Nama: Abdullah Fahd Yanuardi
NPM: 2217011004
Kelas: B
Penegak hukum di Indonesia juga mendapat tantangan besar, yaitu ketidakadilannya perlakuan hukum dan rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum. Meskipun konstitusi memasukkan pernyataan yang tegas bahwa semua warga negara berkedudukan sama di muka hukum, kenyataannya banyak perkara hukum yang tidak berjalan dengan adil karena dipengaruhi oleh tekanan politik, kepentingan kelompok, dan kekuasaan aparat yang lemah. Kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama menjadi contoh konkret bagaimana proses hukum yang seharusnya netral malah menimbulkan polemik luas. Dalam hal perlindungan hukum, strategi preventif dan represif seperti yang diemban oleh Philipus M. Hadjon, belum teraplikasikan secara seimbang dalam sistem hukum kita. Hal ini memperkuat kesan bahwa hukum belum sepenuhnya menjadi instrumen keadilan sosial.
Reformasi hukum secara konkret adalah penting bagi pemerintah, khususnya era Presiden Jokowi yang menegaskan komitmennya tidak untuk mengintervensi proses hukum dan membersihkan praktik KKN. Namun demikian, keberhasilannya masih terbuka karena sumber-sumber mendasar seperti kekurangan moralitas penegak hukum, rekrutmen diri yang tidak transparan, serta budaya hukum yang belum matang. Untuk itu, perubahan hukum tidak hanya berhasil dengan perubahan peraturan, tetapi juga memerlukan perubahan pola pikir dan integritas dari aparat penegak hukum. Negara harus sepenuhnya ada sebagai pelindung bagi semua warganya dengan menegakkan hukum yang adil, tidak diskriminatif, dan berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan. Hanya dengan demikian saja hukum bisa menjadi soko guritame di dalam membentuk negara yang demokratis dan adil.
NPM: 2217011004
Kelas: B
Penegak hukum di Indonesia juga mendapat tantangan besar, yaitu ketidakadilannya perlakuan hukum dan rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum. Meskipun konstitusi memasukkan pernyataan yang tegas bahwa semua warga negara berkedudukan sama di muka hukum, kenyataannya banyak perkara hukum yang tidak berjalan dengan adil karena dipengaruhi oleh tekanan politik, kepentingan kelompok, dan kekuasaan aparat yang lemah. Kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama menjadi contoh konkret bagaimana proses hukum yang seharusnya netral malah menimbulkan polemik luas. Dalam hal perlindungan hukum, strategi preventif dan represif seperti yang diemban oleh Philipus M. Hadjon, belum teraplikasikan secara seimbang dalam sistem hukum kita. Hal ini memperkuat kesan bahwa hukum belum sepenuhnya menjadi instrumen keadilan sosial.
Reformasi hukum secara konkret adalah penting bagi pemerintah, khususnya era Presiden Jokowi yang menegaskan komitmennya tidak untuk mengintervensi proses hukum dan membersihkan praktik KKN. Namun demikian, keberhasilannya masih terbuka karena sumber-sumber mendasar seperti kekurangan moralitas penegak hukum, rekrutmen diri yang tidak transparan, serta budaya hukum yang belum matang. Untuk itu, perubahan hukum tidak hanya berhasil dengan perubahan peraturan, tetapi juga memerlukan perubahan pola pikir dan integritas dari aparat penegak hukum. Negara harus sepenuhnya ada sebagai pelindung bagi semua warganya dengan menegakkan hukum yang adil, tidak diskriminatif, dan berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan. Hanya dengan demikian saja hukum bisa menjadi soko guritame di dalam membentuk negara yang demokratis dan adil.