Posts made by Muthiara Wamiga HS

A. Penegakan Hak Asasi Manusia dalam Artikel dan Hal Positifnya
Analisis:
Artikel ini menggambarkan kondisi penegakan HAM di Indonesia pada tahun 2019 sebagai “tahun kelam”. Banyak pelanggaran HAM yang belum terselesaikan, khususnya kasus pelanggaran HAM berat masa lalu seperti di Papua, serta berbagai pembatasan terhadap kebebasan sipil. Pemerintah dinilai gagal dalam memenuhi kewajiban utamanya dalam melindungi hak warganya. Isu diskriminasi, khususnya rasisme terhadap masyarakat Papua, juga ditegaskan masih diabaikan oleh negara, meski Indonesia telah meratifikasi konvensi internasional.
Hal Positif:
Meski situasinya suram, masih ada harapan:
* Aktivisme masyarakat sipil masih kuat (contoh: gerakan mahasiswa, penolakan reklamasi di Bali, dan perjuangan warga Kendeng).
* Pemerintah telah meratifikasi hampir semua konvensi HAM internasional.
* Adanya pengakuan pentingnya peran masyarakat sipil sebagai pilar kontrol sosial dan pemantau HAM.

B. Demokrasi Indonesia dalam Nilai Budaya dan Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa
Analisis:
Demokrasi Indonesia sejatinya bukan meniru demokrasi Barat secara utuh, melainkan berakar pada nilai-nilai budaya lokal seperti musyawarah mufakat, gotong royong, dan kearifan lokal dalam pengambilan keputusan. Budaya asli masyarakat Indonesia sangat menjunjung tinggi kebersamaan dan keseimbangan sosial.
Demokrasi yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa menegaskan bahwa demokrasi Indonesia tidak bersifat sekuler ekstrem. Prinsip ini menjamin kebebasan beragama dan hak menjalankan kepercayaan, sekaligus mengharuskan demokrasi dijalankan dengan etika, moral, dan tanggung jawab spiritual.

C. Praktik Demokrasi Indonesia Saat Ini dan Kesesuaiannya dengan Pancasila serta UUD 1945

Analisis:
Secara normatif, Indonesia menganut demokrasi Pancasila yang mengedepankan keadilan sosial, musyawarah, dan perlindungan terhadap minoritas. Namun secara praktik:
* Ruang kebebasan sipil mulai dibatasi (contoh: pembubaran paksa aksi damai, kriminalisasi aktivis).
* Pelanggaran HAM masih berlangsung, terutama di Papua.
* Kesenjangan sosial dan akses terhadap pendidikan/kesehatan masih tinggi.
Jadi, praktik demokrasi saat ini belum sepenuhnya selaras dengan semangat Pancasila dan UUD 1945, khususnya dalam menjamin keadilan dan HAM bagi seluruh warga negara.

D. Sikap terhadap Anggota Parlemen yang Tidak Merepresentasikan Suara Rakyat
Sikap:
Anggota parlemen seharusnya menjadi perwakilan aspirasi rakyat, bukan alat kepentingan partai atau kelompok tertentu. Ketika mereka justru menjalankan agenda politik sendiri, hal itu merupakan bentuk pengkhianatan terhadap mandat rakyat dan melemahkan kepercayaan publik terhadap demokrasi.
Sebagai warga negara, saya menilai penting untuk terus mengkritisi dan mengawasi kinerja parlemen, serta memperkuat pendidikan politik rakyat agar tidak mudah dimanipulasi.

E. Pandangan terhadap Pemimpin Karismatik Tradisional/Agama yang Memanipulasi Emosi Rakyat
Analisis:
Pemimpin yang memiliki karisma berbasis agama atau tradisi memang memiliki pengaruh besar terhadap masyarakat. Namun jika kekuatan tersebut digunakan untuk menggerakkan rakyat demi tujuan yang tidak jelas atau bahkan merugikan, maka hal ini sangat bertentangan dengan prinsip HAM.
Dalam era demokrasi modern, semua tindakan politik harus berbasis pada kesadaran, kebebasan berpikir, dan tidak manipulatif. Memanfaatkan loyalitas masyarakat secara buta mengarah pada pelanggaran terhadap hak warga untuk berpikir dan menentukan sikap secara bebas.
Hubungannya dengan HAM:
* Manipulasi emosi rakyat bisa mengarah pada pelanggaran hak sipil dan politik.
* Mengorbankan rakyat demi ambisi pemimpin bertentangan dengan prinsip bahwa setiap manusia berhak hidup, bebas dari rasa takut, dan tidak dijadikan alat.
Muthiara Wamiga HS
2257011002
Kimia-A

1. Tanggapan terhadap isi artikel dan hal positif yang bisa diambil:
Isi artikel ini membuka wawasan mengenai kompleksitas konflik perbatasan, khususnya antara Indonesia dan Timor Leste. Artikel ini tidak hanya menjelaskan kronologi konflik secara rinci, tetapi juga menyajikan analisis yang mendalam tentang akar penyebabnya, baik dari segi politik, sosial, maupun budaya. Hal positif yang dapat diambil adalah pentingnya memahami dinamika sosial dan sejarah di wilayah perbatasan sebagai upaya untuk mencegah konflik serupa. Selain itu, kita belajar bahwa pendekatan penyelesaian konflik harus melibatkan kerja sama diplomatik antarnegara, pendekatan budaya, serta edukasi masyarakat perbatasan tentang batas wilayah dan toleransi.

2. Dampak jika Indonesia tidak memiliki konsepsi Wawasan Nusantara:
Jika Indonesia tidak memiliki konsepsi Wawasan Nusantara, maka akan sangat rentan terhadap perpecahan, konflik teritorial, dan lemahnya integrasi nasional. Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungannya yang berlandaskan pada ideologi Pancasila dan UUD 1945 dalam rangka menjaga keutuhan dan kesatuan wilayah. Tanpa konsepsi ini:
Wilayah Indonesia dapat terfragmentasi akibat lemahnya rasa persatuan antar daerah.
Wilayah perbatasan akan menjadi titik rawan konflik karena tidak dianggap sebagai bagian integral dari NKRI.
Pemerintah pusat akan kesulitan membina hubungan dengan daerah terpencil, sehingga kesenjangan sosial dan ekonomi semakin melebar.
Rasa nasionalisme dan kebangsaan masyarakat akan melemah, dan bisa dimanfaatkan pihak asing untuk kepentingan mereka.

3. Peran konsepsi Wawasan Nusantara dalam mencegah konflik seperti dalam artikel:
Konsepsi Wawasan Nusantara memainkan peran strategis dalam mencegah konflik komunal dan perbatasan seperti yang terjadi antara Indonesia dan Timor Leste. Beberapa peran tersebut antara lain:
Menumbuhkan rasa persatuan nasional: Wawasan Nusantara menanamkan kesadaran bahwa meskipun berbeda suku, budaya, dan wilayah, seluruh rakyat Indonesia adalah satu kesatuan. Hal ini mencegah munculnya sikap saling curiga dan permusuhan antarwarga.
Meneguhkan komitmen terhadap batas wilayah: Wawasan Nusantara menekankan pentingnya menjaga dan mempertahankan seluruh wilayah NKRI, termasuk perbatasan, dengan penuh tanggung jawab dan kesadaran hukum.
Mendorong pembangunan wilayah perbatasan: Dengan menjadikan perbatasan sebagai beranda depan negara, bukan halaman belakang, pemerintah didorong untuk lebih memperhatikan kesejahteraan masyarakat perbatasan sehingga mereka merasa dilindungi dan dihargai oleh negara.
Mengedepankan penyelesaian damai dan diplomatik: Dalam kerangka Wawasan Nusantara, segala perbedaan dan konflik antarbangsa diatasi melalui jalur diplomasi, kerja sama, dan dialog—bukan kekerasan.
Muthiara Wamiga HS
2257011002
Kimia-A

Jurnal "Demokrasi Sebagai Wujud Nilai-Nilai Sila Keempat Pancasila dalam Pemilihan Umum Daerah di Indonesia" karya Galih Puji Mulyono dan Rizal Fatoni ini secara mendalam mengulas bagaimana pelaksanaan pemilihan umum daerah (pemilukada) di Indonesia, yang seharusnya mencerminkan nilai-nilai demokrasi dalam Pancasila, ternyata belum sepenuhnya terwujud. Pemilu, sebagai salah satu pilar demokrasi, seringkali terjebak dalam praktik yang tidak sesuai dengan semangat Pancasila, terutama dalam hal musyawarah, kejujuran, dan kepentingan bersama. Pemilukada sering kali diliputi dengan konflik internal, kampanye negatif, dan rendahnya partisipasi masyarakat. Menurut saya, hal ini disebabkan oleh pandangan bahwa pemilu hanyalah sebuah prosedur politik formal, bukan sebagai ruang untuk mengaktualisasikan nilai-nilai kebangsaan dan tanggung jawab moral sebagai warga negara. Demokrasi yang ideal menurut Pancasila harusnya menciptakan ruang partisipasi rakyat yang nyata, yang tidak hanya berlangsung pada saat pemilu, tetapi sepanjang masa, melalui proses yang jujur, adil, dan bebas dari pengaruh elit politik yang dominan.

Jurnal ini juga mengkritisi peran partai politik yang semakin menjauh dari semangat demokrasi Pancasila. Dalam praktiknya, rekrutmen kepala daerah sering kali lebih banyak didasarkan pada keputusan elite partai, bukan pada kemampuan dan integritas calon pemimpin daerah. Hal ini menciptakan celah bagi terjadinya politik transaksional yang merusak independensi dan netralitas kepala daerah. Dalam pandangan saya, sebagai mahasiswa, ini menggambarkan bahwa meskipun Indonesia sudah mengalami reformasi politik, substansi dari perubahan tersebut masih belum menyentuh akar masalah yang ada. Oleh karena itu, perlu adanya penguatan regulasi dan pendidikan politik yang berbasis pada nilai-nilai luhur bangsa, agar pemilu tidak hanya sekadar menjadi ajang perebutan kekuasaan semata, melainkan juga sebagai sarana untuk menghidupkan kembali semangat musyawarah dan kerakyatan yang terkandung dalam sila keempat Pancasila. Hanya dengan cara ini, demokrasi Indonesia dapat berkembang menjadi lebih berkarakter dan lebih sesuai dengan tujuan Pancasila sebagai dasar negara.