Nama : Revalina Wanda Sari
NPM : 2415061070
Kelas : PSTI D
A. Tanggapan dan Upaya Antisipasi
Tanggapan saya mengenai berita tersebut adalah sebagai berikut.
1. Pendidikan Tidak Selalu Menjamin Kesadaran Digital
Memang benar bahwa pendidikan formal tidak selalu berbanding lurus dengan literasi digital atau kemampuan memverifikasi informasi. Ini menunjukkan pentingnya pendidikan media dan literasi digital yang lebih spesifik.
2. Bias Konfirmasi (Confirmation Bias)
Seperti yang disebutkan Anita Wahid, orang cenderung menerima informasi yang sesuai dengan pandangan atau keyakinan mereka, bahkan jika informasi tersebut salah. Ini adalah tantangan besar dalam memerangi hoaks, karena mengubah pandangan yang sudah tertanam jauh lebih sulit.
3. Peran Media Sosial
Platform media sosial memperkuat dampak hoaks karena memungkinkan penyebaran yang cepat dan masif. Algoritma yang mendorong konten sesuai dengan minat pengguna memperburuk situasi ini.
4. Tanggung Jawab Elit Politik
Penekanan pada peran elit politik sangat penting. Mereka memiliki pengaruh besar dalam membentuk opini publik dan seharusnya menjadi contoh dalam menyebarkan informasi yang benar.
Upaya untuk mengantisipasi dampak negatif penyebaran hoaks adalah:
1. Meningkatkan Literasi Digital
Program pendidikan yang fokus pada literasi digital dan media harus diperluas, tidak hanya di sekolah tetapi juga melalui komunitas dan platform online.
2. Verifikasi Informasi
Selalu memeriksa sumber informasi dari beberapa platform terpercaya sebelum menyebarkan berita. Menggunakan situs-situs pengecek fakta seperti Mafindo atau CekFakta.
3. Berpikir Kritis
Dorongan untuk mengembangkan pola pikir kritis harus menjadi bagian dari budaya digital. Ini termasuk mempertanyakan motivasi di balik berita dan memeriksa keaslian sumber.
4. Menggunakan Media Sosial Secara Bertanggung Jawab
Mengajak masyarakat untuk berpikir ulang sebelum membagikan informasi, terutama yang bersifat provokatif atau sensasional.
5. Kampanye Positif di Media Sosial
Membanjiri media sosial dengan konten edukatif dan positif untuk melawan hoaks.
6. Melibatkan Elit dan Influencer
Pemimpin, tokoh masyarakat, dan influencer harus menggunakan media sosial mereka untuk memberikan contoh bagaimana menyebarkan informasi yang benar dan bertanggung jawab.
B. Pengaruh IPTEK yang Tidak Sesuai dan Solusinya
Pengaruh :
1. Polarisasi dan Disintegrasi Sosial
Iptek yang tidak dijiwai nilai-nilai Pancasila dapat memicu perpecahan, terutama melalui penyebaran hoaks dan ujaran kebencian di media sosial. Ini bertentangan dengan sila ketiga, Persatuan Indonesia.
2. Penyalahgunaan Kebebasan
Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, mengajarkan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Namun, pengembangan iptek yang tidak etis dapat memfasilitasi penyebaran konten yang merugikan, seperti perundungan daring atau penyalahgunaan data pribadi.
3. Ketimpangan Sosial dan Eksploitasi Digital
Iptek yang dikembangkan tanpa mempertimbangkan sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, bisa memperlebar kesenjangan digital. Hal ini menyebabkan sebagian masyarakat tidak mendapat akses yang sama terhadap informasi dan teknologi.
4. Kehilangan Nilai Luhur dan Identitas Bangsa
Konten-konten di media sosial yang menonjolkan budaya konsumtif dan hedonisme bisa mengikis nilai-nilai luhur bangsa, seperti gotong royong dan solidaritas, yang tercermin dalam sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
5. Merusak Moral dan Etika Publik
Penyebaran konten tidak bermoral, termasuk fitnah dan provokasi, merusak moralitas publik dan bertentangan dengan sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Solusi :
1. Literasi Digital Berbasis Pancasila
Pemerintah dan lembaga pendidikan harus mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan literasi digital. Ini membantu masyarakat memahami bahwa kebebasan di media sosial harus diiringi tanggung jawab moral.
2. Regulasi dan Penegakan Hukum
Mengembangkan kebijakan yang tegas terhadap penyebaran hoaks dan pelanggaran etika di media sosial, dengan tetap menghormati kebebasan berekspresi.
3. Penguatan Konten Positif dan Edukatif
Menggalakkan produksi konten yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila, seperti toleransi, persatuan, dan gotong-royong. Platform media sosial juga harus mendukung kampanye ini.
4. Kemitraan Pemerintah dan Masyarakat
Membentuk kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan platform digital untuk menciptakan ekosistem teknologi yang sehat dan beradab.
5. Peningkatan Kesadaran Etika Digital
Program pelatihan dan sosialisasi tentang etika digital berbasis Pancasila harus diperluas, khususnya untuk generasi muda sebagai pengguna media sosial terbesar.
6. Teknologi yang Inklusif
Pengembangan iptek harus memperhatikan pemerataan akses. Pemerintah perlu memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat dapat menikmati manfaat teknologi, terutama di daerah tertinggal.
7. Penggunaan AI dan Algoritma yang Beretika
Mendorong perusahaan teknologi untuk menerapkan sistem algoritma yang tidak hanya berbasis profit, tetapi juga mempertimbangkan dampak sosial dan nilai-nilai kebangsaan.
C. Karena saya mengambil program studi Teknik Informatika, maka solusi yang ditawarkan adalah :
1. Pengembangan Produk Lokal: Mendorong mahasiswa dan peneliti untuk menciptakan perangkat lunak, aplikasi, atau platform digital yang sesuai dengan kebutuhan lokal dan mampu bersaing dengan produk asing.
2. Inkubasi Startup Teknologi: Menyediakan program inkubasi untuk membantu pengembangan startup berbasis teknologi dengan solusi yang relevan bagi masyarakat Indonesia.
3. Open Source dan Edukasi Teknologi: Mengembangkan komunitas open source yang fokus pada solusi berbasis teknologi buatan dalam negeri untuk mempromosikan kemandirian digital.
NPM : 2415061070
Kelas : PSTI D
A. Tanggapan dan Upaya Antisipasi
Tanggapan saya mengenai berita tersebut adalah sebagai berikut.
1. Pendidikan Tidak Selalu Menjamin Kesadaran Digital
Memang benar bahwa pendidikan formal tidak selalu berbanding lurus dengan literasi digital atau kemampuan memverifikasi informasi. Ini menunjukkan pentingnya pendidikan media dan literasi digital yang lebih spesifik.
2. Bias Konfirmasi (Confirmation Bias)
Seperti yang disebutkan Anita Wahid, orang cenderung menerima informasi yang sesuai dengan pandangan atau keyakinan mereka, bahkan jika informasi tersebut salah. Ini adalah tantangan besar dalam memerangi hoaks, karena mengubah pandangan yang sudah tertanam jauh lebih sulit.
3. Peran Media Sosial
Platform media sosial memperkuat dampak hoaks karena memungkinkan penyebaran yang cepat dan masif. Algoritma yang mendorong konten sesuai dengan minat pengguna memperburuk situasi ini.
4. Tanggung Jawab Elit Politik
Penekanan pada peran elit politik sangat penting. Mereka memiliki pengaruh besar dalam membentuk opini publik dan seharusnya menjadi contoh dalam menyebarkan informasi yang benar.
Upaya untuk mengantisipasi dampak negatif penyebaran hoaks adalah:
1. Meningkatkan Literasi Digital
Program pendidikan yang fokus pada literasi digital dan media harus diperluas, tidak hanya di sekolah tetapi juga melalui komunitas dan platform online.
2. Verifikasi Informasi
Selalu memeriksa sumber informasi dari beberapa platform terpercaya sebelum menyebarkan berita. Menggunakan situs-situs pengecek fakta seperti Mafindo atau CekFakta.
3. Berpikir Kritis
Dorongan untuk mengembangkan pola pikir kritis harus menjadi bagian dari budaya digital. Ini termasuk mempertanyakan motivasi di balik berita dan memeriksa keaslian sumber.
4. Menggunakan Media Sosial Secara Bertanggung Jawab
Mengajak masyarakat untuk berpikir ulang sebelum membagikan informasi, terutama yang bersifat provokatif atau sensasional.
5. Kampanye Positif di Media Sosial
Membanjiri media sosial dengan konten edukatif dan positif untuk melawan hoaks.
6. Melibatkan Elit dan Influencer
Pemimpin, tokoh masyarakat, dan influencer harus menggunakan media sosial mereka untuk memberikan contoh bagaimana menyebarkan informasi yang benar dan bertanggung jawab.
B. Pengaruh IPTEK yang Tidak Sesuai dan Solusinya
Pengaruh :
1. Polarisasi dan Disintegrasi Sosial
Iptek yang tidak dijiwai nilai-nilai Pancasila dapat memicu perpecahan, terutama melalui penyebaran hoaks dan ujaran kebencian di media sosial. Ini bertentangan dengan sila ketiga, Persatuan Indonesia.
2. Penyalahgunaan Kebebasan
Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, mengajarkan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Namun, pengembangan iptek yang tidak etis dapat memfasilitasi penyebaran konten yang merugikan, seperti perundungan daring atau penyalahgunaan data pribadi.
3. Ketimpangan Sosial dan Eksploitasi Digital
Iptek yang dikembangkan tanpa mempertimbangkan sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, bisa memperlebar kesenjangan digital. Hal ini menyebabkan sebagian masyarakat tidak mendapat akses yang sama terhadap informasi dan teknologi.
4. Kehilangan Nilai Luhur dan Identitas Bangsa
Konten-konten di media sosial yang menonjolkan budaya konsumtif dan hedonisme bisa mengikis nilai-nilai luhur bangsa, seperti gotong royong dan solidaritas, yang tercermin dalam sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
5. Merusak Moral dan Etika Publik
Penyebaran konten tidak bermoral, termasuk fitnah dan provokasi, merusak moralitas publik dan bertentangan dengan sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Solusi :
1. Literasi Digital Berbasis Pancasila
Pemerintah dan lembaga pendidikan harus mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan literasi digital. Ini membantu masyarakat memahami bahwa kebebasan di media sosial harus diiringi tanggung jawab moral.
2. Regulasi dan Penegakan Hukum
Mengembangkan kebijakan yang tegas terhadap penyebaran hoaks dan pelanggaran etika di media sosial, dengan tetap menghormati kebebasan berekspresi.
3. Penguatan Konten Positif dan Edukatif
Menggalakkan produksi konten yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila, seperti toleransi, persatuan, dan gotong-royong. Platform media sosial juga harus mendukung kampanye ini.
4. Kemitraan Pemerintah dan Masyarakat
Membentuk kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan platform digital untuk menciptakan ekosistem teknologi yang sehat dan beradab.
5. Peningkatan Kesadaran Etika Digital
Program pelatihan dan sosialisasi tentang etika digital berbasis Pancasila harus diperluas, khususnya untuk generasi muda sebagai pengguna media sosial terbesar.
6. Teknologi yang Inklusif
Pengembangan iptek harus memperhatikan pemerataan akses. Pemerintah perlu memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat dapat menikmati manfaat teknologi, terutama di daerah tertinggal.
7. Penggunaan AI dan Algoritma yang Beretika
Mendorong perusahaan teknologi untuk menerapkan sistem algoritma yang tidak hanya berbasis profit, tetapi juga mempertimbangkan dampak sosial dan nilai-nilai kebangsaan.
C. Karena saya mengambil program studi Teknik Informatika, maka solusi yang ditawarkan adalah :
1. Pengembangan Produk Lokal: Mendorong mahasiswa dan peneliti untuk menciptakan perangkat lunak, aplikasi, atau platform digital yang sesuai dengan kebutuhan lokal dan mampu bersaing dengan produk asing.
2. Inkubasi Startup Teknologi: Menyediakan program inkubasi untuk membantu pengembangan startup berbasis teknologi dengan solusi yang relevan bagi masyarakat Indonesia.
3. Open Source dan Edukasi Teknologi: Mengembangkan komunitas open source yang fokus pada solusi berbasis teknologi buatan dalam negeri untuk mempromosikan kemandirian digital.