Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Nama : Iskandar
NPM : 2423031007
Mohon izin menjawab ibu
1. “Apa langkah-langkah kreatif yang bisa Anda lakukan untuk menjaga keberlanjutan tradisi Sasi agar tetap relevan di era modern?”
Jawab:
Langkah-Langkah Kreatif Menjaga Keberlanjutan Tradisi Sasi di Era Modern
Menurut Satria (2021), Sasi merupakan sistem sosial-ekologis yang berfungsi sebagai mekanisme pengendalian eksploitasi sumber daya di wilayah pesisir Indonesia Timur. Nilai-nilai dalam Sasi menekankan etika ekologis, solidaritas sosial, dan tanggung jawab antargenerasi terhadap alam. Namun, modernisasi dan perubahan nilai generasi muda menyebabkan tradisi ini terancam punah. Langkah pertama untuk menjaga keberlanjutan Sasi adalah melakukan revitalisasi nilai budaya melalui pendidikan formal dan nonformal. Sekolah di desa dapat memasukkan praktik Sasi sebagai bagian dari kurikulum muatan lokal, di mana siswa belajar tentang aturan adat, ekologi laut, serta konsekuensi ekologis dari pelanggaran Sasi. Selain itu, pembentukan forum lintas generasi antara tetua adat dan pemuda dapat menjadi ruang dialog dan pembelajaran interaktif. Pemuda diajak untuk menginterpretasikan Sasi dengan bahasa yang lebih kontekstual terhadap tantangan modern seperti krisis iklim, sehingga tradisi ini tetap relevan secara ideologis dan praktis.
Leal Filho et al. (2022) menguatkan bahwa pelestarian tradisi ekologis lokal memerlukan transformasi dari sekadar aturan adat menjadi sistem pendidikan berkelanjutan berbasis partisipasi. Generasi muda perlu dilibatkan sebagai penggerak utama agar kearifan lokal tidak terhenti sebagai memori budaya, tetapi menjadi aksi sosial kolektif. Salah satu inovasi kreatif adalah digitalisasi praktik Sasi melalui pembuatan aplikasi atau platform daring yang memuat kalender adat, zona konservasi, serta status buka-tutup Sasi. Teknologi ini memungkinkan masyarakat luas mengetahui kapan suatu area laut atau hutan sedang “disasi”, sekaligus menumbuhkan transparansi dan kepatuhan. Pemuda juga dapat memanfaatkan media sosial sebagai sarana kampanye ekologi budaya. Dengan membuat konten visual seperti video pendek, animasi, atau podcast, nilai-nilai Sasi dapat disebarluaskan kepada audiens global. Hal ini mengubah tradisi menjadi bagian dari identitas digital yang membanggakan.
Keraf (2020) menjelaskan bahwa revitalisasi etika lingkungan lokal harus berangkat dari kesadaran moral kolektif bahwa manusia adalah bagian dari ekosistem, bukan penguasanya. Nilai Sasi menegaskan pentingnya keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan kelestarian alam sebagai dasar kehidupan masyarakat adat. Dalam konteks modern, pendekatan edukasi moral ekologis berbasis budaya dapat diperkuat dengan seni dan ritual lokal. Misalnya, menciptakan pertunjukan teater rakyat, film dokumenter, atau festival Sasi yang menggambarkan filosofi “alam sebagai ibu kehidupan.” Media budaya semacam ini menyentuh sisi emosional generasi muda. Selain itu, mengintegrasikan nilai Sasi dalam pendidikan karakter ekologis nasional juga penting. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dapat bekerja sama dengan komunitas adat untuk menjadikan Sasi sebagai contoh konkret implementasi Education for Sustainable Development di Indonesia Timur.
Damanik dan Fadhilah (2023), menjaga relevansi kearifan lokal membutuhkan inovasi sosial yang menyesuaikan perubahan sosial-ekonomi. Generasi muda perlu didorong untuk menjadi “agen pelestari kreatif” dengan menggabungkan teknologi, seni, dan partisipasi masyarakat. Langkah berikutnya adalah membentuk komunitas kreatif lingkungan yang berfokus pada promosi dan riset tradisi Sasi. Komunitas ini dapat menghasilkan konten edukatif, penelitian etnografi digital, serta kegiatan green campaign yang menggandeng sekolah dan lembaga pariwisata lokal. Selain itu, inovasi dapat berupa pembuatan museum digital atau arsip daring tentang Sasi, yang mendokumentasikan sejarah, lagu adat, dan ritual pembukaan Sasi. Upaya ini menjaga pengetahuan leluhur tetap hidup sekaligus menjadi sumber literasi budaya bagi masyarakat global.
UNESCO (2024) menekankan bahwa pelestarian tradisi lokal di era Society 5.0 harus melibatkan teknologi cerdas yang memfasilitasi pembelajaran lintas budaya. Kearifan lokal seperti Sasi berpotensi menjadi model pendidikan lingkungan berbasis masyarakat yang mengintegrasikan budaya, sains, dan inovasi digital. Sebagai strategi implementasi, pemuda lokal dapat mengembangkan program Sasi Smart Village, yaitu desa pintar berbasis nilai-nilai Sasi dengan sistem sensor digital untuk pemantauan perairan, limbah, dan kondisi ekosistem laut. Inovasi ini menampilkan harmoni antara adat dan teknologi. Langkah kreatif lainnya adalah menjadikan tradisi Sasi bagian dari wisata edukasi lingkungan digital, di mana pengunjung dapat mengikuti simulasi ritual Sasi melalui teknologi augmented reality (AR). Dengan begitu, tradisi ini tidak hanya dilestarikan, tetapi juga dipopulerkan sebagai warisan ekologis dunia.
Menjaga keberlanjutan Sasi di era modern menuntut sinergi antara budaya dan inovasi. Langkah-langkah kreatif seperti digitalisasi adat, pendidikan lingkungan berbasis budaya, kampanye media sosial, hingga pengembangan Sasi Smart Village menjadikan tradisi ini tetap hidup dan relevan. Generasi muda menjadi kunci utama—bukan hanya sebagai pewaris nilai, tetapi juga sebagai inovator yang menghubungkan kearifan lokal dengan masa depan ekologis yang berkelanjutan.
2. “Bagaimana Anda bisa menggabungkan kearifan lokal ini dengan peluang ekonomi yang memberdayakan masyarakat tanpa merusak lingkungan?”
Jawab:
Integrasi Kearifan Lokal Sasi dengan Ekonomi Berkelanjutan dan Pemberdayaan Masyarakat Menurut Damanik dan Fadhilah (2023), potensi ekonomi berbasis kearifan lokal hanya dapat berkembang jika masyarakat diberdayakan melalui pendekatan community-based economy. Pendekatan ini memastikan bahwa pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara adil, transparan, dan sesuai dengan kapasitas ekosistem. Tradisi seperti Sasi memiliki nilai ekonomi tinggi apabila dikaitkan dengan praktik ekonomi hijau dan ekowisata. Langkah strategis pertama adalah membangun koperasi adat Sasi yang mengelola hasil laut, hutan, dan kebun dengan sistem bagi hasil berkelanjutan. Koperasi ini dapat menjadi wadah produksi, distribusi, dan pelatihan ekonomi sirkular berbasis lingkungan. Koperasi tersebut juga bisa bermitra dengan lembaga keuangan mikro ramah lingkungan untuk mendukung pembiayaan usaha kecil berbasis Sasi seperti kerajinan laut, produk olahan hasil hutan nonkayu, dan wisata konservasi. Dengan begitu, masyarakat memiliki akses modal tanpa harus merusak sumber daya alam. Leal Filho et al. (2022), penggabungan kearifan lokal dengan ekonomi modern harus memperhatikan nilai ekologis tradisi tersebut. Pembangunan ekonomi yang menghormati kearifan lokal dapat menciptakan eco-innovation, yaitu inovasi yang menjaga keseimbangan antara manfaat ekonomi dan kelestarian lingkungan. Masyarakat dapat menciptakan label produk ekologis “Sasi Certified”, yang menandakan bahwa hasil laut atau hutan diambil sesuai dengan aturan adat dan tidak merusak ekosistem. Label ini meningkatkan nilai jual produk di pasar lokal dan global, terutama bagi konsumen yang mendukung prinsip fair trade dan keberlanjutan. Pemuda desa juga dapat mengembangkan platform digital pemasaran produk Sasi, seperti situs e-commerce atau media sosial yang menampilkan cerita budaya di balik setiap produk. Dengan pendekatan story-based marketing, nilai budaya dan tanggung jawab ekologis menjadi keunggulan kompetitif dalam pasar ekonomi hijau.
Keraf (2020) menekankan bahwa ekonomi berkelanjutan tidak hanya menekankan efisiensi produksi, tetapi juga etika ekologis. Masyarakat harus memandang alam bukan sebagai objek eksploitasi, tetapi sebagai subjek kehidupan bersama. Nilai Sasi mengandung prinsip moral bahwa kesejahteraan ekonomi harus dicapai tanpa melanggar harmoni ekologis. Untuk menggabungkan aspek ekonomi dan moral, masyarakat dapat mengembangkan program wisata edukatif berbasis Sasi, di mana wisatawan diajak belajar tentang nilai-nilai adat, konservasi laut, dan praktik penutupan wilayah tangkap. Pendapatan dari wisata tersebut bisa digunakan untuk dana konservasi dan beasiswa anak nelayan. Selain wisata, pelatihan kewirausahaan ekologis bagi pemuda juga penting. Mereka dapat belajar mengolah hasil laut berkelanjutan menjadi produk bernilai tambah seperti keripik ikan organik, minyak kelapa alami, atau suvenir ramah lingkungan yang dipasarkan secara daring. Menurut Arifin dan Rahardjo (2024), penguatan ekonomi lokal berbasis lingkungan memerlukan tata kelola kolaboratif yang melibatkan pemerintah, lembaga adat, dan sektor swasta. Model kolaborasi ini disebut inclusive green governance, yang menempatkan masyarakat lokal sebagai aktor utama sekaligus penerima manfaat pembangunan hijau. Pemerintah daerah dapat mendukung ekonomi Sasi dengan memberikan insentif pajak hijau atau subsidy for conservation bagi kelompok masyarakat yang aktif menjaga kawasan konservasi laut atau hutan adat. Kebijakan ini memberikan nilai ekonomi langsung bagi tindakan pelestarian lingkungan. Selain itu, pelibatan universitas dalam riset Sasi-based business model dapat memperkuat legitimasi ilmiah dan membuka peluang kerja sama dengan sektor swasta beretika lingkungan. Kolaborasi ini menghasilkan inovasi bisnis berbasis data yang meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan ekonomi masyarakat adat.
UNESCO (2024) menegaskan bahwa pembangunan ekonomi yang berakar pada budaya lokal merupakan pilar penting dalam Education for Sustainable Development (ESD). Pendekatan ini mendorong generasi muda untuk memahami hubungan antara ekonomi, budaya, dan ekologi secara integratif. Program pendidikan masyarakat dapat diarahkan pada pembentukan inkubator ekonomi hijau berbasis Sasi. Inkubator ini berfungsi memberikan pelatihan manajemen bisnis, literasi keuangan, dan pemasaran digital kepada masyarakat desa dengan tetap menekankan nilai konservasi adat. Untuk memperkuat keberlanjutan, generasi muda dapat berperan sebagai eco-entrepreneur adat, yaitu wirausahawan sosial yang memadukan inovasi ekonomi dengan pelestarian budaya. Dengan semangat tersebut, Sasi tidak hanya dipertahankan sebagai simbol tradisi, tetapi berkembang menjadi ekosistem ekonomi baru yang berkelanjutan.
Integrasi antara kearifan lokal Sasi dan ekonomi berkelanjutan dapat dilakukan melalui inovasi kelembagaan, digitalisasi, dan pemberdayaan masyarakat. Koperasi adat, label “Sasi Certified,” wisata edukatif, dan inkubator ekonomi hijau menjadi strategi konkret yang mengubah nilai tradisi menjadi kekuatan ekonomi. Dengan mengutamakan etika ekologis dan kolaborasi lintas sektor, Sasi dapat menjadi model ekonomi hijau berbasis budaya lokal yang mendukung kesejahteraan masyarakat sekaligus melestarikan alam.
Referensi
Arifin, Z., & Rahardjo, D. (2024). Inclusive green governance and local economic transformation in Indonesia. Journal of Environmental Policy Studies, 20(1), 45–60.
Damanik, J., & Fadhilah, R. (2023). Local wisdom and green economy integration in coastal communities of Indonesia. Journal of Sustainable Development Studies, 18(4), 205–222.
Damanik, J., & Fadhilah, R. (2023). Local wisdom and green innovation in Indonesia’s coastal communities. Journal of Sustainable Development Studies, 18(2), 115–133.
Keraf, A. S. (2020). Etika lingkungan hidup. Kompas Media Nusantara.
Leal Filho, W., Salvia, A. L., & Pretorius, R. (2022). Indigenous knowledge and sustainability education. Springer Nature.
Satria, A. (2021). Ekologi politik sumber daya pesisir dan laut di Indonesia. IPB Press.
UNESCO. (2024). Education for Sustainable Development and Indigenous Knowledge Integration. Paris: UNESCO Publishing.