NAMA : Putri Nabilla Atifa
NPM : 2415061040
KELAS: PSTI-D
Analisis jurnal
Jurnal ini memiliki judul dinamika sosial politik menjelang pemilu serentak 2019. dalam buku ini penulis memberikan gambaran terkait kondisi demokrasi Indonesia lewat cermin pelaksanaan Pemilu Presiden 2019. Ia mengajak pembaca untuk tidak hanya melihat pemilu sebagai ajang seremonial politik, tetapi sebagai tolok ukur sejauh mana demokrasi sudah berakar dalam kehidupan berbangsa. Dalam jurnal tersebut dapat diartikan bahwasannya pemilu itu ribut. Setiap pemilu selalu memunculkan keributan, bahkan konflik sosial. Masyarakat terbelah, medsos panas, berita bohong bertebaran, dan emosi meluap, yang mencerminkan bagaimana demokrasi kita telah menyisakan luka sosial. Ini bukan pertanda demokrasi sehat, tapi demokrasi yang belum matang. Salah satu benang merah yang ditarik adalah bahwa demokrasi di Indonesia masih bersifat prosedural. Demokrasi yang sehat hanya bisa tumbuh dalam suasana saling percaya—antara rakyat dan pemimpin, antara penyelenggara pemilu dan peserta, antara lembaga negara dan masyarakat sipil. Ketika kepercayaan ini retak, maka demokrasi berubah menjadi sumber kecurigaan dan perpecahan.
Kesimpulan dari jurnal tersebut Pemilu 2019 menunjukkan bahwa demokrasi Indonesia masih bersifat prosedural dan belum menyentuh aspek substansial. Polarisasi sosial, politisasi identitas, lemahnya fungsi partai politik, serta birokrasi yang tidak netral menjadi tantangan besar bagi konsolidasi demokrasi. Untuk mewujudkan demokrasi yang sehat, Indonesia perlu membangun kepercayaan publik, memperkuat institusi, dan menumbuhkan budaya politik yang matang.
NPM : 2415061040
KELAS: PSTI-D
Analisis jurnal
Jurnal ini memiliki judul dinamika sosial politik menjelang pemilu serentak 2019. dalam buku ini penulis memberikan gambaran terkait kondisi demokrasi Indonesia lewat cermin pelaksanaan Pemilu Presiden 2019. Ia mengajak pembaca untuk tidak hanya melihat pemilu sebagai ajang seremonial politik, tetapi sebagai tolok ukur sejauh mana demokrasi sudah berakar dalam kehidupan berbangsa. Dalam jurnal tersebut dapat diartikan bahwasannya pemilu itu ribut. Setiap pemilu selalu memunculkan keributan, bahkan konflik sosial. Masyarakat terbelah, medsos panas, berita bohong bertebaran, dan emosi meluap, yang mencerminkan bagaimana demokrasi kita telah menyisakan luka sosial. Ini bukan pertanda demokrasi sehat, tapi demokrasi yang belum matang. Salah satu benang merah yang ditarik adalah bahwa demokrasi di Indonesia masih bersifat prosedural. Demokrasi yang sehat hanya bisa tumbuh dalam suasana saling percaya—antara rakyat dan pemimpin, antara penyelenggara pemilu dan peserta, antara lembaga negara dan masyarakat sipil. Ketika kepercayaan ini retak, maka demokrasi berubah menjadi sumber kecurigaan dan perpecahan.
Kesimpulan dari jurnal tersebut Pemilu 2019 menunjukkan bahwa demokrasi Indonesia masih bersifat prosedural dan belum menyentuh aspek substansial. Polarisasi sosial, politisasi identitas, lemahnya fungsi partai politik, serta birokrasi yang tidak netral menjadi tantangan besar bagi konsolidasi demokrasi. Untuk mewujudkan demokrasi yang sehat, Indonesia perlu membangun kepercayaan publik, memperkuat institusi, dan menumbuhkan budaya politik yang matang.