Nama : Theodorus Darmawan
NPM : 2112011078
Menurut Jimly Asshididiqie, penafsiran merupakan kegiatan yang sangat penting dalam hukum dan ilmu hukum. apa alasannya dan berikan contohnya.
Menurut Jimly Asshiddiqie, penafsiran merupakan kegiatan yang sangat
penting dalam hukum dan ilmu hukum. Penafsiran merupakan metode
untuk memahami makna yang terkandung dalam teks-teks hukum untuk
dipakai dalam menyelesaikan kasus-kasus atau mengambil keputusan atas
hal-hal yang dihadapi secara kongkrit. Di samping itu, dalam bidang hukum
tata negara, penafsiran dalam hal ini judicial interpretation (penafsiran oleh
hakim), juga dapat berfungsi sebagai metode
perubahan konstitusi dalam
arti menambah, mengurangi, atau memperbaiki makna yang terdapat dalam
teks undang-undang dasar
Contoh :
Dibawah ini merupakan salah satu Contoh bagaimana
metode penafsiran jenis sistematis atau logis digunakan dalam praktik peradilan di MK
Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 005/PUU-IV/2006
[dalam perkara permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang
Komisi Yudisial dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman] sebagai berikut:
Bahwa apabila ditinjau secara sistematis dan dari penafsiran berdasarkan “original
intent”
115 perumusan ketentuan UUD 1945, ketentuan mengenai KY dalam Pasal 24B
UUD 1945 memang tidak berkaitan dengan ketentuan mengenai MK yang diatur dalam
Pasal 24C UUD 1945. Dari sistimatika penempatan ketentuan mengenai
Komisi Yudisial sesudah pasal yang mengatur tentang Mahkamah Agung
yaitu Pasal 24A dan sebelum pasal yang mengatur tentang Mahkamah
Konstitusi yaitu Pasal 24C, sudah dapat dipahami bahwa ketentuan mengenai
Komisi Yudisial pada Pasal 24B UUD 1945 itu memang tidak dimaksudkan untuk
mencakup pula objek perilaku hakim konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 24C
UUD 1945. Hal ini dapat dipastikan dengan bukti risalah-risalah rapat-rapat Panitia Ad
Hoc I Badan Pekerja MPR maupun dari keterangan para mantan anggota Panitia Ad
Hoc tersebut dalam persidangan bahwa perumusan ketentuan mengenai KY dalam
Pasal 24B UUD 1945 memang tidak pernah dimaksudkan untuk mencakup pengertian
hakim konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24C UUD 1945.