CASE STUDY

CASE STUDY

CASE STUDY

Number of replies: 17

Seorang peneliti pendidikan ingin mengetahui efektivitas metode pembelajaran hybrid (gabungan daring dan luring) terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI di seluruh SMA negeri di Provinsi Jawa Barat. Karena jumlah SMA negeri sangat banyak dan tersebar di berbagai kota dan kabupaten, peneliti memutuskan untuk mengambil sampel sebagai subjek penelitiannya.

Namun, peneliti menghadapi beberapa tantangan:

  1. Terdapat 600 SMA negeri di Provinsi Jawa Barat, tersebar di 27 kota/kabupaten.
  2. Kondisi sosial, ekonomi, dan infrastruktur digital tiap daerah berbeda.
  3. Jumlah siswa kelas XI bervariasi di setiap sekolah.
  4. Tidak semua sekolah menerapkan pembelajaran hybrid secara konsisten.

Pertanyaan:

  1. Identifikasilah populasi dan sampel dalam kasus tersebut. Jelaskan alasannya!
  2. Menurut Anda, teknik sampling mana yang paling tepat digunakan dalam penelitian ini? Jelaskan alasan pemilihan teknik tersebut, dan bagaimana cara menerapkannya dalam konteks ini!
  3. Jika peneliti hanya mengambil sampel dari sekolah-sekolah di kota besar seperti Bandung dan Bekasi saja, apa potensi kelemahan dari pendekatan ini terhadap validitas hasil penelitian?

In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Nela Amelia -
NAMA : NELA AMELIA
NPM : 2313031050

1. Populasi dan Sampel
• Populasi: Seluruh siswa kelas XI SMA negeri di Provinsi Jawa Barat.
Alasan: Peneliti ingin menilai efektivitas pembelajaran hybrid pada seluruh siswa kelas XI di SMA negeri se-provinsi, sehingga seluruh kelompok tersebut menjadi cakupan penelitian.
• Sampel: Sekelompok siswa kelas XI yang dipilih dari beberapa SMA negeri di berbagai kota/kabupaten di Jawa Barat.
Alasan: Jumlah sekolah sangat besar (600 sekolah di 27 wilayah), sehingga tidak mungkin meneliti semua. Sampel dipilih agar dapat mewakili karakteristik populasi yang beragam.

2. Teknik Sampling yang Tepat
• Teknik yang Disarankan: Stratified Random Sampling (sampling acak bertingkat).
Alasan:
-Kondisi sosial, ekonomi, dan infrastruktur digital tiap daerah berbeda.
-Jumlah siswa per sekolah tidak seragam.
-Tidak semua sekolah menerapkan pembelajaran hybrid secara merata.
Teknik bertingkat memungkinkan peneliti membagi populasi menjadi strata (lapisan) yang relevan—misalnya berdasarkan wilayah (kota/kabupaten), tingkat ketersediaan infrastruktur digital, atau konsistensi penerapan hybrid—lalu memilih sampel secara acak dari tiap strata agar representatif.

Cara Penerapan:
1) Bagi 27 kota/kabupaten ke dalam strata, misalnya berdasarkan tingkat kemajuan teknologi atau kategori wilayah (perkotaan, semi-urban, pedesaan).
2) Dari tiap strata, daftar seluruh SMA negeri yang benar-benar menerapkan pembelajaran hybrid.
3) Lakukan pemilihan sekolah secara acak proporsional terhadap jumlah sekolah/siswa di strata tersebut.
4) Ambil sampel siswa kelas XI secara acak dari setiap sekolah terpilih.

3. Risiko Jika Hanya Mengambil Sampel dari Kota Besar
Apabila peneliti hanya memilih sekolah di kota besar seperti Bandung dan Bekasi, hasil penelitian bisa kurang valid secara eksternal (tidak dapat digeneralisasi ke seluruh provinsi).
• Kota besar cenderung memiliki infrastruktur internet lebih baik, sumber daya guru yang lebih lengkap, serta tingkat ekonomi yang relatif tinggi.
• Hasil efektivitas pembelajaran hybrid di daerah urban kemungkinan berbeda dengan daerah pedesaan atau wilayah yang infrastrukturnya terbatas.
Akibatnya, kesimpulan penelitian akan bias, karena tidak mewakili kondisi sebenarnya dari SMA negeri di seluruh Jawa Barat.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Fajriyatur Rohmah 2313031048 -
Nama: Fajriyatur Rohmah
NPM: 2313031048

Jawaban:
1. Populasi dan Sampel
- Populasi: seluruh siswa kelas XI SMA negeri di Provinsi Jawa Barat. Alasannya karena mereka semua yang menjadi target penelitian terkait efektivitas pembelajaran hybrid.

- Sampel: sebagian siswa kelas XI dari beberapa SMA negeri yang dipilih peneliti. Sampel dipakai karena jumlah populasi terlalu besar (600 sekolah di 27 kota/kabupaten) sehingga tidak mungkin meneliti semuanya.

2. Menurut saya, teknik yang paling sesuai adalah stratified random sampling dengan pendekatan wilayah.
Alasannya:
- Kondisi sosial, ekonomi, dan infrastruktur digital antar daerah sangat bervariasi, sehingga perlu ada perwakilan dari tiap strata (misalnya kota besar, kota kecil, dan daerah kabupaten).
- Dengan stratifikasi, hasil penelitian lebih representatif karena mencerminkan keberagaman populasi.

Cara menerapkan:
- Pertama, kelompokkan sekolah berdasarkan wilayah atau karakteristik tertentu (misalnya kota besar vs kabupaten, daerah maju vs daerah terbatas infrastruktur).
-Kedua, ambil sampel sekolah secara acak dari tiap kelompok sesuai proporsinya.
-Ketiga, pilih siswa kelas XI dari sekolah terpilih secara acak juga agar tidak bias.

3. Kalau peneliti hanya mengambil sampel dari Bandung dan Bekasi, hasil penelitian bisa bias.
Kelemahannya adalah:
- Tidak mencerminkan kondisi sebenarnya di seluruh Jawa Barat karena sekolah di kota besar biasanya punya fasilitas dan infrastruktur digital lebih baik.
-Hasilnya mungkin menunjukkan pembelajaran hybrid efektif, padahal di daerah dengan keterbatasan internet atau sarana, hasilnya bisa berbeda.
-Validitas eksternal menurun, artinya hasil penelitian sulit digeneralisasi ke semua SMA negeri di Jawa Barat.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Adea Aprilia -
NAMA : ADEA APRILIA
NPM : 2313031034

1. Identifikasi populasi dan sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA negeri di Provinsi Jawa Barat, karena penelitian berfokus pada efektivitas metode pembelajaran hybrid terhadap hasil belajar matematika siswa pada jenjang tersebut. Sementara itu, sampel adalah sebagian siswa kelas XI dari beberapa SMA negeri yang dipilih untuk mewakili keseluruhan populasi. Sampel ini dipilih karena jumlah sekolah yang sangat banyak dan tersebar di berbagai daerah dengan kondisi yang beragam, sehingga tidak memungkinkan meneliti seluruh populasi.

2. Teknik sampling yang tepat
Teknik yang paling sesuai adalah stratified random sampling. Alasannya, kondisi sosial, ekonomi, dan infrastruktur digital antar daerah berbeda-beda, sehingga penting untuk membagi populasi ke dalam strata tertentu, misalnya berdasarkan kota/kabupaten atau kategori wilayah seperti kota besar, kota sedang, dan pedesaan. Dari setiap strata tersebut, sekolah dipilih secara acak sesuai proporsinya terhadap jumlah populasi, lalu dari sekolah yang terpilih peneliti mengambil siswa kelas XI secara acak. Dengan cara ini, sampel menjadi lebih representatif dan hasil penelitian dapat digeneralisasikan ke seluruh populasi.

3. Potensi kelemahan jika sampel hanya diambil dari kota besar
Jika peneliti hanya mengambil sampel dari kota besar seperti Bandung dan Bekasi, maka hasil penelitian akan cenderung bias. Hal ini terjadi karena siswa di kota besar memiliki akses internet lebih baik, kondisi sosial ekonomi lebih mendukung, serta penerapan hybrid learning yang lebih konsisten dibandingkan daerah lain. Akibatnya, hasil penelitian tidak mencerminkan kondisi sebenarnya di seluruh Jawa Barat, sehingga validitas eksternal menjadi lemah dan kesimpulan sulit digeneralisasikan ke seluruh populasi.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Rika Rahayu -
Nama: Rika Rahayu 
NPM: 2313031052

1.Populasi dan sampel
a. Populasi:
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA negeri di Provinsi Jawa Barat. Populasi ini dipilih karena peneliti ingin mengetahui efektivitas metode pembelajaran hybrid di semua SMA negeri yang ada di wilayah tersebut.
b. Sampel:
Sampel adalah sebagian sekolah dan siswa kelas XI yang mewakili seluruh SMA negeri di Provinsi Jawa Barat. Sampel ini diambil karena jumlah populasi (600 SMA) terlalu besar dan tersebar luas, sehingga tidak memungkinkan untuk meneliti semuanya secara langsung.

Alasannya:
Dengan mengambil sebagian sekolah yang mewakili karakteristik populasi (misalnya dari berbagai wilayah dan kondisi sosial-ekonomi), peneliti dapat memperoleh hasil yang tetap dapat digeneralisasikan untuk seluruh populasi.

2.Teknik sampling yang paling tepat
Teknik yang paling tepat digunakan adalah stratified random sampling (sampling bertingkat/berstrata).
Alasan:
  • Kondisi SMA di Jawa Barat tidak homogen , setiap kota/kabupaten memiliki perbedaan sosial, ekonomi, dan infrastruktur digital.
  • Dengan stratified sampling, populasi dapat dibagi ke dalam beberapa strata (lapisan) berdasarkan kriteria tertentu, misalnya wilayah (kota besar, kota sedang, dan daerah terpencil) atau tingkat fasilitas digital.
  • Dari setiap strata tersebut, peneliti dapat mengambil sampel secara acak agar tetap representatif.
Cara menerapkannya:
1. Bagi SMA negeri di Jawa Barat ke dalam beberapa strata, misalnya berdasarkan wilayah (Bandung Raya, Priangan Timur, Pantura, dan lain-lain).
2. Tentukan jumlah sekolah yang akan dijadikan sampel dari tiap strata secara proporsional terhadap jumlah sekolah di strata tersebut.
3. Pilih sekolah secara acak dari setiap strata.
4. Dari setiap sekolah terpilih, ambil beberapa siswa kelas XI sebagai responden.
Dengan cara ini, sampel yang diperoleh dapat mewakili variasi kondisi yang ada di seluruh provinsi.

3.Potensi kelemahan jika hanya mengambil sampel dari kota besar
Jika peneliti hanya mengambil sampel dari kota besar seperti Bandung dan Bekasi, maka hasil penelitian tidak akan mewakili seluruh populasi karena kondisi sekolah di kota besar jauh berbeda dengan daerah lain.
Potensi kelemahannya:
a. Tidak representatif
Sekolah di kota besar biasanya memiliki fasilitas digital yang lebih baik, guru lebih terlatih, dan siswa lebih terbiasa dengan teknologi, sehingga hasilnya bisa lebih tinggi dibandingkan sekolah di daerah.
b. Bias hasil penelitian 
Kesimpulan tentang efektivitas pembelajaran hybrid bisa terlalu optimis dan tidak mencerminkan kondisi sebenarnya di seluruh Jawa Barat.
c. Validitas eksternal rendah
Hasil penelitian sulit digeneralisasikan ke sekolah-sekolah di daerah dengan kondisi sosial dan infrastruktur berbeda.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Dita Silviana Putri -
Nama: Dita Silviana Putri
NPM : 2313031057
No. Absen: 26

1. - Populasi: Seluruh siswa kelas XI di 600 SMA negeri se-Provinsi Jawa Barat yang menerapkan pembelajaran hybrid.
Alasan: Ini adalah keseluruhan kelompok yang ingin disimpulkan hasilnya oleh peneliti.
- Sampel: Sebagian siswa kelas XI dari populasi di atas yang dipilih secara spesifik untuk diukur hasil belajar matematikanya.
Alasan: Jumlah populasi terlalu besar dan tersebar, sehingga pengambilan sebagian subjek (sampel) lebih efisien.

2. Menurut saya, Teknik yang paling tepat adalah Multistage Random Sampling (Sampling Acak Bertahap) yang berbasis pada Stratified Random Sampling (Sampling Acak Berstrata).
• Alasan Pemilihan:
- Provinsi Jawa Barat sangat beragam (infrastruktur digital dan kondisi ekonomi). Stratified Sampling wajib digunakan agar sampel mewakili kondisi dari daerah yang maju hingga daerah terpencil.
- Multistage Sampling diperlukan karena jumlah sekolah banyak dan tersebar luas, sehingga lebih praktis untuk memilih cluster (kelompok sekolah) per strata.
• Cara Penerapan Singkat:
- Stratifikasi: Bagi 27 kota/kabupaten menjadi strata (misalnya, Daerah Infrastruktur Tinggi, Sedang, Rendah).
- Cluster & Acak Sekolah: Pilih beberapa kabupaten/kota dari setiap strata secara acak. Kemudian, pilih beberapa SMA dari kota/kabupaten terpilih secara acak.
- Acak Siswa: Pilih kelas XI di sekolah terpilih secara acak untuk dijadikan subjek penelitian.

3. Potensi kelemahan utamanya adalah rendahnya Validitas Eksternal (hasil tidak bisa digeneralisasi).
- Bias Infrastruktur: Kota besar (Bandung, Bekasi) memiliki infrastruktur digital yang jauh lebih baik. Hasil positif hybrid learning di sana akan bias dan tidak berlaku bagi siswa di kabupaten dengan sinyal buruk.
- Kesimpulan Terlalu Optimis: Penelitian akan menghasilkan kesimpulan yang terlalu positif tentang efektivitas hybrid learning. Kesimpulan ini berbahaya jika dijadikan dasar kebijakan pendidikan untuk seluruh Jawa Barat, karena mengabaikan tantangan di daerah yang kurang maju.
- Sampel Tidak Mewakili: Sampel hanya merepresentasikan kondisi perkotaan yang makmur, gagal mewakili keragaman tantangan dan kondisi sosial-ekonomi di seluruh provinsi.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Adella Putri Rizkia -
Nama: Adella Putri Rizkia
NPM: 2313031044

1. Populasi dan Sampel

Populasi:
Populasi dalam kasus ini adalah seluruh siswa kelas XI di SMA negeri di Provinsi Jawa Barat.
Alasannya, karena peneliti ingin mengetahui efektivitas metode pembelajaran hybrid terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI di seluruh SMA negeri, maka seluruh siswa pada jenjang dan wilayah tersebut termasuk dalam cakupan penelitian.

Sampel:
Sampel adalah sebagian sekolah atau siswa kelas XI dari beberapa SMA negeri di Jawa Barat yang dipilih untuk mewakili keseluruhan populasi.
Sampel ini harus mencerminkan keberagaman daerah (kota dan kabupaten), kondisi sosial-ekonomi, serta penerapan pembelajaran hybrid agar hasil penelitian bisa digeneralisasikan ke seluruh populasi.

2. Teknik Sampling yang Tepat

Teknik sampling yang paling tepat adalah Stratified Random Sampling (Sampling Acak Berstrata).Karna Jawa Barat memiliki 27 kota/kabupaten dengan kondisi sosial, ekonomi, dan infrastruktur digital yang berbeda-beda. Dengan stratifikasi, peneliti dapat membagi populasi berdasarkan wilayah (kota/kabupaten) atau tingkat akses teknologi/penerapan hybrid. Dari setiap strata, peneliti kemudian mengambil sampel secara acak agar representatif. Cara ini memastikan bahwa tiap daerah atau kelompok kondisi sekolah terwakili secara proporsional.
Cara menerapkannya:
1. Kelompokkan sekolah berdasarkan 27 kota/kabupaten (atau kategori lain, misalnya tinggi-rendahnya akses internet).
2. Tentukan jumlah sekolah yang akan diambil dari tiap kelompok secara proporsional terhadap jumlah SMA negeri di daerah tersebut.
3. Pilih sekolah-sekolah secara acak dalam setiap kelompok (misalnya menggunakan undian atau random number generator).
4. Ambil beberapa kelas XI di tiap sekolah sebagai unit analisis.

3. Potensi Kelemahan Jika Sampel Hanya dari Kota Besar
Jika peneliti hanya mengambil sampel dari kota besar seperti Bandung dan Bekasi, maka hasil penelitian akan kurang valid secara eksternal (tidak dapat digeneralisasikan ke seluruh Jawa Barat). Karna sekolah di kota besar biasanya memiliki infrastruktur digital, fasilitas, dan kualitas guru yang lebih baik dibanding daerah rural atau terpencil. Siswa di kota besar juga mungkin lebih terbiasa dengan teknologi, sehingga efektivitas pembelajaran hybrid bisa tampak lebih tinggi dari kenyataannya di daerah lain. Sehingga, hasil penelitian akan bias (berat sebelah) karena tidak mencerminkan kondisi sebenarnya di seluruh provinsi.

Kesimpulan :
Mengambil sampel hanya dari kota besar membuat penelitian menjadi tidak representatif, mengurangi validitas eksternal, dan menghambat penerapan hasil penelitian secara menyeluruh di Jawa Barat.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Eri Zenta Zikra Birama Putri -
Nama : Eri Zenta Zikra Birama Putri
NPM : 2313031040

1. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI yang berada di SMA negeri di Provinsi Jawa Barat. Hal ini karena tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efektivitas metode pembelajaran hybrid terhadap hasil belajar matematika siswa di seluruh provinsi, sehingga semua siswa yang relevan dengan variabel penelitian termasuk dalam populasi. Sementara itu, sampel adalah bagian dari populasi yang diambil untuk mewakili keseluruhan populasi dalam penelitian. Dalam konteks ini, sampel dapat berupa siswa kelas XI yang dipilih dari beberapa SMA negeri di berbagai kota dan kabupaten di Jawa Barat. Pengambilan sampel diperlukan karena jumlah SMA dan siswa yang sangat banyak serta tersebar di wilayah luas, sehingga meneliti seluruh populasi tidak praktis dan memakan waktu serta biaya yang besar.

2. Teknik Sampling yang Tepat
Teknik sampling yang paling tepat untuk penelitian ini adalah stratified cluster sampling. Teknik ini dipilih karena SMA negeri tersebar di 27 kota/kabupaten dengan kondisi sosial, ekonomi, dan infrastruktur digital yang berbeda-beda. Stratifikasi digunakan untuk memastikan bahwa setiap strata atau kelompok (misalnya setiap kota/kabupaten) terwakili dalam penelitian. Selanjutnya, cluster sampling diterapkan dengan memilih beberapa sekolah dari masing-masing strata, kemudian siswa kelas XI di sekolah yang terpilih dijadikan sampel.
Penerapannya adalah sebagai berikut: pertama, seluruh SMA negeri di Jawa Barat dikelompokkan berdasarkan kota atau kabupaten sebagai strata. Kedua, dari tiap strata dipilih beberapa sekolah secara acak sebagai cluster. Ketiga, dari sekolah yang terpilih, siswa kelas XI dijadikan sampel, baik seluruhnya maupun secara acak, tergantung jumlah yang dibutuhkan. Dengan teknik ini, sampel yang diambil lebih representatif dan memperhitungkan perbedaan kondisi antar wilayah.

3. Kelemahan Jika Sampel Hanya dari Kota Besar
Jika peneliti hanya mengambil sampel dari sekolah-sekolah di kota besar seperti Bandung dan Bekasi, terdapat beberapa kelemahan terhadap validitas hasil penelitian. Pertama, sampel tidak mewakili seluruh populasi karena kota besar biasanya memiliki fasilitas digital yang lebih baik, guru yang lebih terlatih, dan siswa dengan latar belakang ekonomi lebih tinggi. Kedua, hasil penelitian menjadi kurang dapat digeneralisasikan ke sekolah-sekolah di daerah rural atau dengan fasilitas terbatas, sehingga validitas eksternal rendah. Ketiga, penelitian berpotensi mengalami bias, karena efektivitas pembelajaran hybrid mungkin tampak lebih tinggi di kota besar dibandingkan dengan daerah lain. Oleh karena itu, hasil penelitian tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi seluruh SMA negeri di Provinsi Jawa Barat.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Nur Ayu Dila 2313031055 -
Nama: Nur Ayu Dila
NPM: 2313031055

1. Populasi dan sampel
- Populasi: Semua siswa kelas XI di seluruh 600 SMA negeri di Provinsi Jawa Barat.
Alasan: Populasi adalah keseluruhan unit yang menjadi sasaran inferensi penelitian — di sini peneliti ingin mengetahui efek metode hybrid pada hasil belajar siswa kelas XI di semua SMA negeri Jabar, jadi setiap siswa kelas XI di ke-600 sekolah termasuk populasi.
- Sampel: Bagian dari siswa kelas XI yang dipilih dari beberapa sekolah (dan/atau kelas) terpilih di antara 600 SMA negeri.
Alasan: Karena tidak mungkin mengukur seluruh populasi (biaya, waktu, logistik), peneliti mengambil sampel yang mewakili variasi sekolah (kota/kabupaten, kondisi sosioekonomi, ukuran sekolah, tingkat penerapan hybrid) supaya hasil dapat digeneralisasi.

2. Teknik sampling yang paling tepat
- Teknik sampling yang paling tepat adalah stratified cluster sampling. Teknik ini dipilih karena populasi sangat luas, heterogen, dan tersebar di 27 kota/kabupaten. Dengan stratifikasi, peneliti dapat membagi sekolah berdasarkan wilayah, kondisi sosial ekonomi, atau tingkat infrastruktur digital agar setiap kelompok terwakili.
- Penerapannya dilakukan dengan cara membagi sekolah ke dalam strata terlebih dahulu, kemudian memilih secara acak beberapa sekolah dari tiap strata sebagai klaster. Setelah itu, peneliti dapat mengambil sampel kelas atau siswa secara acak dari sekolah-sekolah terpilih. Teknik ini efisien, representatif, dan sesuai untuk kondisi populasi pendidikan yang beragam seperti di Jawa Barat.

3. kelemahan jika hanya mengambil sampel dari kota besar
Jika peneliti hanya mengambil sampel dari kota besar seperti Bandung dan Bekasi, hasil penelitian menjadi kurang valid secara eksternal karena tidak mewakili kondisi sekolah di daerah lain. Sekolah di kota besar biasanya memiliki infrastruktur digital dan kondisi sosial ekonomi lebih baik, sehingga hasilnya bisa bias dan tidak mencerminkan efektivitas pembelajaran hybrid di seluruh Jawa Barat. Akibatnya, generalisasi hasil penelitian menjadi lemah dan kesimpulan yang diambil bisa menyesatkan
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Bagas Muhamad Satria -
Nama : Bagas Muhamad Satria
NPM : 2313031037

1. Dalam penelitian mengenai efektivitas pembelajaran hybrid pada siswa kelas XI SMA Negeri di Jawa Barat, populasi yang dimaksud adalah seluruh siswa kelas XI dari 600 SMA Negeri yang ada di provinsi tersebut. Populasi ini dipilih karena penelitian bertujuan memperoleh gambaran umum mengenai pelaksanaan pembelajaran hybrid pada jenjang tersebut. Sampelnya merupakan sebagian sekolah beserta siswa yang dipilih untuk mewakili keseluruhan populasi, mengingat jumlah sekolah yang sangat besar dan tersebar di berbagai daerah.

2. Teknik sampling yang paling sesuai adalah stratified multistage sampling. Teknik ini relevan karena SMA Negeri di Jawa Barat memiliki karakteristik yang bervariasi berdasarkan wilayah, fasilitas, dan kemampuan teknologi. Dengan melakukan stratifikasi berdasarkan kota/kabupaten atau kategori wilayah, kemudian memilih sekolah secara acak dalam setiap strata, peneliti dapat memperoleh sampel yang lebih representatif. Setelah sekolah terpilih, barulah dipilih sejumlah siswa kelas XI sebagai unit analisis.

3. Apabila peneliti hanya mengambil sampel dari sekolah-sekolah di kota besar seperti Bandung atau Bekasi, maka hasil penelitian berpotensi bias. Sekolah di wilayah perkotaan umumnya memiliki akses teknologi yang lebih baik dan penerapan hybrid learning yang lebih stabil, sehingga hasilnya tidak dapat digeneralisasi untuk seluruh SMA Negeri di Jawa Barat. Kondisi ini akan melemahkan validitas eksternal penelitian dan mengurangi akurasi kesimpulan yang dihasilkan
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Qonita Nurul Izzah 2313031042 -
Nama : Qonita Nurul Izzah
NPM : 2313031042
Kelas : B 2023
Jawaban :
1. Menurut saya populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI pada SMA negeri di Provinsi Jawa Barat. Hal ini karena fokus penelitian adalah mengukur efektivitas metode pembelajaran hybrid terhadap hasil belajar siswa kelas XI. Dengan demikian, seluruh siswa kelas XI di 600 SMA negeri yang tersebar di 27 kota/kabupaten menjadi kelompok yang ingin digeneralisasi oleh peneliti. Kemudian Sampel merupakan sebagian sekolah atau siswa kelas XI yang dipilih dari seluruh SMA negeri tersebut untuk mewakili populasi. Sampel dipilih karena jumlah sekolah sangat banyak dan tersebar, sehingga peneliti tidak memungkinkan meneliti keseluruhan populasi. Sampel yang terpilih harus mencerminkan variasi kondisi sosial-ekonomi, infrastruktur digital, serta penerapan hybrid learning di berbagai daerah.
2. Menurut pendapat saya teknik pengambilan yang paling tepat dilakukan adalah Stratified Cluster Random Sampling (Pengambilan Sampel Acak Klaster Berstrata), alasan saya memilih Teknik itu teknik ini merupakan kombinasi antara stratified sampling dan cluster sampling, yang sangat sesuai untuk kondisi penelitian ini. Teknik stratified cluster sampling dipilih karena mampu menangani keragaman kondisi wilayah di Provinsi Jawa Barat yang terdiri atas 27 kota dan kabupaten dengan tingkat sosial-ekonomi dan infrastruktur digital yang berbeda-beda. Melalui stratifikasi, wilayah-wilayah tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan tingkat urbanisasi, kualitas infrastruktur digital, dan kondisi sosial-ekonominya sehingga setiap tipe daerah tetap terwakili secara proporsional. Proses penerapannya dimulai dengan membagi seluruh kota dan kabupaten ke dalam beberapa strata, misalnya kota besar dengan infrastruktur digital tinggi seperti Bandung, Bekasi, Depok, dan Bogor; kota sedang atau kabupaten dengan fasilitas menengah seperti Cirebon, Tasikmalaya, dan Sukabumi; serta kabupaten dengan infrastruktur terbatas seperti Pangandaran, Kuningan, dan Sumedang. Setelah itu, peneliti memilih beberapa kota atau kabupaten secara acak dari setiap strata sebagai klaster. Dari klaster-klaster tersebut kemudian dipilih sejumlah SMA negeri secara acak dengan mempertimbangkan konsistensi penerapan pembelajaran hybrid. Pada tahap berikutnya, peneliti mengambil sampel siswa kelas XI di sekolah terpilih melalui simple random sampling atau proportional sampling agar perbedaan jumlah siswa antar sekolah tetap diperhitungkan.
Jika menggunakan rumus Slovin dengan margin of error 5%:
Misalkan total siswa kelas XI di 600 SMA = 180.000 siswa
n = N / (1 + N × e²) = 180.000 / (1 + 180.000 × 0,05²) = 398 siswa (minimal)
Untuk antisipasi, bisa ditambahkan 10-20% = sekitar 450-500 siswa

3. Menurut saya jika peneliti hanya mengambil sampel dari sekolah-sekolah di kota besar, terdapat beberapa kelemahan serius yang dapat mengurangi kualitas dan keakuratan hasil penelitian, antara lain:
1. Sampel tidak mewakili kondisi sebenarnya
Kota besar memiliki fasilitas internet yang lebih baik, guru yang lebih terlatih, serta dukungan pemerintah yang lebih kuat dibandingkan daerah kabupaten. Akibatnya, hasil penelitian dari kota besar tidak dapat menggambarkan kondisi sesungguhnya di sebagian besar sekolah yang ada di Jawa Barat.
2. Hanya menggambarkan kondisi kota, mengabaikan kondisi desa
Hasil penelitian akan lebih banyak menunjukkan situasi pembelajaran di wilayah perkotaan saja. Padahal, daerah pedesaan menghadapi masalah yang berbeda, seperti jaringan internet yang lemah atau putus-putus, kurangnya laptop atau smartphone untuk belajar, serta kondisi ekonomi keluarga siswa yang beragam.
3. Hasil penelitian tidak bisa diterapkan untuk semua sekolah
Kesimpulan dari penelitian ini tidak dapat digunakan sebagai acuan untuk seluruh 600 SMA negeri di Jawa Barat, karena penelitian tidak mencakup berbagai kondisi yang berbeda di daerah lain.
4. Hasil bisa terlihat terlalu bagus atau terlalu buruk
Siswa di kota besar yang memiliki fasilitas lengkap mungkin menunjukkan hasil belajar yang sangat baik. Namun, hasil ini belum tentu sama jika diterapkan di daerah lain yang fasilitasnya terbatas. Hal ini bisa menyebabkan kesalahan dalam membuat kebijakan pendidikan untuk seluruh provinsi.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Zulfaa Salsabillah -
Nama : Zulfaa Salsabillah
NPM : 2313031038
Kelas : B

1. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI di 600 SMA negeri di Provinsi Jawa Barat. Populasi mencakup keseluruhan subjek yang menjadi target penelitian dan memiliki karakteristik yang ingin diteliti, yaitu siswa yang mengikuti pembelajaran hybrid. Sementara itu, sampel adalah sebagian siswa kelas XI yang dipilih dari beberapa SMA negeri terpilih di berbagai kota/kabupaten di Jawa Barat yang dapat mewakili karakteristik populasi secara keseluruhan. Pengambilan sampel diperlukan karena tidak mungkin meneliti seluruh populasi yang sangat besar dan tersebar luas mengingat keterbatasan waktu, biaya, dan tenaga penelitian. Sampel yang representatif akan memberikan hasil yang dapat digeneralisasi ke populasi.

2. Teknik sampling yang paling tepat untuk penelitian ini adalah Stratified Cluster Random Sampling. Teknik ini dipilih karena beberapa alasan utama. Pertama, populasi tersebar di 27 kota/kabupaten sehingga cluster sampling lebih efisien secara geografis dan ekonomis. Kedua, adanya heterogenitas kondisi sosial-ekonomi dan infrastruktur digital antar daerah memerlukan stratifikasi untuk memastikan semua kategori terwakili. Ketiga, teknik ini meningkatkan representativitas dengan menjamin setiap stratum mendapat porsi dalam sampel.
Penerapannya dilakukan dalam empat tahap. Tahap pertama adalah stratifikasi, yaitu mengelompokkan 27 kota/kabupaten menjadi tiga stratum: stratum 1 untuk kota besar seperti Bandung dan Bekasi, stratum 2 untuk kota sedang dan kabupaten maju, serta stratum 3 untuk kabupaten dengan infrastruktur terbatas. Tahap kedua adalah pemilihan cluster dengan memilih secara acak 2-4 kota/kabupaten dari setiap stratum. Tahap ketiga adalah sampling sekolah, yaitu memilih 3-5 SMA secara acak dari setiap cluster yang menerapkan pembelajaran hybrid secara konsisten. Tahap keempat adalah penentuan sampel siswa dengan mengambil siswa kelas XI dari setiap sekolah terpilih secara proporsional. Dengan cara ini, diharapkan diperoleh sekitar 30-40 sekolah dengan total 3.000-4.000 siswa sebagai sampel yang representatif.

3. Jika peneliti hanya mengambil sampel dari sekolah di kota besar seperti Bandung dan Bekasi, terdapat beberapa kelemahan serius terhadap validitas hasil penelitian. Pertama, validitas eksternal atau generalisabilitas hasil menjadi sangat rendah karena karakteristik kota besar tidak dapat mewakili kondisi seluruh Jawa Barat, terutama daerah kabupaten dan pedesaan. Kedua, terjadi sampling bias yang signifikan karena infrastruktur digital, akses internet, dan kondisi sosial-ekonomi di kota besar jauh lebih baik dibanding daerah lain, sehingga sampel menjadi terlalu homogen dan tidak menangkap variasi yang ada dalam populasi.
Ketiga, kesimpulan penelitian bisa menjadi menyesatkan karena pembelajaran hybrid mungkin efektif di kota besar dengan fasilitas memadai, tetapi bisa gagal ketika diterapkan di daerah dengan keterbatasan infrastruktur. Hal ini berpotensi menghasilkan rekomendasi kebijakan yang tidak tepat sasaran. Keempat, pendekatan ini mengabaikan faktor-faktor kontekstual penting seperti kesenjangan digital antar wilayah, perbedaan kualitas guru, variasi dukungan orang tua, dan kesiapan siswa di berbagai daerah. Akibatnya, hasil penelitian tidak dapat dijadikan dasar pengambilan kebijakan yang adil dan komprehensif untuk seluruh wilayah Provinsi Jawa Barat.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Lilin Ratnasari -
Nama: Lilin Ratnasari
NPM: 2313031056

1. Identifikasi Populasi dan Sampel
Populasi:
Populasinya adalah seluruh siswa kelas XI di SMA Negeri yang ada di Provinsi Jawa Barat.
Alasannya karena tujuan penelitian adalah mengukur efektivitas pembelajaran hybrid terhadap hasil belajar matematika pada seluruh siswa kelas XI di SMA Negeri, sehingga semua siswa kelas XI dari 600 SMA Negeri tersebut termasuk dalam cakupan populasi target.
Sampel:
Sampel adalah sebagian sekolah SMA Negeri dan siswa kelas XI yang dipilih mewakili seluruh karakteristik SMA Negeri di Jawa Barat.
Alasannya, jumlah sekolah sangat banyak dan tersebar, sehingga peneliti tidak mungkin meneliti semua sekolah. Dengan sampel, peneliti bisa memperoleh data yang tetap representatif tanpa menghabiskan terlalu banyak waktu, biaya, dan tenaga.

2. Teknik Sampling yang Paling Tepat
Teknik sampling yang paling tepat adalah Stratified Cluster Random Sampling (gabungan stratifikasi dan cluster).
Alasan:
a. Populasi sangat besar dan tersebar
600 sekolah di 27 kota/kabupaten cocok ditangani dengan cluster berdasarkan wilayah administratif.
b. Terdapat perbedaan kondisi antar daerah
Karena faktor sosial, ekonomi, dan infrastruktur digital berbeda-beda, maka stratifikasi wilayah (misal: kota besar, kota sedang, dan daerah pinggiran) penting agar sampel tetap representatif.
c. Jumlah siswa tiap sekolah berbeda
Dengan stratifikasi, peneliti bisa menyesuaikan jumlah sampel per strata agar proporsional.
Cara Menerapkannya:
Langkah 1 — Membuat strata wilayah
Misal: Strata 1: Kota besar (Bandung, Bekasi, Depok)
Strata 2: Kota sedang
Strata 3: Kabupaten pinggiran
Langkah 2 — Memilih cluster (sekolah) secara acak
Contoh: ambil 10–15 sekolah secara acak dari tiap strata.
Langkah 3 — Memilih sampel siswa
Dari tiap sekolah terpilih, ambil sampel siswa kelas XI secara acak atau proporsional (misal 30 siswa per sekolah).
Dengan cara ini, hasilnya lebih representatif karena setiap wilayah memiliki peluang terwakili.

3. Potensi Kelemahan Jika Sampel Hanya dari Kota Besar
Jika peneliti hanya mengambil sampel dari Bandung dan Bekasi saja, maka hasil penelitian berpotensi tidak valid secara eksternal (kurang generalizable).
Kelemahannya:
a. Tidak mewakili kondisi seluruh Jawa Barat
Sekolah di kota besar biasanya memiliki fasilitas digital lebih baik, guru lebih siap, dan siswa lebih terbiasa dengan teknologi.
b. Hasil cenderung bias dan terlalu optimis
Efektivitas hybrid di kota besar mungkin lebih tinggi daripada di daerah dengan infrastruktur digital lemah.
c. Mengabaikan kesenjangan antar wilayah
Daerah pinggiran atau kabupaten yang fasilitasnya terbatas juga merupakan bagian penting dari populasi.
d. Generalisasi menjadi tidak tepat
Kesimpulan “metode hybrid efektif” bisa menyesatkan jika hanya berdasarkan sekolah-sekolah yang sudah maju.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Irenius Juni Nugroho 2313031032 -
NAMA : IRENIUS JUNI NUGROHO
NPM : 2313031032
KELAS : 2023 B

1. Identifikasi Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI di 600 SMA Negeri di Provinsi Jawa Barat yang menerapkan pembelajaran hybrid. Alasan penetapan populasi ini karena peneliti ingin mengetahui efektivitas metode pembelajaran hybrid terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI secara khusus, bukan seluruh siswa atau jenjang kelas lainnya.
Sampel adalah sebagian siswa kelas XI dari beberapa SMA Negeri terpilih di Jawa Barat yang mewakili populasi dan akan benar-benar diteliti. Sampel ini dipilih karena tidak mungkin meneliti seluruh populasi yang sangat besar dengan pertimbangan efisiensi waktu, biaya, dan tenaga peneliti.

2. Teknik Sampling yang Paling Tepat
Teknik sampling yang paling tepat untuk penelitian ini adalah Stratified Cluster Random Sampling atau kombinasi antara stratified sampling dan cluster sampling. Saya akan menjelaskan alasan pemilihan dan cara penerapannya secara rinci.
Alasan pemilihan teknik ini:
Pertama, kondisi geografis dan demografis Jawa Barat sangat beragam dengan 27 kota dan kabupaten yang memiliki perbedaan signifikan dalam hal sosial, ekonomi, dan infrastruktur digital. Stratifikasi diperlukan untuk memastikan setiap kategori daerah terwakili secara proporsional sehingga hasil penelitian mencerminkan keragaman kondisi yang ada. Kedua, jumlah populasi sangat besar yaitu 600 sekolah yang tersebar luas sehingga tidak efisien jika mengambil sampel individual dari setiap sekolah. Dengan cluster sampling, peneliti dapat mengelompokkan sekolah berdasarkan wilayah kemudian memilih beberapa cluster secara acak untuk diteliti seluruh atau sebagian siswanya. Ketiga, teknik ini mempertimbangkan realitas bahwa tidak semua sekolah menerapkan pembelajaran hybrid secara konsisten.
Cara penerapan dalam konteks ini:
Tahap pertama adalah melakukan stratifikasi populasi. Peneliti membagi 27 kota atau kabupaten di Jawa Barat menjadi beberapa strata berdasarkan karakteristik tertentu. Misalnya berdasarkan tingkat perkembangan wilayah yaitu daerah urban atau kota besar seperti Bandung, Bekasi, Bogor, daerah suburban atau kota menengah seperti Cirebon, Tasikmalaya, Sukabumi, dan daerah rural atau kabupaten seperti Pangandaran, Sumedang, Garut.
Tahap kedua adalah menentukan proporsi sampel dari setiap stratum. Misalnya jika daerah urban mencakup 30 persen dari total sekolah, maka sampel dari stratum ini juga sekitar 30 persen dari total sampel yang akan diambil. Proporsi ini memastikan representativitas berdasarkan karakteristik populasi.
Tahap ketiga adalah cluster sampling dalam setiap stratum. Dari setiap stratum, peneliti memilih beberapa kota atau kabupaten secara random sebagai cluster. Misalnya dari stratum urban dipilih 2 kota, dari suburban dipilih 3 kota, dan dari rural dipilih 4 kabupaten
Tahap keempat adalah penentuan sampel siswa di setiap sekolah terpilih. Dari setiap sekolah yang masuk sampel, ambil siswa kelas XI secara random atau bisa mengambil seluruh siswa kelas XI jika jumlahnya tidak terlalu besar.

3. Potensi Kelemahan Jika Hanya Mengambil Sampel dari Kota Besar
Kelemahan pertama adalah sampling bias atau bias pemilihan sampel. Sampel tidak representatif terhadap keseluruhan populasi di Jawa Barat karena hanya mewakili kondisi kota besar saja. Karakteristik siswa di kota besar cenderung berbeda dengan siswa di daerah suburban dan rural dalam hal akses teknologi, latar belakang ekonomi keluarga, dan budaya belajar.
Kelemahan kedua adalah external validity yang rendah. Hasil penelitian tidak dapat digeneralisasi ke populasi yang lebih luas karena sampel tidak mencerminkan keberagaman kondisi yang ada. Ketika peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran hybrid efektif, kesimpulan tersebut sebenarnya hanya valid untuk sekolah di kota besar dengan infrastruktur digital yang baik, bukan untuk seluruh SMA Negeri di Jawa Barat.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Elsa Triananda -
nama : elsa triananda
npm :2313031053

1. Populasi dan Sampel
Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah seluruh siswa kelas XI di semua SMA negeri yang ada di Provinsi Jawa Barat. Alasannya karena peneliti ingin mengetahui seberapa efektif metode pembelajaran hybrid terhadap hasil belajar matematika pada tingkat tersebut secara menyeluruh, bukan hanya pada sekolah tertentu saja. Jadi, seluruh siswa kelas XI dari 600 SMA negeri itu termasuk dalam wilayah generalisasi penelitian.
Sedangkan sampel adalah sebagian sekolah dan sebagian siswa kelas XI yang dipilih dari populasi besar tersebut. Peneliti mengambil sampel karena jumlah sekolah sangat banyak dan tersebar di berbagai wilayah sehingga tidak memungkinkan untuk meneliti semuanya sekaligus. Sampel ini nantinya harus mewakili karakter populasi yang beragam, mulai dari daerah perkotaan, pinggiran, sampai pedesaan.

2. Teknik Sampling yang Paling Tepat
Teknik yang paling cocok untuk penelitian ini adalah proportionate stratified random sampling atau pengambilan sampel secara acak berdasarkan strata (kelompok) secara proporsional.Teknik ini dipilih karena kondisi di Jawa Barat sangat beragam. Ada perbedaan ekonomi, infrastruktur digital, dan jumlah siswa yang tidak sama antar daerah. Dengan membuat strata, peneliti memastikan setiap wilayah tetap terwakili secara seimbang. Strata yang paling logis digunakan adalah pembagian berdasarkan 27 kota dan kabupaten di Jawa Barat, karena masing-masing daerah memiliki karakter yang berbeda.
Cara menerapkannya dapat dilakukan dengan langkah-langkah sederhana. Pertama, peneliti membagi sekolah ke dalam kelompok sesuai kabupaten/kota. Setelah itu, peneliti menentukan berapa banyak sekolah yang diambil dari setiap daerah, disesuaikan dengan jumlah sekolah yang ada di daerah tersebut. Misalnya, daerah yang memiliki sekolah lebih banyak akan memperoleh porsi sampel lebih besar dibandingkan daerah yang jumlah sekolahnya sedikit. Setelah jumlah sampel di setiap daerah ditentukan, barulah peneliti memilih sekolah-sekolah tersebut secara acak. Dari sekolah yang terpilih, barulah dipilih siswa kelas XI secara acak juga untuk dijadikan responden penelitianDengan cara ini, sampel yang diperoleh benar-benar mewakili variasi kondisi di provinsi tersebut.

3. Kelemahan Jika Sampel Hanya Diambil dari Kota Besar
Jika peneliti hanya mengambil sampel dari kota besar seperti Bandung dan Bekasi, ada beberapa kelemahan yang akan memengaruhi validitas hasil penelitian.
Pertama, hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan ke seluruh Jawa Barat. Kota besar memiliki fasilitas digital yang jauh lebih baik, guru lebih siap dengan teknologi, dan siswa biasa mengikuti pembelajaran hybrid. Kondisi ini berbeda dengan wilayah lain yang infrastrukturnya masih terbatas.
Kedua, hanya mengambil sampel dari kota besar dapat menimbulkan bias. Penelitian bisa menggambarkan bahwa metode hybrid sangat efektif, padahal kondisi di kabupaten terpencil mungkin menunjukkan hasil berbeda karena kendala jaringan atau perangkat.
Ketiga, keragaman populasi tidak terwakili. Padahal penelitian yang baik harus menampilkan gambaran menyeluruh, bukan hanya daerah yang fasilitasnya memadai. Akibatnya, hasil yang diperoleh bersifat “optimis berlebihan” dan tidak mencerminkan kondisi sebenarnya di seluruh Jawa Barat.
Kesimpulannya, mengambil sampel hanya dari kota besar membuat penelitian kehilangan kekuatan generalisasi dan meningkatkan risiko bias lokasi.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Muhammad Jibril Ramadhan 2313031045 -
Nama: Muhammad Jibril Ramadhan
NPM: 2313031045

1) Populasi dan sampel — identifikasi & alasan
Populasi:
Seluruh siswa kelas XI di semua SMA negeri di Provinsi Jawa Barat (seluruh 600 SMA negeri dan semua siswa kelas XI pada sekolah-sekolah tersebut).
Alasan: karena tujuan penelitian adalah menggeneralisasi temuan ke seluruh SMA negeri Jawa Barat, maka unit populasi adalah siswa kelas XI pada keseluruhan sekolah negeri di provinsi itu.
Sampel (praktis):
Sampel yang diambil adalah subset dari populasi di atas — mis. sekumpulan SMA negeri (sekolah terpilih) dan siswa kelas XI yang ada di sekolah-sekolah tersebut. Dalam istilah operasional: sampel terdiri dari sekolah-sekolah yang dipilih secara acak menurut prosedur sampling yang tepat, dan dari tiap sekolah terpilih diambil sejumlah siswa kelas XI (misalnya satu atau beberapa rombongan/kelas atau siswa acak).
Alasan: keterbatasan waktu/biaya/ketersediaan akses membuat peneliti harus mengambil sampel yang representatif supaya bisa membuat inferensi terhadap populasi.


2) Teknik sampling paling tepat + cara menerapkannya
Rekomendasi utama:
Stratified multistage sampling dengan Probability-Proportional-to-Size (PPS) pada tahap sekolah, lalu simple random sampling (SRS) pada tingkat siswa.
Mengapa ini tepat:
• Ada heterogenitas antar daerah (27 kota/kabupaten) — stratifikasi menjaga representasi setiap kota/kabupaten dan mengurangi varians estimasi.
• Jumlah siswa per sekolah bervariasi — PPS memperhitungkan ukuran sekolah sehingga sekolah besar punya peluang lebih besar terpilih (mengurangi bias sampling).
• Karena 600 sekolah tersebar luas, pengambilan multistage (pilih sekolah dulu, lalu siswa di sekolah) lebih praktis dan ekonomis.
• Semua langkah bersifat probabilistik → memungkinkan estimasi error sampling dan generalisasi.
Langkah penerapan (detail operasional):
1. Bangun frame sampling:
o Dapatkan daftar lengkap 600 SMA negeri per kabupaten/kota beserta jumlah siswa kelas XI di masing-masing sekolah (required).
2. Tentukan stratifikasi:
o Gunakan kota/kabupaten sebagai strata (27 strata). Jika relevan, bisa tambahkan stratifikasi berganda (mis. urban vs rural / tingkat infrastruktur digital tinggi vs rendah) untuk mengontrol variabel kunci.
3. Tentukan ukuran sampel total (N_sampel siswa):
o Pilih ukuran sampel siswa berdasarkan pertimbangan tujuan penelitian (power analysis jika ingin uji hipotesis), presisi yang dikehendaki, dan sumber daya. (Contoh praktis: total 1.000–2.000 siswa untuk studi kuantitatif provinsi biasanya memadai; peneliti dapat melakukan perhitungan power untuk menentukan angka yang tepat.)
4. Alokasi sampel ke strata:
o Gunakan alokasi proporsional (proporsional terhadap jumlah siswa kelas XI di tiap strata), atau alokasi Neyman jika ingin meminimalkan varians dengan memperhitungkan heterogenitas strata.
5. Pemilihan sekolah (tahap 1 — cluster level):
o Dalam tiap strata, pilih sejumlah sekolah menggunakan PPS (Probability-Proportional-to-Size) berdasarkan jumlah siswa kelas XI; atau pilih sekolah secara acak sederhana jika semua sekolah relatif sama besar.
o Jumlah sekolah per strata disesuaikan dengan alokasi sebelumnya.
6. Pemilihan siswa (tahap 2 — unit akhir):
o Dari setiap sekolah terpilih, ambil sampel siswa secara SRS (mis. undian daftar nama siswa kelas XI atau pilih 1–2 kelas secara acak lalu ambil semua siswa dalam kelas itu).
o Jika logistik memudahkan, bisa memilih kelas sebagai cluster akhir (one-stage cluster within school): pilih 1–2 kelas XI secara acak lalu ambil semua siswanya.
7. Catat variabel sekolah & fidelity implementasi hybrid:
o Kumpulkan data sekolah (kota, akses internet, rasio guru/murid, tingkat penerapan hybrid, frekuensi daring/luring, dsb.) untuk analisis multilevel dan kontrol potensi konfonder.
8. Analisis & penimbangan (weighting):
o Terapkan bobot sampling jika diperlukan (mis. bila PPS atau alokasi tidak proporsional) agar estimator merepresentasikan populasi.
9. Uji representativitas & non-response:
o Monitor non-response; gunakan upaya follow-up dan, bila perlu, penyesuaian bobot.
Catatan praktis tambahan:
• Jika data jumlah siswa per sekolah tidak tersedia, gunakan cluster sampling sederhana (acak sekolah per strata) tapi usahakan mengambil lebih banyak sekolah untuk mengkompensasi variabilitas ukuran sekolah.
• Lakukan power calculation (perhitungan kekuatan uji) berdasarkan efek yang diharapkan (effect size) untuk menentukan jumlah minimum siswa yang diperlukan agar uji perbedaan hasil belajar bermakna secara statistik.


3) Jika sampel hanya di kota besar (Bandung & Bekasi): potensi kelemahan terhadap validitas
Jika peneliti hanya mengambil sampel dari sekolah-sekolah di kota besar seperti Bandung dan Bekasi, maka ada sejumlah ancaman serius terhadap validitas penelitian:
1. Eksternernal validity (generalizability) terancam
o Sampel terbatas pada sekolah urban ber-infrastruktur lebih baik; hasil tidak bisa digeneralisasikan ke SMA negeri di daerah pedesaan atau kabupaten dengan kondisi sosial-ekonomi/infrastruktur berbeda.
2. Sampling bias / selection bias
o Sekolah di kota besar cenderung memiliki fasilitas lebih baik (internet, perangkat, pelatihan guru), sehingga efektivitas metode hybrid bisa tampak lebih tinggi — ini menghasilkan biased estimate terhadap efektivitas rata-rata provinsi.
3. Confounding / omitted variable bias
o Perbedaan hasil belajar mungkin disebabkan oleh variabel lain (akses internet, kemampuan digital guru, status sosial-ekonomi), bukan metode hybrid itu sendiri. Jika sampel hanya di kota besar, variabilitas faktor-faktor ini rendah → sulit melihat interaksi atau mengontrol efeknya.
4. Ecological/case mix problem
o Implementasi hybrid di kota besar biasanya lebih konsisten; di wilayah lain implementasinya mungkin tidak konsisten. Sampel kota besar mengabaikan variasi implementasi yang nyata di provinsi.
5. Kesalahan kebijakan (policy error)
o Jika penelitian dimaksudkan memberi rekomendasi kebijakan provinsi, rekomendasi berdasarkan sampel kota besar bisa menyesatkan — kebijakan yang cocok untuk Bandung belum tentu cocok untuk Kabupaten terpencil.
Mitigasi (jika terpaksa sampling urban saja):
• Tegaskan batasan generalisasi di laporan (klarifikasi: results apply only to konteks urban/kota besar).
• Kumpulkan data bawaan (covariates) seperti infrastruktur, SES, dan gunakan analisis terstratifikasi / model multivariat untuk setidaknya mengontrol efek-efek tersebut.
• Gunakan post-stratification weighting bila ada data populasi untuk menyesuaikan estimasi—namun ini tidak sepenuhnya menggantikan sampel lapangan yang representatif.
• Usahakan melakukan purposive oversampling sekolah di daerah kurang beruntung pada studi lanjutan untuk membandingkan hasil.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Fatria Irawan -
Nama : Fatria Irawan
NPM : 2313031036
Kelas : 2023B

1. Populasi dan sampel serta alasannya
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA Negeri di Provinsi Jawa Barat, karena mereka merupakan subjek yang secara langsung mengalami pembelajaran hybrid dan menjadi sasaran pengukuran hasil belajar matematika. Sampel adalah sebagian siswa kelas XI yang diambil dari beberapa SMA Negeri di berbagai kota dan kabupaten di Jawa Barat. Pengambilan sampel diperlukan karena jumlah sekolah yang sangat banyak (600 sekolah) dan tersebar luas, sehingga peneliti tidak mungkin menjangkau seluruh populasi secara waktu, biaya, dan tenaga, namun tetap ingin memperoleh gambaran yang mewakili kondisi sebenarnya.

2. Teknik sampling yang paling tepat dan cara penerapannya
Teknik sampling yang paling tepat digunakan adalah multistage (two-stage) cluster random sampling yang dikombinasikan dengan stratified sampling. Teknik ini tepat secara teoretik karena populasi berskala besar, tersebar secara geografis, serta memiliki perbedaan kondisi sosial ekonomi dan infrastruktur digital. Cara penerapannya adalah dengan terlebih dahulu mengelompokkan sekolah berdasarkan wilayah kota/kabupaten (cluster), kemudian memilih beberapa kota/kabupaten secara acak. Pada tahap berikutnya, dari kota/kabupaten terpilih, dipilih beberapa SMA Negeri secara acak, lalu dari setiap sekolah terpilih, dipilih siswa kelas XI secara acak atau proporsional sesuai jumlah siswa. Dengan cara ini, sampel lebih representatif terhadap keragaman kondisi wilayah.

3. Kelemahan jika hanya mengambil sampel dari kota besar
Jika peneliti hanya mengambil sampel dari sekolah-sekolah di kota besar seperti Bandung dan Bekasi, maka hasil penelitian berpotensi mengalami bias sampel (sampling bias). Hal ini terjadi karena sekolah di kota besar umumnya memiliki akses internet yang lebih baik, sarana TIK yang lebih lengkap, dan kesiapan guru yang lebih tinggi dalam melaksanakan pembelajaran hybrid. Akibatnya, hasil penelitian cenderung menunjukkan efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan kondisi sebenarnya di daerah pinggiran atau rural. Hal ini menurunkan validitas eksternal atau daya generalisasi hasil penelitian, karena temuan tidak dapat mewakili seluruh kondisi SMA Negeri di Jawa Barat.
In reply to First post

Re: CASE STUDY

by Zahra Syafitri T. -
Nama : Zahra Syafitri Tunnisa
NPM : 2313031035

Populasi dan Sampel
Populasi: Seluruh siswa kelas XI di 600 SMA negeri Provinsi Jawa Barat. Alasannya, populasi adalah keseluruhan target generalisasi penelitian yaitu siswa kelas XI yang menerima pembelajaran hybrid, dengan fokus pada hasil belajar matematika mereka.
Sampel: Sebagian siswa kelas XI dari SMA negeri terpilih di Jawa Barat. Alasannya, populasi terlalu besar dan tersebar sehingga tidak memungkinkan sensus; sampel diperlukan untuk representasi efisien.

Teknik Sampling Paling Tepat
Teknik: Multistage Cluster Sampling.
Alasan: Teknik ini paling tepat karena menangani 600 sekolah tersebar di 27 kota/kabupaten dengan heterogenitas sosial-ekonomi dan infrastruktur digital; efisien biaya/waktu; probabilistik sehingga representatif; cocok untuk variasi ukuran sekolah dan siswa.

Cara Menerapkan:
Stage 1: SRS 6-9 kota/kabupaten dari 27 (25-33%)
Stage 2: SRS 4-6 SMA negeri per kota/kab terpilih (total 24-54 sekolah)
Stage 3: SRS 20-30 siswa kelas XI per sekolah (total 480-1620 siswa)

Kelemahan Sampling Kota Besar Saja
Sampling hanya Bandung dan Bekasi menyebabkan geographic bias dan socio-economic bias, merusak external validity. Sekolah kota punya infrastruktur digital lebih baik dan siswa bermotivasi tinggi, sehingga hasil "hybrid efektif" tidak berlaku untuk 80% Jawa Barat (kabupaten pedesaan) dengan kondisi berbeda. Kesimpulan jadi tidak dapat digeneralisasi ke provinsi secara keseluruhan.