Posts made by Ferdi Septa Jaya

Learning Social Science -> Tugas Mandiri

by Ferdi Septa Jaya -
Nama : Ferdi septa Jaya
BPM : 2413053082
Kelas : 3C

Penilaian Kinerja Guru Bu Beti Berdasarkan Observasi Pembelajaran

Penilaian dilakukan berdasarkan empat aspek: metode pembelajaran, media pembelajaran, penguasaan materi, dan pengelolaan kelas. Skor menggunakan rentang 1–100 dengan mempertimbangkan efektivitas, kesesuaian langkah pembelajaran, serta ketercapaian tujuan belajar.

1. Metode Pembelajaran

Skor: 82/100

Guru menggunakan beberapa metode seperti ceramah interaktif, diskusi kelompok, tanya jawab, serta presentasi. Metode yang diterapkan cukup variatif dan mampu melibatkan sebagian besar siswa. Namun, alokasi waktu untuk setiap metode masih dapat dioptimalkan agar proses diskusi menjadi lebih mendalam dan terarah.

2. Media Pembelajaran

Skor: 85/100

Media yang digunakan relatif lengkap, seperti video, PPT, gambar, serta LKPD. Media visual yang dipilih sudah mendukung pemahaman siswa terhadap materi permukaan bumi. Meskipun demikian, integrasi media masih dapat ditingkatkan agar perpindahan antar media lebih efektif dan tidak terlalu memakan waktu.

3. Penguasaan Materi oleh Guru

Skor: 84/100

Guru menunjukkan pemahaman yang baik terhadap materi dengan penjelasan yang jelas dan relevan dengan kehidupan sehari-hari. Guru juga mampu memberikan pertanyaan pemantik yang tepat. Namun, pada beberapa bagian penjelasan, masih terdapat peluang untuk memperkuat contoh konkret agar siswa lebih mudah menghubungkan konsep dengan lingkungan sekitar.

4. Pengelolaan Kelas

Skor: 87/100

Pengelolaan kelas berjalan cukup baik. Guru mampu menjaga perhatian siswa melalui ice breaking, tepuk semangat, dan aktivitas kelompok. Kelas berlangsung aktif dan tidak monoton. Walaupun demikian, beberapa siswa tampak masih perlu diarahkan agar lebih fokus selama diskusi berlangsung.

Rekapitulasi Penilaian

Aspek Skor

Metode Pembelajaran 82
Media Pembelajaran 85
Penguasaan Materi 84
Pengelolaan Kelas 87


Skor Akhir (Rata-rata): 84,5 / 100

Secara keseluruhan, kinerja Bu Beti berada pada kategori Baik. Pembelajaran sudah berjalan efektif, namun masih terdapat beberapa aspek yang dapat ditingkatkan untuk mencapai kualitas yang lebih optimal.


Kelebihan dan Kekurangan Kinerja Guru Bu Beti

A. Kelebihan

1. Variasi Metode yang Mendukung Keaktifan Siswa
Guru menggunakan ceramah interaktif, diskusi kelompok, tanya jawab, dan presentasi. Ragam metode ini membantu siswa tidak pasif dan tetap terlibat dalam proses pembelajaran.


2. Pemanfaatan Media yang Beragam
Media seperti video, PPT, gambar, dan LKPD membantu mengonkritkan konsep kenampakan alam sehingga lebih mudah dipahami oleh siswa SD.


3. Penguasaan Materi yang Baik
Guru mampu menjelaskan materi secara runtut serta memberikan pertanyaan pemantik yang relevan untuk membangun pengetahuan awal siswa.


4. Pengelolaan Kelas yang Cukup Efektif
Kehadiran ice breaking, tepuk semangat, dan kegiatan kelompok membuat suasana kelas lebih hidup dan mendukung proses belajar.


5. Adanya Refleksi dan Apresiasi
Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk melakukan refleksi belajar serta apresiasi terhadap presentasi kelompok lain, sehingga mampu menumbuhkan rasa percaya diri.


B. Kekurangan

1. Manajemen Waktu Belum Optimal
Beberapa kegiatan seperti diskusi kelompok memerlukan pengaturan waktu yang lebih ketat agar proses pembelajaran tetap efisien.


2. Transisi Antar Media Kurang Mulus
Perpindahan dari video ke PPT atau LKPD memakan waktu, sehingga mengurangi kelancaran alur pembelajaran.


3. Sebagian Siswa Kurang Terpantau Selama Diskusi
Ada siswa yang terlihat kurang aktif dalam kelompok, sehingga guru perlu meningkatkan pemantauan individual.


4. Contoh Kontekstual Masih Bisa Diperkuat
Penjelasan guru sudah baik, namun masih dapat diperjelas dengan contoh-contoh nyata dari lingkungan sekitar siswa.


5. Kegiatan Penutup Masih Bisa Lebih Fokus
Rangkuman pembelajaran dapat dibuat lebih ringkas dan menegaskan poin-poin utama agar siswa lebih mudah mengingat materi.

Learning Social Science -> Tugas mandiri

by Ferdi Septa Jaya -
Ferdi septa Jaya
2413053082
3C

Contoh Masalah Sosial

Kemiskinan dan Ketimpangan Akses di Wilayah Perdesaan

Di Indonesia, masih banyak masyarakat yang tinggal di wilayah perdesaan atau pinggiran kota yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, pendidikan, kesehatan.
Misalnya: akses ke sekolah yang berkualitas jauh, prasarana kesehatan buruk, peluang kerja rendah, sehingga terjadi kesenjangan sosial-ekonomi antara wilayah perkotaan dengan pedesaan.


---

Analisis Teoritis

Untuk memahami permasalahan ini, kita dapat memakai dua teori utama:

1. Teori Fungsionalisme Struktural
Teori ini melihat masyarakat sebagai suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian (institusi keluarga, pendidikan, ekonomi, hukum, dll) yang masing-masing memiliki fungsi untuk menjaga keseimbangan dan stabilitas sosial.
Dari sudut pandang ini, jika misalnya institusi pendidikan di pedesaan tidak berjalan dengan baik (guru kurang, fasilitas kurang) maka fungsi “pendidikan” sebagai pembentuk manusia berdaya dan penerus masyarakat terganggu → menghasilkan disfungsi, yakni rendahnya kemampuan penduduk untuk naik kelas sosial.


2. Teori Konflik
Teori ini memandang bahwa masyarakat penuh dengan ketimpangan dan konflik antar kelompok karena akses dan kekuasaan yang tidak merata.
Dalam konteks kemiskinan di pedesaan: kelompok yang memiliki akses (modal, pendidikan, koneksi) bisa “menang”, sedangkan kelompok yang kurang akses akan tertinggal. Hal ini menciptakan reproduksi ketimpangan dan bahkan konflik kepentingan (misalnya antara kaum elit lokal dan masyarakat kecil).



Dengan memakai kedua teori ini, kita bisa melihat bahwa masalah kemiskinan & ketimpangan akses bukan hanya “kurangnya uang” atau “kurangnya fasilitas” secara teknis, tapi juga struktur sosial dan sistem kelembagaan yang kurang mendukung fungsi sosial (fungsionalisme) dan ketimpangan akses serta kekuasaan (konflik).


---

Solusi yang Dilandasi Teori

Berdasarkan analisis teoritis di atas, berikut beberapa solusi yang disarankan, yang juga bisa dijadikan acuan untuk pengabdian pendidikan atau pengembangan-masyarakat:

1. Penguatan Institusi Lokal dan Fungsi Pendidikan

Memperkuat lembaga pendidikan di wilayah perdesaan: misalnya meningkatkan kualitas guru, fasilitas belajar, akses teknologi, program pengajaran kontekstual dengan situasi lokal.

Dengan kata lain, mengembalikan atau memperkuat fungsi “pendidikan” sebagai agen perubahan sosial, agar sistem sosial dapat lebih seimbang (menurut teori fungsionalisme).

Contoh kegiatan pengabdian: pelatihan guru, penyediaan modul pembelajaran yang relevan dengan kondisi lokal, kolaborasi sekolah-komunitas.



2. Memberdayakan Masyarakat dan Mengurangi Ketimpangan Akses

Membangun program pemberdayaan yang inklusif: pelatihan keterampilan vokasi, mikro-usaha, akses ke jaringan pasar dan teknologi.

Memastikan akses ke fasilitas dan layanan dasar (kesehatan, pendidikan, internet) bagi masyarakat kurang beruntung.

Kebijakan lokal yang menjamin distribusi sumber daya yang lebih adil—mencerminkan teori konflik bahwa perlu intervensi struktural agar kelompok yang tertinggal dapat memperoleh akses yang setara.



3. Pendekatan Partisipatif dan Kontekstual

Libatkan komunitas setempat dalam perencanaan dan pelaksanaan program agar sesuai dengan nilai-nilai lokal dan kebutuhan nyata.

Misalnya: modul pembelajaran yang berdasarkan kondisi lokal (pekerjaan masyarakat, budaya setempat), sehingga fungsi pendidikan lebih relevan dan efektif.

Dengan demikian, institusi lokal akan lebih terintegrasi dalam sistem sosial dan mengurangi potensi “disorganisasi” yang disebut dalam teori fungsionalisme sebagai salah satu pemicu masalah sosial.



4. Monitoring dan Evaluasi Berkelanjutan

Melakukan evaluasi untuk melihat apakah institusi, program, dan kebijakan benar-benar memperbaiki fungsi sosial dan mengurangi ketimpangan akses.

Data dan indikator yang digunakan harus mencakup dimensi sosial (akses), ekonomi (penghasilan), pendidikan (kelulusan), dan partisipasi masyarakat.