etika tidak hanya menjadi penuntun dalam penetapan hukum, tetapi juga berfungsi sebagai penilaian bagi perilaku pemangku kepentingan. Dengan demikian, penegakan hukum yang mengabaikan dimensi etika hanya akan menciptakan ketidakadilan dan merusak kepercayaan publik terhadap institusi hukum. Kesimpulannya, jurnal ini menegaskan pentingnya sinergi antara hukum dan etika dalam membangun politik hukum yang tidak hanya mengatur, tetapi juga memelihara martabat manusia dan keadilan sosial di Indonesia.

KIMIA D MKU Pancasila 2024 -> Forum Analisis Jurnal

by Septiana Septiana -
NAMA: SEPTIANA
NPM: 2217011069

Jurnal yang ditulis oleh Sri Pujiningsih berjudul "Hubungan Antara Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia" menyajikan pembahasan mendalam mengenai hubungan timbal balik antara hukum dan etika dalam konteks politik hukum Indonesia. Hukum dipandang sebagai instrumen formal yang mengatur masyarakat melalui peraturan-peraturan yang bersifat mengikat, sedangkan etika adalah kerangka moral yang melandasi pembentukan hukum. Etika, yang berasal dari filsafat dan doktrin-doktrin agama, mencakup prinsip-prinsip dasar tentang apa yang dianggap baik dan benar dalam perilaku manusia. Etika bersifat lebih luas daripada hukum, karena setiap pelanggaran hukum pasti mencakup pelanggaran etika, namun tidak semua pelanggaran etika merupakan pelanggaran hukum. Dalam konteks politik hukum, etika berfungsi sebagai penuntun moral dalam merancang dan menyusun peraturan perundang-undangan agar mencerminkan keadilan dan kebaikan yang diinginkan masyarakat.
Pujiningsih juga menyoroti bahwa politik hukum adalah arena di mana kepentingan berbagai pihak bertemu, termasuk partai politik, kelompok masyarakat, dan kepentingan nasional. Proses legislasi bukan hanya tentang penyusunan aturan, tetapi juga mencerminkan perjuangan dan kompromi politik. Di sinilah peran etika menjadi signifikan, karena ia menjadi pagar moral yang menilai apakah aturan yang dihasilkan benar-benar demi kepentingan publik atau sekadar alat dominasi politik. Konsep politik hukum menurut para ahli seperti Mahfud MD dan Satjipto Rahardjo menunjukkan bahwa proses pembentukan hukum sebaiknya dilandasi pemikiran kritis dan keadilan sosial, bukan sekadar formalitas yang mengikuti arus dominasi kekuatan politik.
Selain itu, jurnal ini menekankan bahwa hubungan antara hukum dan etika dapat dilihat melalui tiga dimensi: substansi dan wadah, luasnya cakupan, serta alasan moral manusia dalam mematuhi atau melanggar hukum. Substansi hukum menjadi wadah yang menampung etika, sementara etika adalah isi yang menghidupi hukum tersebut. Sebagai contoh, seorang pemimpin publik yang memiliki kesadaran etis akan mematuhi hukum bukan hanya karena takut akan sanksi, tetapi karena adanya keyakinan bahwa kepatuhan tersebut merupakan bagian dari tanggung jawab moral. Etika bertindak sebagai filter preventif yang mencegah tindakan buruk sebelum mencapai tahap pelanggaran hukum, sehingga perilaku yang baik seharusnya tidak perlu sampai diadili secara hukum karena sudah terkoreksi oleh etika.
Dalam konteks sejarah politik hukum di Indonesia, upaya merumuskan politik hukum telah dimulai sejak kemerdekaan, di mana TAP MPRS No. 2 tahun 1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana menjadi tonggak awal yang kemudian diikuti dengan pengembangan politik hukum dalam bentuk GBHN yang diperbarui secara berkala. Melalui GBHN, politik hukum menjadi bagian dari perencanaan strategis pembangunan nasional yang berakar pada nilai-nilai Pancasila. Etika dalam hal ini berperan sebagai landasan moral untuk memastikan bahwa kebijakan hukum tidak hanya sah secara formal, tetapi juga adil dan mencerminkan nilai-nilai luhur yang diakui masyarakat.
Penulis menegaskan bahwa hukum yang ideal adalah hukum yang bersifat "ius constituendum," yaitu hukum yang seharusnya berlaku dan mencerminkan aspirasi keadilan sosial. Oleh karena itu, perumusan hukum harus melibatkan proses pemikiran kritis yang mempertimbangkan aspek etis dan kebutuhan masyarakat. Etika tidak hanya menjadi penuntun dalam penetapan hukum, tetapi juga berfungsi sebagai penilaian bagi perilaku pemangku kepentingan. Dengan demikian, penegakan hukum yang mengabaikan dimensi etika hanya akan menciptakan ketidakadilan dan merusak kepercayaan publik terhadap institusi hukum. Kesimpulannya, jurnal ini menegaskan pentingnya sinergi antara hukum dan etika dalam membangun politik hukum yang tidak hanya mengatur, tetapi juga memelihara martabat manusia dan keadilan sosial di Indonesia.

KIMIA D MKU Pancasila 2024 -> Analisis Video Pembelajaran

by Septiana Septiana -
Nama: Septiana
Npm: 2217011069
Kelas : Kimia D

Filsafat berasal dari kata Yunani “philein” yang berarti cinta dan “sophia” yang berarti kebijaksanaan, sehingga filsafat dapat diartikan sebagai cinta terhadap kebijaksanaan. Ini mencerminkan pencarian mendalam dan serius akan kebenaran sejati. Dalam perkembangan pemikirannya, filsafat memiliki berbagai aliran yang masing-masing mengedepankan cara pandang berbeda dalam memahami realitas. Rasionalisme menekankan pentingnya akal dalam memperoleh pengetahuan, Materialisme menganggap bahwa materi adalah satu-satunya realitas yang ada, Individualisme menekankan kebebasan dan kemandirian individu, dan Hedonisme memusatkan perhatian pada kesenangan sebagai tujuan utama hidup. Masing-masing aliran ini menawarkan perspektif yang unik dalam upaya manusia memahami dunia.
Mempelajari filsafat memiliki banyak manfaat. Selain memberikan kemampuan untuk memperoleh kebenaran yang hakiki, filsafat melatih kemampuan berpikir logis, kritis, dan rasional. Filsafat membantu seseorang berpikir lebih bijaksana dalam bertindak, seimbang dalam mempertimbangkan setiap situasi, serta mampu bertindak berdasarkan pemikiran yang matang dan mendalam. Filsafat juga memberikan kerangka berpikir yang komprehensif, memungkinkan seseorang untuk melihat masalah dari berbagai sudut pandang, sehingga menghasilkan keputusan yang bijaksana.
Sementara itu, Filsafat Pancasila adalah refleksi kritis terhadap Pancasila sebagai dasar negara dan identitas budaya bangsa Indonesia. Ini bertujuan untuk menggali pengertian mendasar dan menyeluruh mengenai nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Filsafat Pancasila menelaah Pancasila sebagai sumber nilai yang fundamental, yang tidak hanya menjadi dasar kehidupan berbangsa, tetapi juga mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia.
Sebagai sistem filsafat, Pancasila dipandang sebagai satu kesatuan integral dari lima sila yang saling terkait. Setiap sila memiliki fungsinya sendiri, tetapi saling melengkapi untuk mencapai tujuan bersama, yakni menciptakan kehidupan yang adil, makmur, dan sejahtera. Pancasila mencakup tiga aspek utama filsafat, yakni ontologi yang berkaitan dengan hakikat atau esensi dari Pancasila, epistemologi yang menelaah bagaimana pengetahuan tentang Pancasila diperoleh dan diterapkan, serta aksiologi yang berkaitan dengan nilai dan manfaat praktis dari Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, mempelajari filsafat, khususnya Filsafat Pancasila, tidak hanya membantu seseorang memahami dasar negara Indonesia, tetapi juga memberikan landasan berpikir yang kuat dalam menghadapi tantangan kehidupan di era modern. Ini penting untuk memastikan bahwa nilai-nilai Pancasila tetap relevan dan dapat diimplementasikan dalam konteks masyarakat yang terus berkembang di tengah arus globalisasi.

KIMIA D MKU Pancasila 2024 -> Forum Diskusi Artikel 1

by Septiana Septiana -
Nama : Septiana
Npm : 2217011069

Tanggapan saya adalah bahwa pendidikan Pancasila memang harus mengalami revitalisasi agar lebih relevan, dengan memperhatikan konteks sosial dan budaya yang berubah akibat globalisasi. Selain itu, pendidikan karakter yang berlandaskan Pancasila tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah, tetapi juga lingkungan keluarga dan masyarakat. Dengan adanya kerjasama yang baik antara berbagai elemen ini, nilai-nilai Pancasila akan tetap mampu bertahan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari meski dihadapkan dengan tantangan global.

Hasil penelitian yang dibahas pada artikel tersebut, meliputi;
1. Pengaruh Globalisasi terhadap Pendidikan Pancasila.
Globalisasi membawa dampak besar terhadap cara pendidikan Pancasila diajarkan. Dengan arus informasi yang cepat dan akses teknologi yang luas, ada kekhawatiran tentang berkurangnya penghayatan nilai-nilai Pancasila di kalangan generasi muda.

2. Peran Literasi Digital.
Penelitian menekankan pentingnya literasi digital dalam mengajarkan Pancasila di era globalisasi. Literasi ini penting untuk memfilter informasi yang didapat dari media sosial dan internet, sehingga siswa tetap bisa menginternalisasi nilai-nilai Pancasila di tengah derasnya arus informasi global.
3. Tantangan Keragaman Budaya.
Dalam konteks masyarakat multikultural, menjaga persatuan dan keberagaman melalui ajaran Pancasila menjadi tantangan tersendiri. Penelitian menunjukkan bahwa pendidikan Pancasila harus tetap relevan dalam merangkul berbagai identitas budaya yang ada di Indonesia.

4. Relevansi Kurikulum dan Pengajaran.
Ada kebutuhan untuk memperbarui kurikulum dan metode pengajaran pendidikan Pancasila agar tetap relevan dengan kondisi zaman. Pembelajaran yang bersifat dogmatis dianggap kurang efektif, sehingga dibutuhkan pendekatan yang lebih kontekstual dan praktis.

5. Pengembangan Kompetensi Guru.
Penelitian juga menyoroti bahwa kualitas pendidikan Pancasila sangat tergantung pada kompetensi para pendidik. Oleh karena itu, diperlukan pelatihan khusus bagi guru agar mereka bisa mengajarkan Pancasila dengan cara yang menarik dan sesuai dengan perkembangan zaman.