Posts made by Revalina Revalina Wanda Sari

Nama: Revalina Wanda Sari
NPM: 2415061070
Kelas: PSTI D
Mata Kuliah: Pendidikan Pancasila

A. Proses pendidikan dalam konteks COVID-19 terkait dengan lebih banyak tantangan tetapi pada saat yang sama memiliki kenangan akan kemungkinan baru untuk sistem pendidikan, terutama proses pembelajaran. Di sisi lain, keadaan pandemi membuat siswa dan guru menggunakan pembelajaran jarak jauh, mengandalkan konferensi video, platform e-learning, dan aplikasi edukasi lainnya. Tantangan besar termasuk kurangnya akses internet, distribusi teknologi yang tidak merata, dan beberapa guru bahkan siswa yang memiliki sedikit pengalaman dalam menggunakan teknologi ini. Sebagai konsekuensinya, kesenjangan dalam kualitas pendidikan di beberapa bagian negara semakin parah.
Namun, ada beberapa sisi positif juga. Pandemi mempercepat proses pengintegrasian teknologi ke dalam proses pengajaran dan pembelajaran, implikasinya adalah tidak ada batasan waktu dan ruang dalam mengajar dan belajar. Dan dengan ini, siswa dapat mengakses materi pembelajaran kapan saja dan guru dapat menjelajahi teknik baru dalam kegiatan mengajar dengan menggabungkan bentuk media lainnya. Ini meningkatkan kebiasaan belajar mandiri siswa dan juga membantu mereka memperoleh keterampilan digital yang sangat relevan di era saat ini. Di masa depan, pentingnya tantangan ini adalah untuk menekankan perlunya infrastruktur pendidikan yang inklusif dan berkelanjutan, serta peningkatan penyediaan pelatihan bagi guru untuk mengintegrasikan teknologi baru dalam proses pengajaran mereka.

B. Untuk memastikan bahwa pendidikan tetap efektif dan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila selama pandemi, langkah-langkah berikut dapat diambil:
1. Mendorong kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan pemerintah untuk dapat membantu peserta didik, menyediakan perangkat peserta didik, atau membantu mencari internet bagi mereka yang membutuhkan.
2. Memastikan bahwa semua peserta didik memiliki kesempatan yang sama untuk mencari pembelajaran dengan menyediakan fasilitas bagi siswa dari daerah pedesaan atau kurang mampu.
3. Menanamkan pentingnya mengintegrasikan nilai-nilai religius dan spiritual agar siswa memiliki karakter iman dan simpati.
4. Mendorong siswa untuk mendiskusikan dan merumuskan bersama keputusan mengenai pelajaran online, dengan cara ini meningkatkan partisipasi demokratis dan semangat kolaborasi.
5. Memperhatikan kesejahteraan mental siswa dengan menghindari tekanan yang tidak perlu dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, menjunjung tinggi martabat manusia dan aspek kepedulian.

C. Berikut adalah contoh nyata di lingkungan sekolah yang berkaitan dengan pengembangan karakter Pancasilais:
Di sebuah sekolah, siswa diwajibkan untuk membersihkan kelas dan halaman setiap minggu secara bergantian dalam kelompok kecil. Tugas ini mengajarkan siswa tentang gotong royong dan tanggung jawab dalam menjaga kebersihan. Namun, ada kelompok yang kurang disiplin dan sering meninggalkan tugas mereka, sehingga kelas menjadi kotor dan menyulitkan kelompok lain yang harus membersihkannya kembali. Setelah ditegur, mereka akhirnya berkomitmen untuk lebih disiplin, saling membantu, dan mulai membagi tugas dengan lebih baik. Teman-teman lainnya juga memberikan contoh positif dengan bersikap peduli dan ramah dalam mengingatkan.

Pendapat:
Kasus ini menunjukkan bagaimana pembiasaan kegiatan sederhana seperti menjaga kebersihan kelas dapat mengembangkan karakter Pancasilais. Ketika semua anggota kelompok belajar untuk disiplin, jujur dalam menyelesaikan tugas, serta bertanggung jawab, mereka belajar nilai gotong royong yang tercantum dalam Sila Ketiga. Sikap saling peduli dan cinta damai yang ditunjukkan oleh teman-teman mereka mencerminkan budaya Pancasila yang harmonis. Proses ini memperlihatkan bahwa karakter Pancasilais dapat dibangun melalui kegiatan sehari-hari dan kerja sama, yang akan membekali siswa dengan nilai-nilai penting untuk masa depan.

D. Hakikat Pancasila dalam kehidupan sehari-hari berfungsi sebagai pedoman dalam berpikir, bersikap, dan bertindak bagi masyarakat Indonesia. Pancasila membentuk cara pandang dan perilaku yang berlandaskan nilai-nilai seperti kemanusiaan, persatuan, gotong royong, dan keadilan. Misalnya, prinsip musyawarah diterapkan dalam pengambilan keputusan bersama, sementara gotong royong terlihat saat masyarakat saling membantu. Dengan menjadikan Pancasila sebagai acuan, kita dapat menciptakan lingkungan sosial yang harmonis dan adil sesuai dengan identitas bangsa.
1. Menurut saya, kasus penolakan jenazah korban Covid-19 yang terjadi di Jawa Tengah adalah sikap yang tidak berperikemanusiaan. Saya setuju dengan pendapat Ketua DPRD Provinsi Jateng, Bapak Bambang Kusriyanto, bahwa yang dia katakan terkait dengan ketidakadilannya terhadap manusia atas kasus penolakan jenazah adalah benar. Hal tersebut sudah jelas tidak mengimplementasikan nilai yang ada dalam Pancasila, khususnya pada sila kedua, iatu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

2. Saran saya supaya tidak terjadi hal seperti itu lagi adalah dengan menumbuhkan rasa kemanusiaan dan keadilan antar sesama. Ingatlah bahwa kita pun tidak mau jika diperlakukan seperti itu, dan jika ingin dihargai, hendaknya bisa untuk menghargai.

3. Tindakan penolakan jenazah tersebut masuk ke dalam pelanggaran sila kedua. Walaupun korban sudah tidak bernyawa lagi, namun dia adalah seseorang yang berjasa. Dan kita semua tahu bahwa tidaklah baik jika melupakan jasa orang-orang yang telah memberikan pengorbanannya untuk kita. Bagi sesama manusia dan saudara, perlu kita tanamkan sikap menghargai meskipun salah satunya telah tiada.
Perkembangan filsafat ilmu, yang berakar dari tradisi Yunani Kuno dan awalnya tidak terpisah dari filsafat. Sebelum abad ke-17, ilmu dan filsafat adalah satu, sesuai pandangan Van Peursen yang menganggap ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut. Seiring waktu, ilmu dan filsafat menjadi bidang yang terpisah, terutama ketika ilmu mulai berkembang pesat dan melahirkan berbagai disiplin serta sub-disiplin khusus. Ilmu pengetahuan dilihat sebagai proses dan produk masyarakat, dengan kaidah universalisme, komunalisme, disinterestedness, dan skeptisisme, menurut Robert Merton. Van Peursen juga menyebut ilmu sebagai sistem konsisten yang saling terkait. Francis Bacon dengan semboyan “Knowledge is Power” menekankan pentingnya ilmu bagi kehidupan, dan Immanuel Kant menyatakan bahwa filsafat dapat menjelaskan batas pengetahuan manusia. Bacon juga menggambarkan filsafat sebagai "ibu agung" dari semua ilmu, karena filsafat memiliki peran menjembatani ilmu-ilmu yang berbeda.

Sebagai cabang filsafat, filsafat ilmu mengkaji ilmu secara kritis, baik sebagai pandangan hidup (weltanschauung) maupun refleksi atas ilmu dan fungsinya. Filsafat juga paralel dengan Pancasila sebagai "way of life," karena keduanya memuat nilai-nilai yang terstruktur untuk mencapai kearifan hidup. Filsafat ilmu adalah pemikiran reflektif tentang dasar-dasar ilmu dan hubungannya dengan kehidupan manusia. Bidang ini berkembang dari hubungan saling memengaruhi antara filsafat dan ilmu. Robert Ackermann mendefinisikan filsafat ilmu sebagai kajian kritis terhadap pandangan ilmiah masa kini, sementara Rudolf Carnap menilainya sebagai analisis ilmu dari berbagai perspektif, termasuk logika dan sejarah ilmu. Filsafat ilmu berkaitan dengan Pancasila sebagai "way of life" bangsa Indonesia, menyimpan pengetahuan ilmiah yang membentuk karakter bangsa. Pancasila, sebagai sistem nilai ideologis, meliputi nilai luhur, dasar, instrumental, praksis, dan teknis yang mendukung perkembangan bangsa secara dinamis. Sebagai pandangan hidup dan dasar negara, Pancasila berisi nilai-nilai yang membimbing kehidupan berbangsa. Anton Bakker mengusulkan Pancasila sebagai kerangka interdisipliner filsafat ilmu, mencakup aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Dalam ilmu pengetahuan di Indonesia, Pancasila berperan sebagai sudut pandang dan norma yang menegaskan bahwa ilmu tidak bebas nilai, tetapi harus berpijak pada Ketuhanan dan Keadilan Sosial.

Pancasila, sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, berfungsi sebagai pedoman dalam berbagai aspek kehidupan—politik, pendidikan, agama, budaya, sosial, dan ekonomi. Kata "Pancasila" berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti "lima prinsip atau aturan perilaku utama." Setiap sila memiliki nilai moral dan etika yang saling menjiwai.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa mengharuskan warga Indonesia untuk saling menghormati perbedaan agama dan keyakinan.
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab menekankan pengakuan terhadap hak dan kewajiban manusia secara adil.
3. Persatuan Indonesia mengutamakan kepentingan nasional di atas kepentingan individu atau kelompok.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan mengutamakan musyawarah untuk mencapai keputusan bersama.
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia mencerminkan kerja sama dalam mencapai kemajuan yang merata dan adil.

Sebagai dasar filsafat, Pancasila juga dipandang secara ontologi, epistemologi, dan aksiologi, mendasari konsep kehidupan yang baik, benar, dan bermanfaat. Selain itu, Pancasila berfungsi sebagai ideologi yang mengandung unsur keyakinan, mitos, dan loyalitas. Menurut Notonagoro, pemahaman terhadap Pancasila dapat dibagi menjadi "penarikan ke atas" (teori Pancasila) dan "penarikan ke bawah" (implementasi dalam kehidupan sehari-hari). Pancasila berperan epistemologis dalam kehidupan bernegara, berfungsi sebagai asas kerohanian bangsa, dan berperan dalam membentuk pengetahuan yang sistematis bagi bangsa Indonesia.

Pancasila dari perspektif filsafat ilmu, terutama dalam tiga aspek utama: ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
1. Ontologi Pancasila: Sebagai dasar negara, Pancasila memiliki landasan metafisik yang kokoh dalam menggambarkan sifat kemanusiaan, religiusitas, dan keadilan sosial. Filosofi ini menekankan bahwa Pancasila adalah landasan yang menyatukan bangsa dengan berbagai latar belakang untuk menciptakan kehidupan yang berimbang.
2. Epistemologi Pancasila: Pancasila terbentuk dari konsensus antara berbagai pandangan, mulai dari paham sekuler Barat hingga nilai kebangsaan dan agama. Ini menjadikan Pancasila sebagai "kebenaran konsensus" yang fleksibel dan terbuka untuk ditafsirkan ulang sesuai konteks zaman. Sebagai pengetahuan, nilai-nilai Pancasila dianggap cukup dalam mengatasi persoalan kebangsaan jika diterapkan secara tulus dalam kehidupan bernegara dan akademik.
3. Aksiologi Pancasila: Pancasila sebagai pandangan hidup mengandung nilai-nilai luhur, seperti ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial, yang seyogyanya dapat diserap dan diterapkan oleh masyarakat.

Dengan demikian, filsafat ilmu menjadi sarana penting untuk menggali, memahami, dan mengembangkan nilai-nilai Pancasila. Menurut tokoh seperti Notonagoro, pendekatan filosofis memungkinkan eksplorasi lebih mendalam terhadap Pancasila, baik untuk memupuk kesetiaan terhadap nilai-nilainya maupun mendorong pengembangan karakter bangsa. Pendidikan dan lingkungan akademik berperan signifikan dalam membentuk pemahaman kritis terhadap Pancasila, agar nilai-nilai luhur tersebut tidak hanya menjadi simbol, tetapi benar-benar diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat dan pemerintahan.

Mengintegrasikan Pancasila dalam pendidikan dan struktur masyarakat, bahkan sampai ke tingkat RT dan RW, dianggap penting agar nilai-nilai ini terus hidup dan berfungsi sebagai pedoman moral yang membangun bangsa yang bermartabat.

Proses kebangsaan Indonesia terus menghadapi tantangan serius, termasuk perpecahan akibat konflik keagamaan dan budaya korupsi yang melemahkan moralitas bangsa. Korupsi yang kian merajalela menunjukkan rendahnya penghayatan nilai-nilai Pancasila di kalangan pejabat negara. Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan penguatan pemahaman dan kesadaran tentang nilai-nilai Pancasila melalui beberapa langkah:
1. Penyadaran Nilai Pancasila: Nilai-nilai Pancasila perlu dihayati, baik oleh masyarakat maupun pejabat, agar menjadi pedoman dalam pengambilan kebijakan dan perilaku sehari-hari.
2. Pembentukan Mentalitas Berbasis Pancasila: Perlu ada pendidikan yang menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam hati nurani, sehingga nilai tersebut bukan hanya pengetahuan, tetapi menjadi bagian dari watak bangsa.
3. Penanaman Nilai pada Hati Nurani: Penghayatan nilai-nilai Pancasila di tingkat nurani menjadikan implementasinya lebih nyata dan bukan hanya rasionalitas semata.
4. Pendidikan dan Implementasi di Jalur Pendidikan: Melalui pendidikan, khususnya untuk para pemimpin dan ilmuwan, diharapkan mereka mampu mengamalkan Pancasila dengan penuh kesadaran, ketaatan, dan mawas diri.
5. Pengamalan Nilai Pancasila: Nilai Pancasila harus tertanam dalam cipta, rasa, dan karsa warga negara. Pancasila harus diaplikasikan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari sebagai dasar hidup berbangsa dan bernegara.

Secara keseluruhan, Pancasila adalah landasan moral bangsa yang mempersatukan berbagai golongan di Indonesia. Sebagai etika dan moral bangsa, Pancasila mengandung nilai-nilai universal yang harus diimplementasikan untuk menjawab tantangan dan permasalahan kebangsaan di Indonesia saat ini.
Kata Filsafat berasal dari Bahasa Yunani "Philosophia", phile yang berarti cinta dan sophia yang berarti kebijaksanaan. Cinta sendiri berarti hasrat yang besar atau berkobar-kobar, dan yang sungguh-sungguh. Lalu, kebijaksanaan artinya kebenaran sejati, atau kebenaran yang sesungguhnya. Aliran-aliran filsafat terdiri dari berfilsafat Rasionalisme, mengagungkan akal, berfilsafat Materialisme, mengagungkan materi, berfilsafat Individualisme, mengagungkan individualitas, dan berfilsafat Hedonisme, mengagungkan kesenangan. Manfaat mempelajari filsafat adalah memperoleh kebenaran yang hakiki, melatih kemampuan berfikir logis, melatih berpikir dan bertindak bijaksana, melatih berpikir rasional dan komprehensif, dan menyeimbangkan antara pertimbangan dan tindakan, sehingga diperoleh keselarasan hidup.

Selanjutnya adalah Filsafat Pancasila, dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan meyeluruh. Pancasila sebagai sistem filsafat di mana sistem memiliki ciri-ciri antara lain memberi suatu kesatuan bagian-bagian, unsur, elemen, dan komponen. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri, saling berhubungan dan ketergantungan. Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu (tujuan sistem). Wawasan filsafat meliputi bidang atau aspek penyelidikan ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Menurut Aristoteles, Ontologis adalah ilmu yang menyelidiki hakikat sesuatu atau tentang keberadaan atau eksistensi dan disamakan artinya dengwn metafisika. Epistemologis adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Terakhir, Aksiologis ialah nilai atau manfaat dari pikiran, ilmu, ataupun teori.