Kiriman dibuat oleh M. Faqih Dwinanda

NAMA: M. FAQIH DWINANDA

NPM: 2415061056

KELAS: PSTI D


Jurnal ini membahas secara mendalam tentang pelaksanaan demokrasi dalam pemilihan umum daerah (pemilukada) di Indonesia, dengan menyoroti kesenjangan antara praktik yang terjadi di lapangan dan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam sila keempat Pancasila, yaitu “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.” Meskipun Indonesia secara konstitusional adalah negara hukum dan demokratis yang berlandaskan Pancasila, implementasi pemilu daerah masih menghadapi berbagai tantangan serius.


Salah satu persoalan utama yang diangkat adalah belum optimalnya internalisasi nilai-nilai musyawarah dan kebijaksanaan dalam proses pemilihan kepala daerah secara langsung. Dominasi partai politik dalam pencalonan sering dilakukan secara sentralistik dan tidak demokratis, sehingga mengabaikan aspirasi masyarakat. Hal ini memunculkan budaya politik transaksional dan praktik “hutang budi”, yang menjauhkan pemilu dari semangat demokrasi Pancasila. Calon independen juga menghadapi berbagai hambatan administratif dan regulatif, yang mempersempit ruang partisipasi politik warga secara adil dan merata.


Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif dan deskriptif-analitis, dengan mengkaji regulasi yang berlaku serta konsep-konsep teori demokrasi dan ideologi Pancasila. Hasil analisis menunjukkan bahwa lemahnya penegakan hukum, ketidakjelasan aturan, serta literasi politik masyarakat yang rendah turut memperburuk kualitas demokrasi di tingkat daerah. Konflik sosial, polarisasi politik, dan penyebaran informasi yang menyesatkan semakin memperkuat urgensi reformasi dalam sistem pemilu daerah.


Jurnal ini merekomendasikan perlunya pembaruan sistemik terhadap regulasi pemilukada yang lebih konsisten dan berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Penegakan hukum yang tegas, peningkatan pendidikan politik, dan penguatan mekanisme partisipasi publik menjadi langkah strategis untuk menciptakan pemilu yang lebih adil, partisipatif, dan substansial. Dengan demikian, demokrasi di Indonesia tidak hanya berjalan secara prosedural, tetapi juga mampu mencerminkan semangat permusyawaratan, kebijaksanaan, dan keadilan sebagaimana yang diamanatkan oleh sila keempat Pancasila.

NAMA: M. FAQIH DWINANDA
NPM: 2415061056
KELAS: PSTI D

Video ini menyajikan gambaran menyeluruh mengenai perkembangan demokrasi di Indonesia, mulai dari masa awal kemerdekaan hingga era reformasi dan prospeknya di masa depan. Demokrasi Indonesia mengalami evolusi yang kompleks, dengan dinamika politik yang mencerminkan perubahan sosial, ekonomi, dan kekuasaan dari waktu ke waktu.

Pada masa awal kemerdekaan, upaya membangun sistem demokrasi menghadapi berbagai tantangan, termasuk kondisi sosio-ekonomi yang belum stabil dan persaingan kepentingan politik. Periode demokrasi parlementer (1945–1959) menjadi titik penting di mana elemen-elemen demokrasi mulai terwujud. Namun, konflik antar faksi politik serta ketegangan antara Presiden Soekarno dan Angkatan Darat menyebabkan periode ini berakhir dengan kegagalan.

Selanjutnya, periode demokrasi terpimpin (1959–1965) ditandai dengan sentralisasi kekuasaan dan meningkatnya pengaruh Partai Komunis Indonesia, yang memicu konflik dengan militer. Masa Orde Baru yang muncul setelahnya membawa perubahan signifikan, di mana meskipun awalnya kekuasaan tampak lebih terdistribusi, dominasi militer dan pembatasan terhadap partai politik serta kebebasan publik justru semakin kuat. Demokrasi cenderung bersifat semu dan dikendalikan.

Era reformasi yang dimulai pada 1998 membuka babak baru bagi demokrasi Indonesia. Transisi menuju demokrasi ditandai dengan desentralisasi kekuasaan, pembentukan lembaga-lembaga independen, serta kebebasan pers dan partisipasi publik yang lebih luas. Namun, tantangan seperti korupsi, ketimpangan sosial-ekonomi, rendahnya kualitas partai politik, dan keterbatasan partisipasi politik masyarakat masih menghambat konsolidasi demokrasi yang substansial.

Video ini juga menyoroti pentingnya strategi masa depan untuk memperkuat demokrasi di Indonesia. Teknologi digital, misalnya, dapat menjadi alat yang memperluas partisipasi publik, namun juga berpotensi memperbesar polarisasi dan penyebaran disinformasi. Oleh karena itu, pendidikan politik, penguatan institusi, serta peningkatan literasi digital menjadi langkah strategis dalam menjaga dan mengembangkan demokrasi.

Kesimpulannya, demokrasi di Indonesia masih dalam proses pencarian bentuk yang ideal. Perjalanan panjang dari masa parlementer, Orde Baru, hingga era reformasi menunjukkan bahwa demokrasi adalah proses yang terus berkembang dan membutuhkan keterlibatan aktif dari seluruh elemen bangsa.