Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Nama : Fitri Nanda Shafira
NPM :2213053150
Kelas :2D
Post test
Analisis jurnal
A. Identitas Jurnal
1. Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
2. Halaman : 69-81
3. Volume : Vol. 16
4. Nomor : No. 01
5. Tahun Terbit : Juni 2019
6. Judul Jurnal : Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019
7. Nama Penulis : R. Siti Zuhro
8. Kata Kunci : Pendalaman Demokrasi, Pemilu Presiden, Politisasi Identitas, Pemerintahan Efektif, Membangun Kepercayaan.
B.Abstrak
Pembangunan demokrasi Indonesia sebagaimana tercermin dari pilpres masih mengalami banyak masalah. Pendalaman
demokrasi belum terwujud dengan baik karena pilar-pilar demokrasi yang menjadi faktor penguat konsolidasi
demokrasi belum efektif.
C.Pendahuluan
Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun
memiliki konsentrasi politik yang lebih menyita perhatian publik.Sebagaimana diketahui, untuk kedua kalinya Joko Widodo (Jokowi) kembali berhadapan dengan Prabowo Subianto, head to head, untuk memperebutkan kursi presiden. Tak ayal bahwa pilpres pun cenderung semakin mempertajam timbulnya pembelahan sosial dalam masyarakat.
D.Pembahasan
>> Deepening Democracy dan Tantangannya
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi.konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk
meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi.Pelaksanaan pilpres pada dasarnya merupakan tindak lanjut perwujudan prinsip-prinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip-prinsip kebebasan individu dan persamaan
khususnya dalam hak politik.Oleh karena itu, dalam studi ini pilpres dilihat bukan hanya sebatas pesta demokrasi semata, melainkan juga sebagai instrumen proses pendalaman demokrasi di tingkat nasional.
>>Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Pemiilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif
dan presiden/wakil presidennya secara
damai.Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang
melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan.Pemilu serentak jauh lebih kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat pilpres dan pileg 2019 perlu disikapi dengan cara-cara yang rasional, dewasa,
profesional, adil, jujur, bijak dan beradab sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
>>Politisasi Identitas: Berebut Suara Muslim
Fenomena politisasi identitas dan agama juga diwarnai dengan berebut suara muslim berebut suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu.
Munculnya sejumlah isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang merugikan mereka pada akhirnya melahirkan gerakan
ijtima’ulama untuk mengusung pasangan
calon (paslon) presiden dan wakil presiden.
hasil ijtima’, -yang di dalamnya terdapat
representasi ulama sebagai penantang petahanamerekomendasikan Prabowo untuk memilih cawapres yang berasal dari kalangan ulama (pasangan capres-cawapres bertipe nasionalis agamis).
>>Pemilu dan Kegagalan Parpol
Pemilu bukan hanya penanda suksesi
kepemimpinan, tapi juga merupakan koreksi/ evaluasi terhadap pemerintah dan proses
deepening democracy untuk meningkatkan
kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat.parpol sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon pemimpin. Namun, ketika fungsi parpol
tidak maksimal, proses konsolidasi
demokrasi terhambat. Hal ini tampak jelas dalam pemilu 2019 di mana banyak parpol gagal dalam proses kaderisasi. Hal ini dapat dilihat dari maraknya partai yang memilih mencalonkan kalangan selebritis sebagai caleg. Tujuannya menjadikan selebritis tersebut sebagai vote getter partai dalam pemilu.
>>Pemilu dalam Masyarakat Plural
memahami makna demokrasi dalam sebuah negara yang plural dan multikultural seperti Indonesia, dengan mengutip teori etik filsuf Jerman, Immanuel Kant (1724-1804) yang mengingatkan, jika dalam suatu masyarakat majemuk masing-masing kelompok
mengklaim kebenaran absolut agama, moralitas,atau kulturnya, yang menjadi hasil akhirnya adalah konflik.
>>Pemilu dan Politisasi Birokrasi
untuk mewujudkan demokrasi yang substansial, reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari pragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasa. Ketidaknetralan birokrasi dalam pemilu bisa berakibat pada lemahnya legitimasi kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu dan hasilnya.pentingnya pembenahan birokrasi. Secara konseptual demokratisasi dan debirokratisasi
berjalan seiring dan saling melengkapi. Dengan kata lain, perubahan sistem politik dari sistem otoritarian ke sistem demokrasi seharusnya mampu mengubah secara signifikan birokrasi,
termasuk birokrasi kepemiluan.
E. Kesimpulan
Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Sebagai pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan untuk suksesi
kepemimpinan dan mengoreksi kinerja pemerintahan. Pemilu juga mensyaratkan
unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan
akuntabilitas.
Nama : Fitri Nanda Shafira
NPM :2213053150
Kelas :2D
Post test
Analisis jurnal
A. Identitas Jurnal
1. Nama Jurnal : Jurnal Penelitian Politik
2. Halaman : 69-81
3. Volume : Vol. 16
4. Nomor : No. 01
5. Tahun Terbit : Juni 2019
6. Judul Jurnal : Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019
7. Nama Penulis : R. Siti Zuhro
8. Kata Kunci : Pendalaman Demokrasi, Pemilu Presiden, Politisasi Identitas, Pemerintahan Efektif, Membangun Kepercayaan.
B.Abstrak
Pembangunan demokrasi Indonesia sebagaimana tercermin dari pilpres masih mengalami banyak masalah. Pendalaman
demokrasi belum terwujud dengan baik karena pilar-pilar demokrasi yang menjadi faktor penguat konsolidasi
demokrasi belum efektif.
C.Pendahuluan
Sejak era Reformasi, Indonesia sudah menggelar empat kali pemilu. Tetapi, pemilu ke lima tahun
memiliki konsentrasi politik yang lebih menyita perhatian publik.Sebagaimana diketahui, untuk kedua kalinya Joko Widodo (Jokowi) kembali berhadapan dengan Prabowo Subianto, head to head, untuk memperebutkan kursi presiden. Tak ayal bahwa pilpres pun cenderung semakin mempertajam timbulnya pembelahan sosial dalam masyarakat.
D.Pembahasan
>> Deepening Democracy dan Tantangannya
Demokrasi secara sederhana dapat dimaknai sebagai ‘pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,dan untuk rakyat’. Namun, untuk mewujudkan makna tersebut tidaklah mudah karena demokrasi memerlukan proses panjang dan tahapan-tahapan penting yang harus dilalui, seperti proses konsolidasi demokrasi.konsolidasi demokrasi merupakan salah satu sarana untuk
meningkatkan secara prinsip komitmen seluruh lapisan masyarakat pada aturan main demokrasi.Pelaksanaan pilpres pada dasarnya merupakan tindak lanjut perwujudan prinsip-prinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip-prinsip kebebasan individu dan persamaan
khususnya dalam hak politik.Oleh karena itu, dalam studi ini pilpres dilihat bukan hanya sebatas pesta demokrasi semata, melainkan juga sebagai instrumen proses pendalaman demokrasi di tingkat nasional.
>>Pemilu Presiden 2019 dan Masalahnya
Pemiilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif
dan presiden/wakil presidennya secara
damai.Pemilu serentak 2019 adalah pemilu kelima pasca Orde Baru dan merupakan pemilu serentak pertama yang
melangsungkan pileg dan pilpres dalam waktu bersamaan.Pemilu serentak jauh lebih kompleks dan rumit, baik bagi penyelenggara pemilu, parpol, maupun rakyat pilpres dan pileg 2019 perlu disikapi dengan cara-cara yang rasional, dewasa,
profesional, adil, jujur, bijak dan beradab sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
>>Politisasi Identitas: Berebut Suara Muslim
Fenomena politisasi identitas dan agama juga diwarnai dengan berebut suara muslim berebut suara muslim merupakan hal yang logis dan selalu terjadi dalam setiap pemilu.
Munculnya sejumlah isu yang oleh sebagian umat Islam dipandang merugikan mereka pada akhirnya melahirkan gerakan
ijtima’ulama untuk mengusung pasangan
calon (paslon) presiden dan wakil presiden.
hasil ijtima’, -yang di dalamnya terdapat
representasi ulama sebagai penantang petahanamerekomendasikan Prabowo untuk memilih cawapres yang berasal dari kalangan ulama (pasangan capres-cawapres bertipe nasionalis agamis).
>>Pemilu dan Kegagalan Parpol
Pemilu bukan hanya penanda suksesi
kepemimpinan, tapi juga merupakan koreksi/ evaluasi terhadap pemerintah dan proses
deepening democracy untuk meningkatkan
kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat.parpol sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon pemimpin. Namun, ketika fungsi parpol
tidak maksimal, proses konsolidasi
demokrasi terhambat. Hal ini tampak jelas dalam pemilu 2019 di mana banyak parpol gagal dalam proses kaderisasi. Hal ini dapat dilihat dari maraknya partai yang memilih mencalonkan kalangan selebritis sebagai caleg. Tujuannya menjadikan selebritis tersebut sebagai vote getter partai dalam pemilu.
>>Pemilu dalam Masyarakat Plural
memahami makna demokrasi dalam sebuah negara yang plural dan multikultural seperti Indonesia, dengan mengutip teori etik filsuf Jerman, Immanuel Kant (1724-1804) yang mengingatkan, jika dalam suatu masyarakat majemuk masing-masing kelompok
mengklaim kebenaran absolut agama, moralitas,atau kulturnya, yang menjadi hasil akhirnya adalah konflik.
>>Pemilu dan Politisasi Birokrasi
untuk mewujudkan demokrasi yang substansial, reformasi politik dan pemilu juga menuntut lahirnya reformasi birokrasi yang profesional terbebas dari pragmatisme dan kooptasi partai politik dan penguasa. Ketidaknetralan birokrasi dalam pemilu bisa berakibat pada lemahnya legitimasi kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu dan hasilnya.pentingnya pembenahan birokrasi. Secara konseptual demokratisasi dan debirokratisasi
berjalan seiring dan saling melengkapi. Dengan kata lain, perubahan sistem politik dari sistem otoritarian ke sistem demokrasi seharusnya mampu mengubah secara signifikan birokrasi,
termasuk birokrasi kepemiluan.
E. Kesimpulan
Konsolidasi demokrasi di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum berjalan secara regular karena pilar-pilar pentingnya (pemilu, partai politik, civil society, media massa) belum berfungsi efektif dan belum maksimal. Sebagai pilar penting demokrasi, pemilu diperlukan untuk suksesi
kepemimpinan dan mengoreksi kinerja pemerintahan. Pemilu juga mensyaratkan
unsur kejujuran, keadilan, transparansi dan
akuntabilitas.