Mba dina saya ijin menjawab pertanyaan tentang model quantum ini, justru kerangka rancangan TANDUR pada quantum teaching tidak bertentangan dgn karakteristik k13, adapun kriteria nya: 1) berbasis fakta/ fenomena logis dan rasional, 2) mendorong siswa berpikir kritis analitik teliti dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah, 3) mendorong siswa berpikir hipotetik, 4) berbasis pada konsep dan teori empiris yang dapat dipertanggung jawabkan, 5) dan tujuan pembelajarannya jelas dengan pendekatan saintifik
Pembelajaran IPA juga dapat menggunakan model quantum, Pembelajaran IPA menimbulkan kemampuan berpikir kritis, kreatif dan inovatif. Agar tujuan tersebut dapat tercapai,dapat menumbuhkan dapat menggunakan model ini untuk inovasi dalam dunia pendidikan dan mendorong siswa untuk bersemangat bahkan meminta untuk belajar.
selain itu juga model kuantum learning ini dapat mempengaruhi hasil belajar dengan memberikan sugesti yang postif terhadap siswa.
Melalui model kuantum learning ini mengaitkan beberapa faktor, baik faktor lingkungan, fisik, suasana dengan mengkombinasikanya dengan interaksi antara guru-siswa, penerapan metode serta belajar keterampilan dengan kombinasi seperti ini diharapkan proses belajar dan interaksi terjadi selama proses belajar sehingga akan menarik perhatian dan tidak menjenuhkan guru dan siswa.
Rahma, terkait suasana dan lingkungan, menurut mu apakah cocok jika kuantum ini di terapkan pada sekolah di pedesaan? Mengingat kuantum teaching memerlukan ”simfoni yg meriah layaknya orkestra”
Saya ingin menambahkan jawaban dari saudari Rahma kalau model quantum tidaklah harus meriah namun bisa saja guru yang kreatif mampu menyiapkan dan merencanakan yang matang disamping memerlukan waktu yang cukup panjang, maka sebisa mungkin dalam pembelajaran dirancang yang efisien. Untuk metode ini ada perayaan untuk menghormati usaha seseorang siswa baik berupa tepuk tangan, jentikan jari, nyanyian dll juga bisa dapat diterapkan.
Menurut pendapat saya bisa saja diterapkan dipedesaan, dikatakan suasana lingkungan ini karena model kuantum learning ini merupakan model pembelajaran yang membiasakan belajar dengan suasana lingkungan yang menyenangkan, postif, mendukung satu sama lainnya.
Benar yang dikatakan almira bahwasannya model ini perlu terlalu meriah melainkan kekereatifan guru untuk mengapresiasi perayaan dalam menghormati usaha seseorang siswa baik berupa tepuk tangan, jentikan jari, nyanyian dll juga bisa dapat diterapkan.
Jadi kelebihannya dari model ini apa mira menurutmu? Yg menjadi ciri khas pembeda dengan model lain? Model2 pada k13 juga secara umum bertujuan untuk menumbuhkan semangat belajar siswa
Menurut saya model quantum dengan konsep dasar TANDUR yang diterapkan maka peserta didik lebih merasa senang dalam belajar, dan tidak trs terpacu dalam model pembelajaran k13 yang saat ini sehingga merdeka belajar jg dapat tercapai dari peserta didik jika merasa nyaman dan senang. Bukan itu aja gurunyaa jg lebih kreatif dalam mengajar. Sehinga guru dan peserta didik mempunyai pemikiran yang sealur
Maksud guru dan peserta didik mempunyai pemikiran yg sejalur bagaimana ya Mir? Contohnya yang seperti apa ya?
Mengapa tidak boleh terpacu dg model pembelajaran k13 almira ? Bukankah dg pembelajaran k13 siswa diberikan suatu permasalahan/problem yg berkaitan dg kehidupan sehari-hari yg dpt membuat siswa lbh mudah memahami. Serta dg k13 juga siswa diminta malakukan 5M bukan kah dg hal tersebut siswa bkn hny bs memecahkan mslh tp diajarkan juga menumbuhkan kepercayaan diri pd tahap mengkomunikasikan.
Saya ingin menanggapi tanggapan yang disampaikan saudari Almira. Menurut saya, justru Model Quantum Teaching ini cocok dengan kurikulum 2013 yang mana di kurikulum 2013 ini berharap siswa berpikir kritis. Langkah-lahngkah dari model ini dapat mengajak siswa untuk berpikir kritis.
Ingat Kurikulum 2013 itu bukan model pembelajaran, tetapi kurikulum. jangan mencampuradukkan antara kurikulum dengan model pembelajaran. Sebenarnya yang perlu menjadi perhatian guru adalah bagaimana mengajar agar murid mudah menerima dan memahi materi serta mampu berpikir dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Apapun kurikulumnya mestinya itu yang menjadi pijakan.
mengapa guru sekarang lebih mengagungkan kurikulum ketimbang bagaimana mengajar dengan baik, selalu saja yang diributkan adalah karna K-13 menghendaki mengajar seperti ini dst. Padahal mengajar dengan model-model yang sekarang diterapkan, belajar sambil bermain, belajar berkelompok, dst, sudah dilaksanakan sejak tahun 1986. Dulu waktu saya menjadi guru di MI Darussalam Tegineneng, mengajar matematika. Jika ke sekolah saya pasti bawa karet, bawa kelereng, dan seterusnya (kontekstual). jadi ketika mengajar kelas 4, anak-anak saya ajak bermain karet untuk yang perempuan dan anak laki-laki saya ajak bermain kelereng. Jika siswa A pada permainan tsb punya karet 10 lalu setelah bermain karetnya menjadi 13, dan siswa B juga awalnya punya karet 8 lalu setelah main karetnya tinggal 6, dan siswa C punya karet 7 dan setelah main karetnya tinggal 6. Demikian pula siswa yang laki-laki ketika main kelereng. Lalu siswa dikelompokkan menjadi kelompok laki-laki (2 kelompok @ 5 - 6 orang) dan kelompok perempuan (3 kelompok @ 5 - 6 orang). Maklum sekolah agama, jadi harus dipisah antara laki-laki dan perempuan. Mereka saya minta mendiskusikan siapa yang menang dan siapa yang kalah lalu berapa menangnya dan berapa kalahnya. Kemudian siswa diberi masalah, bagaimana jika satu karet harganya Rp. 5,- maka pertanyaannya berapa rupiah modal siswa A, B, dan C, lalu berapa rupiah uang (karet) siswa tersebut setelah main. begitu pula untuk kelompok laki-laki, diberikan harga untuk satu kelereng Rp. 10,-. Jadi disini siswa diajak memecahkan masalah perhitungan (soal cerita) perkalian dan penjumlahan/pengurangan. Bukan soalnya dari buku, tetapi mereka membuat sendiri berdasarkan permainan yang kontekstual. Jadi bukan hny skrg mengajar harus kontekstual... hehehe....
Nah, waktu itu belum ada kurikulum 2013. mengapa sekarang pada ribut? Seakan-akan seperti mendewakan K-13, padahal itu hanyalah kurikulum (pedoman dalam melaksanakan pendidikan, khususnya dalam pembelajaran). Apa sih kurikulum itu? kan sudah dapat mata kuliah tentang kurikulum di semester satu..... hehehe...
Hehehe... iya, itulah sebabnya perlu diluruskan. Coba baca dengan baik Buku Kurikulum 2013 (Permen No. 59 tahun 2014 tentang Kurikulum SMA), ini yang saya baca. Pada Lampiran 3 halaman 948 paragraf kedua berbunyi: Untuk mendorong kemampuan peserta didik menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (problem based learning) dan pembelajaran berbasis projek (project based learning).
Jadi ada kata sangat disarankan, artinya bukan suatu kewajiban.
Lalu pada halaman 961 bagian (1) Pendekatan Saintifik (Scientific Approach), pada paragraf pertama berbunyi: Model pembelajaran merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memiliki nama, ciri, sintak, pengaturan, dan budaya misalnya discovery learning, project-based learning, problem-based learning, inquiry learning.
Ada kata "misalnya", berarti hanya contoh. Ini menunjukkan bahwa model-model yang dicantumkan pada K-13 hanyalah suatu rekomendasi bukan suatu kewajiban harus yang penerapannya dengan model tersebut.
Jadi mestinya baca secara utuh buku pedoman kurikulum 2013 mulai dari Permennya sampai dengan Lampirannya (Lampiran 1 sampai Lampiran 3).
Iya pak, saya setuju dengan pernyataan bapak.
Siswa akan lebih mudah memahami materi dan mampu berpikir dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi apabila mereka langsung mempraktekkannya dan aplikasinya sering ditemui dikehidupan sehari-hari.
CONTOH PEMBELAJARAN IPA KONTEKSTUAL (Ini contoh pembelajaran yang pernah saya laksanakan ketika menjadi guru SMP Swadhipa 4 tahun 1990, Jauh sebelum ada K-13).
Waktu itu saya adalah guru IPA yang akan mengajarkan tentang perbedaan berat jenis antara air dan bensin. Setelah saya menyampaikan pokok bahasan kepada siswa, kemudian saya menuangkan bensin dari dalam botol yang sengaja saya bawa dari rumah dan saya tuangkan ke dalam sebuah cangkir yang ada di atas meja. Setelah itu kemudian saya juga menuangkan air kedalam tempat yang sama. Sambil berlaga seorang pesulap, saya kemudian menyalakan api, dan meletakkannya di atas cairan itu. Api pun menyala. Seluruh siswa merasa heran melihat peristiwa itu (pada saat itu).
Secara serentak mereka bertanya : “Mengapa bisa terjadi seperti itu? Bukankah bensin ada di bawah air?”. Saya sebagai guru IPA tersenyum sambil mengangkat bahu saya. “Ya, mengapa api bisa menyala diatas air?”, kata salah seorang siswa. “Ya, mengapa?”, timpal saya (guru). “Coba siapa yang dapat menebak kira-kira apa sebabnya!”. Seluruh siswa tampak seperti berpikir. Tiba-tiba seorang siswa bertanya sambil mengancungkan tangannya, “Apakah air yang bapak tuangkan tadi lebih banyak dibandingkan bensin?”. “Oh, tidak....”jawab saya. “Apakah itu disebabkan karena air bercampur bensin?” (timpal siswa yang lain). “Emm....Bapak kira tidak, tuh...!” (kata saya). Seluruh siswa terdiam sambil menatap nyala api yang kian mengecil dan akhirnya padam. “Nah, sekarang coba kalian lihat, api itu telah padam. Kita coba sekarang bakar lagi...”kata saya sebagai guru sambil menyalakan kembali apinya dan meletakkannya kembali diatas cairan tersebut. Namun ternyata api tidak mau menyala. “Ternyata tidak dapat dinyalakan lagi...!”. “Ya...!” kata siswa serempak. “Apakah cairan itu telah habis?”. “Coba kalian lihat sendiri!” kata saya sambil memperlihatkan tempat air. “Apa yang kamu lihat...?”. “Cairannya masih ada....!”. “Cairan apa yang masih ada itu?”. Kembali siswa terdiam untuk beberapa saat.
Selanjutnya saya menatap siswa sambil memancing siswa untuk menjawab atau mengeluarkan pendapat. Namun, tidak ada seorang pun yang berkata. “Nah, kalau begitu bapak akan coba membakar kembali cairan ini” bilang saya ke siswa. Namun, lagi-lagi tidak mau menyala seperti pada demonstrasi yang pertama tadi. Tiba-tiba seorang siswa mengancungkan tangan sambil tersenyum. “Saya tahu jawabannya, Pak!”. “Bagus, coba apa?”. “Cairan yang tersisa itu adalah air, Pak!”. “Kenapa kamu bisa mengatakan demikian?”. “Sebab bensin sudah habis terbakar”. Lalu saya beru pujian: “Bagus, jawabanmu. Sekarang kita kembali ke permasalahan semula, mengapa ketika air di campur dengan bensin tadi terjadi nyala api...?”, tanya saya ke siswa. “Apakah itu disebabkan karena bensin ada di atas air?”, pertanyaan salah seorang siswa. “Pendapatmu hampir tepat..!”, kata saya. “Bagaimana berat jenis air dan bensin itu pak?”, pertanyaan siswa lain. Lalu saya beri pujian: “Bagus, coba kamu perjelas pertanyaannya!”. “Apakah air memiliki berat jenis yang lebih berat dibandingkan bensin?”. “Menurut kamu bagaimana....”. Siswa berpikir lagi. “Saya kira air memiliki berat jenis yang berbeda dengan bensin. Hal ini dapat dibuktikan dari proses menyalanya api tadi...” kata seorang siswa.
Sebagai seorang guru IPA saya merasa puas, sambil mengangkat ibu jari saya (seraya berkata... "hebat kalian...!!!"). Dengan demonstrasi tersebut siswa sudah bisa menyimpulkan bahwa berat jenis air dan bensin berbeda. Tinggal melanjutkan mana BJ yang lebih besar, bensin atau air...? Diakhir pembelajaran siswa bisa menemukan BJ dari bensin lebih kecil dibanding BJ air.
Itu pembelajaran yang terjadi sekitar tahun 1990, yang waktu itu dikenal dg kurikulum CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Jadi sebenarnya, bukan hanya sekarang (K-13) ditekankan agar dalam pembelajaran mestinya berorientasi pada siswa dan kemampuan siswa dalam berpikir...
inspirasi sekali pengalaman dari bapak , terimakasih banyak pak sudah menceritakannya, saya sebagai guru disini masih sering kebingugan ketika akan memberikan rangsangan kepada peserta didik
Kegiatan diatas bisa saya jadikan contoh dalam melaksanakan pembelajaran, terima kasih banyak pak. Memang IPA sangat erat kaitannya dengan fakta yang terjadi dikehidupan sehari-hari lalu dikaitkan dengan teori yang akan kita ajarkan.
baik pak terimakasih banyak pak atas kisah inspiratif yang telah bapak bagikan, akhirnya saya dpt lebih memahami pembelajaaran saat memberi rangsangan kepada peserta didik. dan sy menjadi makin paham bahwasa nya pembelajaran aktif tidak hanya ditekankan pada K13 namun dari pembelajaran dari dulu sekali..dan memang dari dulu sekali sudah ditekankan kemapuan peserta didik dalam berpikir tingkat tinggi. hanya saja masih banyak oknum yang masih belum paham dan hanya terpaku dalam k13 saja begitupun juga saya.. terimakasi bapak atas ilmu dan cerita yang sangat menginspirasi.