Kiriman dibuat oleh Vivian Rizkiana Fauzi

Nama: Vivian Rizkiana Fauzi
NPM: 2415061002
Kelas: PSTI-D

A. Menurut pendapat saya, proses pendidikan di tengah pandemi COVID-19 membawa tantangan besar, baik bagi siswa, orang tua, maupun tenaga pengajar. Sekolah dari rumah dan pembelajaran online menjadi solusi sementara yang diperlukan untuk menjaga keselamatan, namun ini tidak mudah diterapkan. Banyak orang tua yang mengalami kesulitan dalam mendampingi anak-anak mereka belajar di rumah, terlebih dengan keterbatasan akses fasilitas belajar, seperti internet dan perangkat elektronik yang memadai. Hal ini semakin memperlebar kesenjangan sosial-ekonomi, sebab tidak semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk belajar secara efektif dari rumah. Guru juga menghadapi tantangan dalam beradaptasi dengan metode mengajar jarak jauh, apalagi dengan keterbatasan yang dihadapi, seperti kurangnya pelatihan teknologi atau fasilitas.

B. Agar pendidikan lebih efektif di tengah pandemi dengan tetap mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila, pemerintah dan masyarakat bisa menerapkan nilai gotong royong dengan saling membantu dalam menyediakan fasilitas belajar bagi yang membutuhkan, seperti inisiatif berbagi akses internet atau perangkat belajar. Pemerintah dan sekolah dapat bekerja sama untuk memberikan subsidi pulsa atau perangkat untuk siswa kurang mampu, sehingga akses pendidikan lebih merata.

C. Salah satu contoh yang ada di daerah saya adalah aksi gotong royong masyarakat dalam mengumpulkan dana dan menyediakan peralatan belajar bagi anak-anak yang kurang mampu. Kelompok masyarakat yang mengumpulkan donasi untuk membeli smartphone atau laptop yang kemudian dipinjamkan kepada siswa yang membutuhkan. Pendapat saya, aksi semacam ini harus didukung karena tidak hanya membantu siswa yang kekurangan, tetapi juga menunjukkan bahwa semangat gotong royong dan kepedulian sosial masih kuat di masyarakat.

D. Hakikat Pancasila adalah dasar dan panduan moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Aktualisasi nilai-nilai Pancasila berarti menerapkan kelima sila sebagai acuan dalam berpikir, bersikap, dan bertindak. Dengan demikian, setiap individu diharapkan untuk menjunjung tinggi nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila sebagai paradigma berpikir artinya kita menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai acuan dalam setiap keputusan dan pemikiran, terutama terkait dengan kepentingan bersama. Sebagai paradigma bersikap, Pancasila menuntun kita untuk selalu berperilaku berdasarkan prinsip-prinsip moral yang baik, seperti kejujuran dan tanggung jawab. Dengan demikian, Pancasila tidak hanya sekadar simbol tetapi juga menjadi landasan kuat dalam membentuk karakter dan kepribadian masyarakat Indonesia yang beradab dan siap bersaing di dunia global.
Filsafat berasal dari kata Yunani "Philosophia," yang berarti cinta kebijaksanaan. Aliran-aliran filsafat meliputi rasionalisme, yang menekankan akal; materialisme, yang mengutamakan materi; individualisme, yang fokus pada diri sendiri; dan hedonisme, yang mengejar kesenangan. Filsafat memiliki manfaat penting, seperti pencarian kebenaran hakiki, pengembangan kemampuan berpikir logis, tindakan bijaksana, serta keseimbangan antara pertimbangan dan tindakan yang mendukung keselarasan hidup. Filsafat Pancasila berfungsi sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan budaya bangsa, dengan tujuan memahami pokok-pokok pengertian yang mendasar. Sebagai sistem filsafat, Pancasila terdiri dari unsur-unsur yang saling berhubungan, di mana setiap bagian memiliki fungsi sendiri untuk mencapai tujuan tertentu dalam konteks yang kompleks.

Wawasan filsafat mencakup tiga aspek penyelidikan. Pertama, aspek ontologis yang menyelidiki hakikat dan eksistensi. Kedua, aspek epistemologis yang mempelajari dasar dan validitas ilmu pengetahuan. Ketiga, aspek aksiologis yang berkaitan dengan nilai dan manfaat. Ketiga aspek ini membantu memahami lebih dalam tentang hakikat kehidupan dan pandangan dunia yang diusung oleh filsafat.
Pembahasan mengenai peran filsafat ilmu dalam memahami dan mengembangkan Pancasila sebagai dasar filosofis dan panduan moral bangsa Indonesia melibatkan tiga dimensi utama filsafat ilmu: ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

Ontologi Pancasila menganggap Pancasila sebagai pandangan hidup yang berakar dari budaya dan sejarah Indonesia. Setiap sila mencerminkan esensi manusia sebagai makhluk beriman dan berperikemanusiaan, berfungsi sebagai "sistem nilai berderajat" yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan penting untuk stabilitas negara di tengah keragaman.

Epistemologi Pancasila menyoroti cara masyarakat memperoleh pengetahuan berdasarkan konsensus nilai-nilai yang disepakati. Pancasila lahir dari dialog yang melibatkan beragam pemikiran, memungkinkan penyesuaian dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan inti nilai. Hal ini menunjukkan pentingnya keadilan dan kemanusiaan dalam pengambilan keputusan.

Aksiologi Pancasila menekankan fungsi Pancasila sebagai panduan moral bagi tindakan masyarakat. Dengan nilai-nilai seperti keadilan sosial dan persatuan, Pancasila menjadi dasar etis bagi individu dan negara. Penerapannya diharapkan dapat mengatasi tantangan sosial, seperti korupsi dan disintegrasi, dengan meningkatkan kesadaran kolektif terhadap nilai kebangsaan.

Ada tantangan bagi Pancasila untuk tetap relevan di tengah masyarakat yang pluralistik dan masalah besar seperti korupsi dan kesenjangan sosial. Pancasila perlu dikaji dan dikembangkan melalui filsafat ilmu agar dapat diterapkan dalam konteks kebangsaan yang terus berubah.
Nama: Vivian Rizkiana Fauzi
NPM: 2415061002
Kelas: PSTI-D

1. Menurut saya, Kasus penolakan jenazah COVID-19 terjadi akibat kekhawatiran masyarakat terhadap kemungkinan penularan virus, terutama saat prosesi pemakaman. Kekhawatiran ini membuat masyarakat melakukan tindakan penolakan, yang sebenarnya bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, terutama sila kedua, yaitu "Kemanusiaan yang adil dan beradab." Nilai ini menekankan pentingnya penghormatan terhadap martabat manusia, baik ketika masih hidup maupun setelah meninggal, termasuk dengan memperlakukan jenazah dengan penuh penghormatan dan rasa kemanusiaan.

2. Menurut saya sebagai mahasiswa, salah satu cara untuk mengatasi permasalahan penolakan jenazah COVID-19 ini adalah dengan memberikan edukasi yang berbasis ilmiah kepada masyarakat secara komprehensif oleh para ahli di bidang kesehatan, sehingga masyarakat memiliki pemahaman yang lebih mendalam mengenai prosedur dan keamanan pemakaman jenazah korban COVID-19. Dengan adanya penjelasan langsung dari para tenaga ahli, diharapkan masyarakat dapat memahami fakta-fakta yang benar dan tidak mudah terbawa oleh spekulasi atau asumsi-asumsi berlebihan yang beredar di tengah-tengah masyarakat. Selain itu, edukasi ilmiah yang diberikan secara terus-menerus juga akan membantu masyarakat untuk lebih kritis dalam menyaring informasi, sehingga mereka tidak mudah terpengaruh oleh berita-berita negatif atau hoaks yang tidak didasarkan pada kebenaran ilmiah.

3. Ya, penolakan jenazah korban COVID-19 bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap sila kedua Pancasila, yaitu "Kemanusiaan yang adil dan beradab." Meskipun jenazah tersebut sudah tidak bernyawa, kita tetap memiliki tanggung jawab moral dan kemanusiaan untuk memperlakukannya dengan penuh hormat. Tindakan penolakan ini menunjukkan bahwa ada kurangnya rasa kemanusiaan dalam masyarakat, dan juga mengabaikan prinsip keadilan yang seharusnya berlaku bagi setiap individu, baik ketika mereka masih hidup maupun setelah meninggal dunia. Mengingat sudah ada protokol kesehatan yang jelas untuk menangani jenazah korban COVID-19, seharusnya tidak ada alasan yang cukup kuat untuk menolak penguburan mereka. Sebaliknya, penolakan tersebut justru mencerminkan kurangnya pemahaman dan empati terhadap nilai-nilai kemanusiaan serta norma-norma beradab yang seharusnya dijunjung tinggi dalam masyarakat.