PT Garuda Sejahtera adalah perusahaan publik di Indonesia yang bergerak di bidang penerbangan. Dalam laporan keuangan terbarunya, perusahaan mengakui pesawat-pesawat yang dimiliki berdasarkan nilai wajar (fair value) sesuai dengan pendekatan IFRS (International Financial Reporting Standards).
Namun, auditor memberikan catatan bahwa penentuan nilai wajar tersebut tidak mencerminkan kondisi pasar di Indonesia secara akurat, karena pasar aktif untuk pesawat di Indonesia sangat terbatas. Auditor menyarankan agar perusahaan mempertimbangkan penggunaan biaya historis (historical cost) yang lebih konservatif.
Sementara itu, PT Garuda Sejahtera menyatakan bahwa pendekatan nilai wajar lebih mencerminkan "substance over form" dan kebutuhan investor global, karena perusahaan ingin menarik investor asing. Dalam penyusunannya, perusahaan mengacu pada kerangka konseptual IFRS, bukan kerangka konseptual PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan).
Beberapa anggota dewan komisaris mempertanyakan:
- Apakah penggunaan kerangka konseptual global (IFRS) sah diterapkan untuk perusahaan di Indonesia?
- Apakah kerangka konseptual PSAK sudah cukup memadai untuk menjawab dinamika bisnis global?
- Apakah nilai wajar benar-benar mencerminkan realitas ekonomi yang bisa diandalkan dalam konteks Indonesia?
Pertanyaan:
- Kritisi keputusan PT Garuda Sejahtera dalam memilih nilai wajar sebagai dasar pengukuran. Apakah keputusan tersebut dapat dibenarkan secara konseptual dalam konteks Indonesia? Jelaskan dengan mengacu pada prinsip-prinsip dalam kerangka konseptual PSAK dan IFRS.
- Bandingkan kerangka konseptual PSAK (Indonesia) dan IFRS dalam hal:
- Tujuan laporan keuangan
- Karakteristik kualitatif informasi
- Basis pengukuran
- Asumsi entitas dan kelangsungan usaha