Sebagai mahasiswa, saya memiliki beberapa saran untuk mencegah terulangnya penolakan jenazah korban Covid-19:
Pendidikan Masyarakat: Melaksanakan kampanye edukasi tentang Covid-19 dan dampaknya pada masyarakat luas. Kampanye ini dapat diwujudkan melalui seminar, workshop, atau media sosial untuk meningkatkan pemahaman tentang pentingnya menghormati hak individu, termasuk saat sudah meninggal.
Pelibatan Tokoh Masyarakat: Melibatkan tokoh masyarakat dan pemimpin agama untuk memberikan pencerahan kepada warga mengenai pentingnya sikap toleransi dan empati terhadap korban Covid-19 serta keluarga mereka, sehingga tercipta sikap yang lebih bijak dalam menghadapi kasus serupa.
Program Pendidikan Karakter di Sekolah: Memperkuat pendidikan karakter di lingkungan sekolah agar generasi muda memahami nilai kemanusiaan sejak dini. Pendidikan karakter dapat mencakup pembelajaran tentang penghargaan terhadap kehidupan manusia dan cara berinteraksi positif dengan sesama.
Layanan Dukungan Psikologis: Menyediakan dukungan psikologis bagi keluarga korban Covid-19 agar mereka dapat melalui proses berduka dengan dukungan yang tepat, sehingga dapat membantu mereka menghadapi kehilangan orang yang dicintai.
Penolakan terhadap jenazah korban Covid-19 jelas mencerminkan pelanggaran terhadap sila kedua Pancasila, yang menekankan kemanusiaan yang adil dan beradab. Walaupun jenazah sudah tak bernyawa, martabatnya tetap harus dihormati. Dalam budaya Indonesia, pemakaman memiliki makna yang mendalam bagi keluarga dan masyarakat sebagai bagian dari proses berduka. Penolakan pemakaman tak hanya merugikan keluarga almarhum, tetapi juga menciptakan ketidakadilan sosial terhadap mereka yang telah berjuang menghadapi pandemi. Tindakan semacam ini mencerminkan kurangnya penghargaan terhadap kehidupan manusia serta kontribusi almarhum, terutama bagi tenaga kesehatan yang telah berjuang di garis depan melawan Covid-19.