Nama : Hanzuel Akbar Evansyah
NPM : 2415061060
Kelas : TI C
Jurnal ini menghadirkan analisis komprehensif terkait dinamika politik Indonesia menjelang dan selama pelaksanaan Pemilu Serentak 2019. Beragam topik diulas secara mendalam, mulai dari penguatan sistem presidensial, keterlibatan perempuan dalam politik, netralitas aparat penegak hukum seperti Polri, hingga kemunculan populisme dalam strategi kampanye politik. Secara garis besar, jurnal ini menyoroti tantangan yang dihadapi oleh demokrasi Indonesia, khususnya dalam konteks penyelenggaraan pemilu yang berupaya menjaga kualitas partisipasi politik, pendalaman demokrasi, dan pelembagaan sistem politik yang transparan serta bertanggung jawab.
Salah satu sorotan utama dalam jurnal ini adalah tentang proses konsolidasi demokrasi yang masih belum mencapai titik ideal. Dalam artikelnya, R. Siti Zuhro menyoroti bahwa Pemilu 2019 menunjukkan masih lemahnya fondasi demokrasi Indonesia. Rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi politik, maraknya politisasi birokrasi, serta meningkatnya ujaran kebencian dan penggunaan isu identitas dalam kampanye, menjadi indikator bahwa demokrasi Indonesia masih lebih banyak menekankan aspek prosedural ketimbang substansi. Hal ini diperparah dengan minimnya proses kaderisasi yang dilakukan partai politik, yang cenderung mengandalkan figur selebritas sebagai magnet elektoral ketimbang kader yang memiliki kapasitas dan integritas.
Lebih lanjut, jurnal ini membedah kompleksitas penyelenggaraan pemilu serentak dan dampaknya terhadap tatanan politik dan sosial di Indonesia. Penyelenggaraan pemilu dalam satu waktu untuk berbagai tingkatan jabatan membawa konsekuensi besar, baik dari sisi teknis maupun kualitas demokrasi. Peran strategis lembaga penyelenggara pemilu, birokrasi negara, dan media massa menjadi sangat penting dalam menjaga integritas serta netralitas proses demokrasi. Ketika elemen-elemen ini gagal menjalankan fungsinya secara independen dan profesional, maka legitimasi hasil pemilu bisa dipertanyakan.
Di bagian akhir jurnal, penulis menegaskan bahwa demokrasi yang sehat dan bermartabat hanya bisa terwujud jika seluruh aktor politik dan institusi negara mampu membangun sinergi yang kuat. Partai politik harus berbenah dan memainkan peran pendidikan politik secara serius. Pemerintah dan aparat negara dituntut menjaga netralitas, sementara masyarakat sipil diharapkan terus menjadi kekuatan pengawas dan penyeimbang. Demokrasi tidak boleh hanya berhenti pada pemilu yang berlangsung lima tahun sekali, melainkan harus menjadi sistem yang hidup dan berkembang dalam keseharian masyarakat melalui budaya politik yang inklusif, dialogis, dan berbasis pada nilai-nilai etika serta keadilan sosial. Hanya dengan demikian, demokrasi substantif dapat benar-benar menjadi kenyataan di Indonesia.
NPM : 2415061060
Kelas : TI C
Jurnal ini menghadirkan analisis komprehensif terkait dinamika politik Indonesia menjelang dan selama pelaksanaan Pemilu Serentak 2019. Beragam topik diulas secara mendalam, mulai dari penguatan sistem presidensial, keterlibatan perempuan dalam politik, netralitas aparat penegak hukum seperti Polri, hingga kemunculan populisme dalam strategi kampanye politik. Secara garis besar, jurnal ini menyoroti tantangan yang dihadapi oleh demokrasi Indonesia, khususnya dalam konteks penyelenggaraan pemilu yang berupaya menjaga kualitas partisipasi politik, pendalaman demokrasi, dan pelembagaan sistem politik yang transparan serta bertanggung jawab.
Salah satu sorotan utama dalam jurnal ini adalah tentang proses konsolidasi demokrasi yang masih belum mencapai titik ideal. Dalam artikelnya, R. Siti Zuhro menyoroti bahwa Pemilu 2019 menunjukkan masih lemahnya fondasi demokrasi Indonesia. Rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi politik, maraknya politisasi birokrasi, serta meningkatnya ujaran kebencian dan penggunaan isu identitas dalam kampanye, menjadi indikator bahwa demokrasi Indonesia masih lebih banyak menekankan aspek prosedural ketimbang substansi. Hal ini diperparah dengan minimnya proses kaderisasi yang dilakukan partai politik, yang cenderung mengandalkan figur selebritas sebagai magnet elektoral ketimbang kader yang memiliki kapasitas dan integritas.
Lebih lanjut, jurnal ini membedah kompleksitas penyelenggaraan pemilu serentak dan dampaknya terhadap tatanan politik dan sosial di Indonesia. Penyelenggaraan pemilu dalam satu waktu untuk berbagai tingkatan jabatan membawa konsekuensi besar, baik dari sisi teknis maupun kualitas demokrasi. Peran strategis lembaga penyelenggara pemilu, birokrasi negara, dan media massa menjadi sangat penting dalam menjaga integritas serta netralitas proses demokrasi. Ketika elemen-elemen ini gagal menjalankan fungsinya secara independen dan profesional, maka legitimasi hasil pemilu bisa dipertanyakan.
Di bagian akhir jurnal, penulis menegaskan bahwa demokrasi yang sehat dan bermartabat hanya bisa terwujud jika seluruh aktor politik dan institusi negara mampu membangun sinergi yang kuat. Partai politik harus berbenah dan memainkan peran pendidikan politik secara serius. Pemerintah dan aparat negara dituntut menjaga netralitas, sementara masyarakat sipil diharapkan terus menjadi kekuatan pengawas dan penyeimbang. Demokrasi tidak boleh hanya berhenti pada pemilu yang berlangsung lima tahun sekali, melainkan harus menjadi sistem yang hidup dan berkembang dalam keseharian masyarakat melalui budaya politik yang inklusif, dialogis, dan berbasis pada nilai-nilai etika serta keadilan sosial. Hanya dengan demikian, demokrasi substantif dapat benar-benar menjadi kenyataan di Indonesia.