Tugas mandiri

Tugas mandiri

Number of replies: 66

1. Berikan contoh masalah sosial yang konstektual dan berikan solusinya yang dilandasi dengan teori yang relevan

2. dikumpul paling lambat,  30 Okt 25, pukul 12.30 wib

In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Zahra Rizki Ariesta -
Zahra Rizki Ariesta
2413053108

1. Contoh Masalah Sosial Kontekstual:
Salah satu masalah sosial yang sering terjadi di lingkungan sekitar adalah sampah plastik di sekolah dan rumah. Banyak siswa maupun warga yang masih terbiasa membuang sampah sembarangan, terutama plastik sekali pakai. Akibatnya, lingkungan menjadi kotor, saluran air tersumbat, bahkan bisa menyebabkan banjir ketika musim hujan tiba.

2. Solusi:
Untuk mengatasi masalah ini, sekolah dapat membuat program Bank Sampah Sekolah dan melaksanakan Gerakan Jumat Bersih secara rutin. Guru juga dapat mengaitkan topik ini ke dalam pembelajaran IPS agar siswa memahami pentingnya tanggung jawab sosial terhadap lingkungan.
Selain itu, siswa bisa diajak membuat poster ajakan menjaga kebersihan atau projek daur ulang plastik agar mereka terlibat langsung. Kegiatan seperti ini akan lebih efektif jika juga melibatkan orang tua dan masyarakat sekitar.

3. Dasar Teori yang Relevan:
a. Teori Fungsionalisme (Emile Durkheim)
Menurut teori ini, masyarakat ibarat tubuh manusia yang setiap bagiannya memiliki fungsi. Jika salah satu bagian tidak berfungsi dengan baik, keseimbangan sosial akan terganggu. Dalam konteks ini, bila masyarakat tidak menjalankan peran menjaga kebersihan, maka lingkungan menjadi tidak sehat. Jadi, kerja sama antarwarga dan lembaga pendidikan penting untuk menjaga keseimbangan sosial.

b. Teori Interaksi Sosial (George Herbert Mead)
Perilaku seseorang dibentuk melalui interaksi dengan orang lain. Ketika siswa melihat guru dan teman-temannya membuang sampah pada tempatnya, mereka akan terdorong untuk meniru. Melalui interaksi seperti ini, kesadaran sosial bisa tumbuh secara alami.

c. Teori Konflik (Karl Marx)
Masalah sampah juga bisa muncul karena ketidakseimbangan tanggung jawab antara individu dan lembaga. Jika sebagian orang tidak peduli sementara yang lain berusaha menjaga kebersihan, akan timbul ketegangan sosial. Oleh karena itu, diperlukan komunikasi dan kesepakatan bersama agar semua pihak memiliki tanggung jawab yang sama terhadap lingkungan.

4. Kesimpulan:
Masalah sosial seperti sampah plastik dapat diselesaikan melalui kerja sama antara sekolah, siswa, dan masyarakat. Pembelajaran IPS berperan penting dalam menanamkan nilai tanggung jawab sosial, sehingga teori-teori sosiologi dapat diterapkan langsung dalam kehidupan sehari-hari.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Loudhea Anggraini -
Loudhea Anggraini
2413053096
3C

Masalah Sosial:
Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan lingkungan (perilaku membuang sampah sembarangan).

Konteks Permasalahan:
Fenomena membuang sampah sembarangan masih sering ditemukan di berbagai lingkungan, termasuk di sekitar sekolah dan permukiman warga. Hal ini menyebabkan timbulnya bau tidak sedap, banjir karena saluran air tersumbat, serta menurunnya kualitas kesehatan masyarakat. Padahal, menjaga kebersihan merupakan tanggung jawab sosial bersama. Rendahnya kesadaran ini mencerminkan lemahnya fungsi sosial dalam masyarakat, terutama dalam hal kepedulian terhadap lingkungan.

Analisis Berdasarkan Teori:
Menurut teori fungsionalisme struktural Talcott Parsons, masyarakat adalah sistem sosial yang tersusun dari berbagai bagian yang saling bergantung untuk menjaga keseimbangan sosial. Ketika ada bagian yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya—seperti individu yang tidak menjalankan peran sosialnya menjaga kebersihan—maka akan muncul disfungsi sosial yang mengganggu keseimbangan masyarakat.
Selain itu, teori interaksionisme simbolik (Herbert Blumer) menjelaskan bahwa perilaku manusia terbentuk melalui interaksi sosial dan makna yang dikonstruksi bersama. Jika lingkungan sosial menormalisasi perilaku membuang sampah sembarangan, maka individu akan menganggap perilaku tersebut sebagai hal biasa.

Solusi yang Didasarkan pada Teori:
1. Pendidikan dan Pembiasaan Sosial
Melalui pendidikan IPS di sekolah dasar, siswa dapat diajarkan nilai-nilai tanggung jawab sosial dan kepedulian lingkungan. Guru berperan sebagai agen sosialisasi yang menanamkan makna positif terhadap perilaku menjaga kebersihan.

2. Program Lingkungan Berbasis Partisipatif
Mengadakan kegiatan seperti Jumat Bersih, Bank Sampah Sekolah, dan lomba kebersihan antar-kelas dapat meningkatkan partisipasi dan membangun solidaritas sosial.

3. Keteladanan Sosial (Social Modeling)
Berdasarkan teori pembelajaran sosial Albert Bandura, perilaku positif akan lebih mudah ditiru jika ada model yang memberi contoh. Oleh karena itu, guru dan tokoh masyarakat harus memberikan teladan nyata dalam menjaga kebersihan.

4. Kebijakan dan Sanksi Sosial
Pemerintah atau pihak sekolah dapat membuat aturan serta sanksi ringan bagi yang melanggar, untuk memperkuat norma sosial dan disiplin bersama.

Kesimpulan:
Masalah sosial berupa rendahnya kesadaran menjaga kebersihan lingkungan dapat diselesaikan melalui pendekatan pendidikan, keteladanan, dan penguatan nilai sosial. Dengan menerapkan teori fungsionalisme struktural dan interaksionisme simbolik, solusi ini tidak hanya bersifat praktis tetapi juga mendukung pembentukan karakter sosial siswa yang bertanggung jawab dan peduli terhadap lingkungan.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Radytha Nofitri Putri Agustin Radytha -
Nama: Radytha Nofitri Putri Agustin
Npm: 2413053080

1. Contoh masalah sosial
Ketidaksetaraan Pendidikan

2. solusi:
Masalah sosial ketidaksetaraan pendidikan merupakan isu yang masih sering terjadi di Indonesia, terutama antara daerah perkotaan dan pedesaan. Banyak anak di daerah terpencil yang belum mendapatkan akses pendidikan yang layak karena keterbatasan fasilitas, tenaga pendidik, dan sarana teknologi. Sementara di perkotaan, siswa cenderung memiliki kesempatan belajar yang lebih baik berkat dukungan ekonomi dan lingkungan yang mendukung. Ketimpangan ini berdampak pada rendahnya kualitas sumber daya manusia di daerah tertentu dan memperlebar kesenjangan sosial di masyarakat.

3. Dasar Teori
Berdasarkan teori fungsionalisme struktural yang dikemukakan oleh Talcott Parsons, pendidikan memiliki fungsi penting dalam menjaga keseimbangan sosial melalui proses sosialisasi dan pembagian peran yang adil. Namun, jika akses pendidikan tidak merata, maka fungsi tersebut tidak berjalan dengan baik dan menyebabkan ketidakharmonisan sosial. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi ketidaksetaraan pendidikan antara lain:

1. Pemerataan fasilitas pendidikan melalui pembangunan sekolah yang layak di daerah terpencil dan penyediaan sarana belajar digital.
2. Peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan berkelanjutan agar kualitas pengajaran setara antara daerah maju dan tertinggal.
3. Pemberian beasiswa dan bantuan pendidikan bagi siswa kurang mampu agar mereka memiliki kesempatan yang sama untuk melanjutkan pendidikan.
4. Pemanfaatan teknologi informasi (e-learning) untuk menjangkau daerah yang sulit diakses dengan sistem pembelajaran daring yang berkualitas.

Dengan menerapkan prinsip dari teori fungsionalisme struktural Parsons, pendidikan harus berfungsi sebagai alat untuk menciptakan keseimbangan sosial, bukan memperlebar kesenjangan. Pemerataan akses dan kualitas pendidikan akan membantu menciptakan masyarakat yang lebih adil, produktif, dan berdaya saing.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Taufik Ramadhan -
Nama : Taufik Ramadhan
NPM : 2413053098
Salah satu masalah sosial yang sering terjadi di masyarakat adalah perundungan (bullying) di sekolah. Masalah ini muncul karena kurangnya empati, pengaruh lingkungan, dan kebiasaan meniru perilaku negatif dari teman atau media sosial. Berdasarkan teori belajar sosial Albert Bandura, perilaku manusia terbentuk melalui proses meniru dan mengamati lingkungan sekitarnya. Artinya, siswa yang melihat contoh perilaku agresif cenderung menirunya. Solusi yang dapat dilakukan adalah dengan menanamkan pendidikan karakter di sekolah, memberikan teladan positif dari guru dan orang tua, membiasakan siswa berperilaku empatik, serta menciptakan lingkungan belajar yang aman dan menghargai perbedaan agar bullying dapat dicegah sejak dini.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Azahra Saputri -
Nama: Azahra Saputri
NPM : 2413053100


Masalah Sosial:
Bullying masih sering terjadi di lingkungan sekolah dasar. Contohnya seperti mengejek teman, tidak mau bermain bersama, atau melakukan kekerasan fisik. Perilaku ini membuat korban merasa sedih, takut, dan tidak semangat sekolah. Jika dibiarkan, bullying bisa menyebabkan anak kehilangan rasa percaya diri.

Landasan Teori:
Menurut Jusar, Jamaris, & Solfema (2023) , perilaku sosial anak terbentuk melalui proses sosialisasi dan pembelajaran di lingkungan sekolah. Anak belajar dari contoh yang mereka lihat di sekitar mereka. Jika lingkungan membiarkan perilaku kasar, maka anak bisa meniru dan menganggap itu hal yang wajar. Karena itu, guru dan orang tua perlu menanamkan nilai empati, kerja sama, dan saling menghargai sejak dini.

Solusi:

1. Guru memberi pemahaman kepada siswa tentang pentingnya saling menghormati dan tidak mengejek teman.
2. Sekolah membuat program anti-bullying dan kegiatan kerja sama antar siswa, seperti permainan kelompok atau proyek kelas.
3. Orang tua dan guru bekerja sama memantau perilaku anak di rumah dan di sekolah.
4. Memberi konseling atau bimbingan kepada pelaku dan korban bullying agar bisa memperbaiki hubungan sosialnya.

Kesimpulan:
Bullying bisa dicegah jika semua warga sekolah saling menghargai dan peduli satu sama lain. Dengan menumbuhkan sikap empati dan kerja sama, lingkungan sekolah akan menjadi tempat yang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi semua siswa.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Hanum Aulia Kaltsum Hanum -
Nama: Hanum Aulia Kaltsum
NPM: 2413053089

Masalah Sosial:
Cyberbullying di Kalangan Siswa Sekolah Dasar dan Menengah di Indonesia

Dengan pesatnya penggunaan media sosial dan aplikasi pesan instan di kalangan anak-anak dan remaja, kasus cyberbullying semakin sering muncul. Bentuknya bisa berupa hinaan melalui chat, penyebaran foto/video pribadi tanpa izin, body shaming, video remaja sedang “dipermalukan” dan disebarkan secara viral. Dampaknya nyata: korban bisa mengalami stres, penurunan kepercayaan diri, hingga menolak ke sekolah. Data dari sekolah dan lembaga perlindungan anak menunjukkan peningkatan laporan cyberbullying di lima tahun terakhir.

Solusi Berdasarkan Teori:

1. Teori Kontrol Sosial (Travis Hirschi)
Teori ini menyebut bahwa tingkah laku menyimpang dapat dicegah jika individu memiliki ikatan kuat dengan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Solusi:
• Sekolah melakukan penguatan program “ikatan sosial” seperti siswa-mentor siswa, kegiatan ekstrakurikuler yang menghubungkan siswa dengan guru dan teman.
• Orang tua secara rutin mengecek aktivitas media sosial anak dan menciptakan komunikasi terbuka agar anak merasa didukung.
• Guru dan pihak sekolah membentuk komunitas kelas yang saling mengingatkan tentang etika digital sehingga siswa merasa bagian dari sistem sosial positif.
(Contoh penerapan teori dari jurnal: Mely Sisca Mely & Abdurrakhman, 2022)

2. Teori Belajar Sosial (Albert Bandura)
Teori ini menyatakan bahwa manusia belajar dari meniru lingkungan, terutama tokoh yang mereka lihat sebagai panutan.
Solusi:
• Sekolah memperkenalkan program role model digital: guru atau kakak kelas yang menunjukkan penggunaan media sosial yang sehat dan bertanggung-jawab.
• Mengadakan workshop literasi digital yang mempraktikkan “apa yang boleh dan tidak boleh” di internet, dan mengajak siswa membuat konten positif.
• Memanfaatkan media sosial sekolah untuk kampanye anti-cyberbullying dengan siswa sebagai pembuat pesan agar mereka meniru perilaku yang baik.
(Jurnal terkait: Luh Putu Shanti Kusumaningsih, 2022)

Kesimpulan
Cyberbullying merupakan masalah sosial yang nyata pada era digital dan sangat memengaruhi kesejahteraan anak dan remaja di Indonesia. Untuk mengatasinya, perlu strategi yang tidak hanya bersifat teknis (monitoring + filtering) tetapi juga bersifat sosial-kultural, yakni memperkuat ikatan sosial dan menyediakan contoh perilaku positif di lingkungan siswa. Dengan menggunakan teori Kontrol Sosial maupun Belajar Sosial, solusi-yang-diberikan menjadi lebih terarah dan berlandaskan penelitian Indonesia sehingga relevan untuk konteks sekolah dasar/menengah di Indonesia.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by JUVITA TRI LESTARI -
Nama: Juvita Tri Lestari
NPM: 2413053081

Masalah sosial:
Masalah sosial yang banyak terjadi adalah rendahnya kepedulian terhadap sesama, misalnya masih adanya sikap acuh saat melihat teman yang membutuhkan bantuan. Kondisi ini dapat menyebabkan hubungan sosial menjadi renggang dan menurunkan rasa kebersamaan di lingkungan sekolah.

Solusi:
1. Guru mengajarkan pentingnya empati, saling membantu, dan kerja sama.
2. Sekolah mengadakan kegiatan seperti kerja bakti atau berbagi dengan teman yang membutuhkan.⁠
3. ⁠Membiasakan hal kecil seperti menyapa teman atau membantu guru.

Landasan yang relevan:
1. Menurut teori Fungsionalisme, setiap individu memiliki peran sosial yang harus dijalankan agar masyarakat tetap seimbang. Maka, sekolah berperan penting dalam menanamkan nilai empati, gotong royong, dan tanggung jawab sosial melalui kegiatan belajar dan proyek sosial.
2. Menurut teori Fungsionalisme, kegiatan sosial membantu masyarakat menjalankan fungsi sosialnya. Kegiatan seperti kerja bakti atau bakti sosial dapat memperkuat solidaritas antarindividu di sekolah.
3. ⁠Menurut teori Interaksionisme Simbolik, manusia belajar perilaku melalui interaksi dan peniruan makna sosial dari lingkungannya. Artinya, anak akan belajar peduli jika melihat contoh nyata dari guru, orang tua, dan teman sebaya yang menunjukkan sikap saling menolong.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Livia Okta Viana -
Nama: Livia Okta Viana
NPM: 2413053079
Masalah Sosial: Kenakalan Remaja (Tawuran)

Masalah: Tawuran Antar Pelajar/Kelompok Remaja di wilayah perkotaan yang melibatkan kekerasan fisik, penggunaan senjata tajam, dan menyebabkan korban jiwa serta keresahan masyarakat.

Faktor Utama: Kegagalan institusi sosialisasi (keluarga, sekolah) dalam menanamkan norma, lemahnya kontrol sosial, dan adanya label negatif ("geng", "sekolah biang kerok") yang dilekatkan pada kelompok remaja tertentu.

Landasan Teori: Teori Pelabelan (Labelling Theory) - Sub-teori Interaksi Simbolik
​Teori Pelabelan (oleh tokoh seperti Howard Becker dan Edwin Lemert) berfokus pada bagaimana reaksi masyarakat terhadap suatu perilaku dapat membentuk dan memperburuk perilaku itu.
​Inti Teori: Perilaku dianggap menyimpang bukan karena tindakan itu sendiri, melainkan karena masyarakat (atau agen kontrol sosial) melabelinya sebagai penyimpangan. Setelah label (penyimpangan primer) diberikan dan diterima, individu atau kelompok cenderung menginternalisasinya dan berlanjut ke perilaku yang lebih menyimpang (penyimpangan sekunder).

​Relevansi dengan Masalah: Kenakalan remaja (tawuran) dapat diperparah ketika sekolah atau kelompok remaja tertentu dicap sebagai "biang kerok" atau "geng liar" oleh media, sekolah, dan masyarakat. Label ini menciptakan stigma. Remaja yang dilabeli mungkin mulai mengidentifikasi diri dengan label negatif tersebut, memperkuat ikatan kelompok yang menyimpang, dan menganggap tawuran sebagai bagian dari identitas kelompok (misalnya, "membela kehormatan sekolah/geng").

Solusi Berbasis Teori
Solusi yang relevan dengan perspektif Teori Pelabelan berfokus pada mengubah persepsi, interaksi, dan penanganan penyimpangan agar tidak memperkuat label negatif.
- Menghapus label negatif yang dilekatkan pada sekolah atau kelompok remaja. Mengganti hukuman yang bersifat pengucilan (misalnya, dikeluarkan dari sekolah) dengan program bimbingan dan konseling intensif yang berfokus pada reintegrasi dan perubahan perilaku positif.
- Menerapkan pendekatan keadilan restoratif (mempertemukan pelaku, korban, dan pihak terkait) daripada hukuman retributif (pembalasan). Fokus pada pertanggungjawaban, perbaikan kerusakan, dan rekonsiliasi di tingkat komunitas.
- Mendorong interaksi dan kolaborasi yang positif antar-sekolah/antar-kelompok (misalnya, melalui kegiatan olahraga bersama, proyek sosial gabungan, atau festival seni) untuk membangun simbol dan makna baru (persahabatan, persaingan sehat) yang menetralkan simbol lama (permusuhan, kekerasan).

Kesimpulan: Tawuran antar pelajar/kelompok remaja dapat diperparah oleh label negatif dari masyarakat, sekolah, dan media, yang menyebabkan remaja menginternalisasi label tersebut dan memperkuat perilaku menyimpang. Solusi berbasis Teori Pelabelan meliputi: menghapus label negatif, mengganti hukuman dengan bimbingan dan konseling, menerapkan keadilan restoratif, dan mendorong interaksi positif antar-kelompok untuk membangun makna baru yang positif. Dengan demikian, dapat mengurangi kenakalan remaja dan membangun hubungan yang lebih harmonis di masyarakat.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Tisya Azzahra Tisya -
Tisya Azzahra Ramadhani
2413053076

1. Contoh Masalah Sosial Kontekstual: Kenakalan Remaja Akibat Pengaruh Media Sosial. Banyak remaja saat ini mudah terpengaruh oleh konten negatif di media sosial, seperti gaya hidup konsumtif, pergaulan bebas, hingga tindakan bullying online. Akibatnya, nilai moral dan karakter mereka bisa menurun, misalnya menjadi kurang sopan, malas belajar, dan tidak menghargai orang lain.

2. Solusi:
Pendidikan karakter di sekolah dan keluarga harus diperkuat. Guru dan orang tua perlu menanamkan nilai tanggung jawab, sopan santun, serta kemampuan berpikir kritis agar remaja bisa memilah mana konten yang baik dan buruk. Peningkatan literasi digital. Remaja diajarkan cara menggunakan media sosial dengan bijak, seperti tidak menyebar hoaks, tidak membully, dan menghargai privasi orang lain. Menyediakan kegiatan positif seperti ekstrakurikuler, kegiatan sosial, atau komunitas hobi agar remaja memiliki wadah untuk mengekspresikan diri secara sehat.

3. Teori yang Relevan:
a. Teori Sosialisasi (George Herbert Mead) Menurut Mead, kepribadian seseorang dibentuk melalui interaksi sosial. Jadi, jika remaja sering berinteraksi dengan lingkungan atau media yang negatif, perilakunya akan ikut terbentuk negatif. Maka, perlu lingkungan sosial yang positif agar perilaku mereka juga positif.
b.Teori Belajar Sosial (Albert Bandura) Bandura menyatakan bahwa seseorang belajar melalui pengamatan dan meniru perilaku orang lain (modeling). Remaja yang sering melihat influencer atau tokoh publik berperilaku buruk di media sosial bisa menirunya. Oleh karena itu, penting memberi contoh teladan baik. Baik dari guru, orang tua, maupun figur publik.

4. Kesimpulan:
Jadi, masalah kenakalan remaja di era digital dapat diatasi dengan pendekatan pendidikan karakter dan literasi digital yang berlandaskan teori sosialisasi dan belajar sosial. Kunci utamanya adalah pembentukan lingkungan dan teladan positif bagi remaja.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by FARIDA PALUPI -
Farida Palupi
2413053087

Masalah sosial:
Sekarang banyak remaja yang kurang peduli sama kebersihan lingkungan. Masih sering buang sampah sembarangan atau malas ikut kerja bakti. Akibatnya lingkungan jadi kotor dan gampang banjir.

Teori yang relevan:
Menurut Albert Bandura, manusia belajar dari melihat dan meniru orang lain. Jadi kalau orang dewasa di sekitar mereka juga cuek sama kebersihan, remaja pun ikut-ikutan cuek.

Solusi:
Orang tua, guru, dan masyarakat perlu kasih contoh nyata buat jaga kebersihan. Sekolah juga bisa bikin kegiatan seperti Jumat Bersih atau lomba daur ulang biar remaja terbiasa peduli sama lingkungan.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Farika Zahra Azhimah -
Farika Zahra Azhimah
2413053091
*Masalah Sosial: Ketimpangan Infrastruktur Pendidikan di Indonesia

Ketimpangan infrastruktur pendidikan di Indonesia adalah masalah sosial yang serius, karena dapat mempengaruhi kualitas pendidikan dan kesempatan belajar bagi siswa, terutama di daerah-daerah terpencil atau miskin. Ketimpangan infrastruktur pendidikan dapat dilihat dari beberapa aspek, seperti:
1. Keterbatasan fasilitas pendidikan, seperti gedung sekolah, ruang kelas, dan peralatan belajar.
2. Keterbatasan akses ke teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di sekolah-sekolah.
3. Keterbatasan sumber daya manusia, seperti guru dan tenaga pendidik yang berkualitas.

*Dampak Ketimpangan Infrastruktur Pendidikan di Indonesia
Ketimpangan infrastruktur pendidikan dapat mempengaruhi kesempatan belajar bagi siswa dan memperburuk ketimpangan sosial-ekonomi di Indonesia. Dampaknya dapat meliputi:
1. Kualitas pendidikan yang rendah, seperti di daerah 3T (Tertinggal, Terluar, Terpencil)
2. Kesempatan belajar yang terbatas.
3. Ketimpangan sosial-ekonomi yang meningkat.
4. Kesenjangan mutu pendidikan antarwilayah.

*Solusi dari permasalahan
1. Pemerataan Anggaran dan Pembangunan Sekolah melalui kebijakan afirmatif bagi daerah 3T.
2. Pemanfaatan Teknologi Digital seperti platform belajar daring berbasis offline.
3. Distribusi Guru dan Fasilitas Secara Proporsional dengan insentif bagi guru di daerah terpencil.
4. Peningkatan akses ke teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di sekolah-sekolah.
5. Peningkatan kebijakan afirmatif untuk meningkatkan akses ke pendidikan bagi kelompok-kelompok yang kurang beruntung.
6. Kemitraan Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat untuk mendukung pembangunan sarana pendidikan.

*Landasan Teori
Menurut Teori Fungsionalisme Struktural (Talcott Parsons), lembaga pendidikan berfungsi menjaga keseimbangan sosial melalui pemerataan kesempatan belajar. Ketimpangan infrastruktur mengganggu fungsi tersebut dan menimbulkan ketidakadilan sosial.
Selain itu, Teori Keadilan Sosial John Rawls menekankan bahwa akses pendidikan harus adil bagi semua, terutama kelompok yang paling kurang beruntung.

*Kesimpulan
Ketimpangan infrastruktur pendidikan mencerminkan ketidakadilan sosial yang harus segera diatasi melalui pemerataan kebijakan, pemanfaatan teknologi, dan kolaborasi lintas sektor agar seluruh anak Indonesia memperoleh kesempatan belajar yang setara.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by ADELIA NANDA FEBRIANI -
Nama : Adelia Nanda Febriani
NPM : 2413053106
Kelas : 3C

1.Masalah sosial yang kontekstual saat ini adalah ketimpangan pendidikan dan mobilitas sosial. Karena Akses yang tidak merata terhadap pendidikan berkualitas menyebabkan mobilitas sosial menjadi terhambat. Dimana anak-anak dari keluarga mampu cenderung terus berada di posisi atas, sedangkan mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu sulit untuk memperbaiki nasibnya.

2.Berdasarkan teori Pierre Bourdieu tentang kapital kultural dan habitus yang menyatakan bahwa keluarga kelas menengah-atas memiliki “kapital kultural” misalnya nilai, norma, kemampuan bahasa, jaringan, yang memungkinkan anak-anak mereka sukses di sistem pendidikan yang dibangun sesuai dengan norma kelas menengah. Sedangkan anak-anak dari keluarga kurang mampu sering kekurangan modal tersebut dan dengan demikian mengalami hambatan struktural untuk naik.
serta teori stratifikasi sosial dan reproduksi sosial yang menyatakan sistem pendidikan yang tidak egaliter akan mereproduksi status sosial dari satu generasi ke generasi berikutnya. Anak dari kelas atas cenderung tetap di posisi atas, anak kelas bawah sulit naik. Studi di Indonesia menunjukkan aspek struktur laras ini.,
bisa di simpulkan bahwa ketimpangan ini bukan sekadar akibat dari kemampuan individu, melainkan hasil dari struktur sosial yang tidak adil dan sistem pendidikan yang masih berpihak pada kelompok tertentu.

3.Oleh karena itu, solusi yang perlu diterapkan harus bersifat struktural dan kultural sekaligus meliputi pemerataan fasilitas pendidikan, pemberian beasiswa dan program literasi dan bimbingan belajar, peningkatan modal sosial dan kultural bagi siswa kurang mampu, serta kebijakan pemerintah yang memastikan pendidikan menjadi hak dasar, bukan komoditas.
Dengan pendekatan tersebut, pendidikan dapat kembali berfungsi sebagai alat utama mobilitas sosial dan pemerataan kesempatan, sehingga cita-cita keadilan sosial dalam masyarakat dapat terwujud.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Elok Nurasthi -
Nama: Elok Nurasthi
NPM: 2413053105

Salah satu contoh masalah sosial kontekstual di Indonesia adalah kemiskinan yang menjadi masalah sosial utama yang berdampak pada ketimpangan sosial dan pembangunan yang tidak merata. Solusi untuk masalah ini dapat dilandasi oleh teori sosiologi tentang pemerataan kesejahteraan ekonomi, yang menekankan kebijakan pemerataan distribusi sumber daya dan kesempatan kerja agar seluruh lapisan masyarakat memperoleh manfaat yang adil. Selain itu, reformasi pendidikan yang inklusif dan berkualitas juga penting untuk meningkatkan kemampuan individu agar dapat keluar dari kemiskinan dan mengurangi kesenjangan sosial. Pendekatan ini didukung oleh metode penelitian sosiologi yang menggunakan data empiris untuk memahami penyebab dan dampak masalah sosial sehingga solusi yang diambil tepat sasaran.

Teori sosiologi yang relevan adalah teori fungsionalisme yang melihat masyarakat sebagai sistem yang saling terkait dan memerlukan keseimbangan serta kesejahteraan bersama, dan teori konflik yang menyoroti ketidakadilan sosial serta ketimpangan distribusi sumber daya sebagai akar masalah sosial. Dengan menggabungkan pemahaman dari kedua teori ini, solusi pun mencakup tidak hanya distribusi ekonomi yang lebih adil, tetapi juga perubahan struktur sosial dan budaya yang selama ini memperkuat ketimpangan.

Contoh solusi konkrit bisa meliputi program pemerintah yang memperluas akses pendidikan dan pelatihan kerja, kebijakan pengentasan kemiskinan melalui bantuan sosial yang tepat sasaran, serta kampanye perubahan nilai budaya untuk meningkatkan solidaritas sosial. Lebih jauh, penerapan metode ilmiah sosiologi, seperti survei dan studi lapangan, akan memberikan data akurat sebagai dasar kebijakan yang efektif dalam menangani masalah kemiskinan dan kesenjangan sosial ini.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Lutfiah nur Hanafi Lutfiah -
Lutfiah Nur Hanafi
2413053093
Masalah Sosial: Kriminalitas yang disebabkan oleh Pengangguran

Kriminalitas merupakan masalah sosial yang muncul akibat masalah yang belum terselesaikan, salah satunya adalah pengangguran. Pengangguran yang terus dibiarkan tanpa solusi akan meningkatkan tindakan kriminalitas.
Teori yang Relevan: Teori Anomi Robert K. Merton
Teori anomi Robert K. Merton menjelaskan bahwa perilaku menyimpang terjadi ketika ada ketidaksesuaian antara tujuan budaya yang ditetapkan masyarakat dan cara yang tersedia bagi individu untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam konteks pengangguran, masyarakat mengharapkan setiap individu untuk sukses secara finansial (tujuan budaya), tetapi tidak semua orang memiliki akses yang sama terhadap pendidikan dan pekerjaan (cara yang sah). Akibatnya, individu yang merasa frustrasi dan tertekan dapat memilih jalan pintas seperti kriminalitas untuk mencapai tujuan mereka.
Solusi yang Dilandasi Teori
Peningkatan Akses Pendidikan dan Pelatihan Keterampilan: Pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dapat menyediakan program pendidikan dan pelatihan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Ini akan memberikan kesempatan yang lebih besar bagi individu untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
Penciptaan Lapangan Kerja: Pemerintah dapat mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi yang menciptakan lapangan kerja baru. Selain itu, dukungan terhadap usaha kecil dan menengah (UKM) juga penting karena sektor ini memiliki potensi besar dalam menyerap tenaga kerja.
Program Bantuan Sosial: Bantuan sosial seperti subsidi pengangguran atau program keluarga harapan (PKH) dapat membantu meringankan beban ekonomi individu dan keluarga yang terdampak pengangguran. Program ini dapat mencegah mereka dari melakukan tindakan kriminalitas karena tekanan ekonomi.
Rehabilitasi dan Pembinaan Narapidana: Bagi mereka yang telah terlibat dalam tindakan kriminalitas, program rehabilitasi dan pembinaan di lembaga pemasyarakatan harus ditingkatkan. Tujuannya adalah untuk memberikan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar mereka dapat kembali ke masyarakat sebagai individu yang produktif.
Penguatan Nilai dan Norma Sosial: Melalui pendidikan dan kampanye sosial, masyarakat perlu terus diingatkan tentang pentingnya nilai-nilai kejujuran, kerja keras, dan tanggung jawab sosial. Ini akan membantu mencegah individu dari memilih jalan pintas yang melanggar hukum.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Hilda Luthfia Munazah Hilda -
Hilda Luthfia Munazah
2413053086

Masalah sosial: Rendahnya Sikap Toleransi Antar Siswa di Sekolah

Konteks Masalah:
Dalam kehidupan sekolah, masih sering ditemui perilaku siswa yang membeda-bedakan teman karena perbedaan suku, agama, latar belakang ekonomi, atau kemampuan akademik. Misalnya, beberapa siswa enggan bergaul dengan teman yang berbeda keyakinan atau sering mengejek teman yang kurang mampu. Sikap seperti ini dapat menimbulkan konflik sosial, perundungan, dan menurunnya rasa kebersamaan di lingkungan sekolah.

Solusi Berdasarkan Teori yang Relevan

1. Teori Belajar Sosial (Albert Bandura, 1977)
Bandura menyatakan bahwa manusia belajar melalui proses pengamatan dan peniruan terhadap perilaku orang lain (observational learning). Artinya, jika siswa sering melihat contoh perilaku toleran dari guru dan teman, mereka akan lebih mudah meniru dan menginternalisasikan nilai tersebut.

Solusi:
- Guru dan tenaga pendidik harus menjadi model atau teladan dalam menampilkan perilaku toleran.
- Sekolah dapat mengadakan program pembiasaan lintas budaya dan agama, seperti kegiatan “hari kebersamaan sekolah” yang melibatkan semua siswa tanpa memandang perbedaan.
- Menyisipkan cerita inspiratif dan film edukatif yang menonjolkan nilai toleransi dalam kegiatan pembelajaran.

2. Teori Interaksionisme Simbolik (George Herbert Mead)
Menurut Mead, makna sosial dibentuk melalui interaksi antarmanusia. Jika siswa diajak untuk berinteraksi dan berkolaborasi dalam suasana yang setara, maka mereka akan memaknai perbedaan sebagai hal yang wajar, bukan ancaman.

Solusi:
- Guru dapat merancang pembelajaran kolaboratif (misalnya kerja kelompok) dengan menggabungkan siswa dari latar belakang yang beragam.
- Sekolah membuat forum diskusi atau pentas budaya, agar siswa saling mengenal dan menghargai keberagaman.
- Menanamkan makna bahwa setiap individu berharga, sehingga tidak ada ruang bagi diskriminasi.

3. Teori Fungsionalisme Struktural (Émile Durkheim)
Durkheim menekankan pentingnya nilai dan norma sosial dalam menjaga keteraturan masyarakat. Sekolah berfungsi sebagai lembaga sosialisasi yang menanamkan nilai kebersamaan dan solidaritas sosial.

Solusi:
- Menyusun aturan sekolah yang menegaskan pentingnya sikap saling menghormati.
- Mengintegrasikan nilai toleransi ke dalam kegiatan kokurikuler seperti Pramuka atau OSIS.
- Mengadakan bimbingan konseling yang membantu siswa memahami perbedaan secara positif.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Aprilia Nuraini -
Aprilia Nuraini
2413053109

contoh masalah sosial yang konteksual dan berikan solusinya yang dilandasi dengan teori yang relavan

* Masalah Sosial : Rendahnya Partisipasi Pendidikan Anak di Daerah 3T (Tertinggal, Terpencil, dan Terluar)

Rendahnya angka partisipasi pendidikan di wilayah 3T masih menjadi persoalan serius di Indonesia. Banyak anak di daerah tersebut tidak bersekolah secara teratur, bahkan sebagian memilih untuk berhenti di tengah jalan. Faktor utamanya meliputi keterbatasan ekonomi keluarga, sulitnya akses menuju sekolah, serta kurangnya tenaga pendidik dan sarana belajar yang memadai.

Contohnya dapat dilihat di pedalaman Papua, di mana anak-anak harus menempuh perjalanan panjang dengan berjalan kaki hanya untuk sampai ke sekolah. Selain itu, sebagian orang tua lebih memilih anaknya membantu bekerja di kebun atau mencari penghasilan tambahan, karena pendidikan belum dianggap memberikan manfaat ekonomi yang nyata dalam waktu dekat. Kondisi ini memperlihatkan bahwa pendidikan masih belum menjadi prioritas utama dalam kehidupan masyarakat di daerah 3T.


* Solusi Berdasarkan Kajian Teoretis

Upaya mengatasi rendahnya partisipasi pendidikan perlu dilakukan melalui pendekatan yang sesuai dengan konteks sosial masyarakat setempat. Salah satu langkah strategis adalah pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan kontekstual dan pengembangan sekolah komunitas. Pemerintah bersama lembaga sosial dapat membangun sekolah yang terjangkau secara geografis dan menerapkan kurikulum yang relevan dengan kehidupan lokal, seperti pembelajaran berbasis kearifan lokal, pertanian, atau kerajinan daerah. Pendekatan ini membantu masyarakat memahami bahwa pendidikan memiliki hubungan langsung dengan kebutuhan dan potensi mereka sendiri.

Solusi tersebut sejalan dengan teori fungsionalisme Emile Durkheim, yang menyatakan bahwa pendidikan berfungsi menjaga keseimbangan sosial dan mempersiapkan individu agar berperan dalam kehidupan masyarakat. Jika pendidikan tidak sesuai dengan nilai dan kebutuhan sosial, maka akan terjadi disfungsi yang menghambat keikutsertaan warga dalam proses pendidikan. Dengan demikian, kurikulum dan sistem pendidikan harus dirancang agar selaras dengan realitas sosial masyarakat lokal.

Selain itu, program beasiswa dan pelatihan bagi orang tua dapat menjadi langkah pendukung. Beasiswa membantu meringankan beban ekonomi keluarga, sedangkan pelatihan meningkatkan pemahaman orang tua tentang pentingnya pendidikan sebagai investasi masa depan anak.

Pendekatan ini juga diperkuat oleh teori perubahan sosial yang dikemukakan oleh Karl Marx dan Auguste Comte. Teori ini menjelaskan bahwa perubahan dalam struktur ekonomi dan kesadaran masyarakat dapat mendorong transformasi nilai sosial, termasuk cara pandang terhadap pendidikan. Dengan meningkatnya kesejahteraan dan pengetahuan masyarakat, akan muncul kesadaran baru mengenai pentingnya pendidikan sebagai jalan menuju perbaikan kualitas hidup.

* Kesimpulan

Permasalahan rendahnya partisipasi pendidikan di daerah 3T tidak dapat diselesaikan hanya dengan memperbanyak fasilitas sekolah. Diperlukan pendekatan yang kontekstual, partisipatif, dan berlandaskan teori sosial agar kebijakan pendidikan dapat benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat. Melalui pemberdayaan lokal, peningkatan ekonomi, serta perubahan kesadaran sosial, partisipasi pendidikan di wilayah 3T dapat ditingkatkan secara berkelanjutan.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Inaya Syafa Shabilla 2413053120 -
Nama : Inaya Syafa Shabilla
NPM : 2413053120
Kelas : 3 D

1. Masalah Sosial
Rendahnya motivasi belajar siswa dalam proses pembelajaran.

2. Solusi
Untuk mengatasi rendahnya semangat belajar, guru dan orang tua perlu bekerja sama. Guru memiliki peran besar dalam membuat suasana belajar menjadi menyenangkan dan tidak monoton. Guru dapat menggunakan cara mengajar yang bervariasi, melibatkan siswa secara aktif, dan mengaitkan pelajaran dengan kehidupan nyata agar siswa merasa pelajaran itu penting. Guru juga dapat memberikan pujian dan dorongan agar siswa merasa dihargai dan termotivasi. Selain itu, orang tua juga memiliki peran penting. Orang tua dapat memberikan perhatian lebih, membatasi penggunaan gadget, menanamkan nilai agama, dan memberikan semangat agar anak tetap fokus belajar. Adanya kerja sama antara guru dan orang tua sangat penting. Mereka dapat saling berkomunikasi tentang perkembangan anak, mencari solusi bersama kalau anak mulai malas belajar, dan mengajak anak untuk ikut menyelesaikan masalahnya sendiri supaya anak merasa dilibatkan.

3. Landasan Teori
Menurut Usman (2008), motivasi belajar dibagi menjadi dua, yaitu motivasi dari dalam diri (intrinsik) dan motivasi dari luar (ekstrinsik). Motivasi intrinsik muncul karena keinginan sendiri, misalnya ingin tahu atau ingin sukses, sedangkan motivasi ekstrinsik datang dari luar seperti pujian, hadiah, atau dorongan dari guru dan orang tua. Lalu menurut Prayitno (2009), guru perlu memiliki dua hal penting, yaitu kewibawaan (high touch) dan kewiyataan (high tech). Kewibawaan berarti guru harus sabar, tegas, dan jadi teladan bagi siswa, sedangkan kewiyataan berarti guru harus menguasai materi dan metode mengajar dengan baik. Selain itu, Wlodkowski & Jaynes (2004) menjelaskan bahwa motivasi belajar juga dipengaruhi oleh budaya, keluarga, sekolah, dan diri siswa sendiri. Artinya, motivasi tidak hanya muncul dari dalam diri, tapi juga dari lingkungan di sekitarnya.

4. Kesimpulan
Rendahnya motivasi belajar siswa bukan karena mereka malas, tapi karena banyak faktor yang memengaruhinya, seperti cara mengajar guru, dukungan keluarga, dan lingkungan belajar. Untuk mengatasinya, guru dan orang tua perlu bekerja sama agar siswa merasa diperhatikan dan didukung. Berdasarkan teori Usman, Prayitno, dan Wlodkowski & Jaynes, semangat belajar dapat tumbuh jika siswa merasa dihargai, nyaman, dan mendapatkan teladan yang baik. Dengan kerja sama yang baik antara guru, orang tua, dan siswa, suasana belajar akan lebih positif dan semangat belajar siswa dapat meningkat.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Bella Dwi Arditha -
Nama: Bella Dwi Arditha
NPM: 2413053075
Kelas 3 C

- Contoh Masalah Sosial: Penggunaan Media Sosial yang Berlebihan di Kalangan Remaja
Saat ini banyak remaja yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bermain media sosial seperti TikTok, Instagram, dan X (Twitter). Akibatnya, mereka sering mengalami penurunan prestasi belajar, kurang berinteraksi secara langsung dengan teman sebaya, dan mudah merasa cemas atau stres jika tidak aktif di media sosial.
Masalah ini tergolong masalah sosial karena berdampak luas pada perilaku dan hubungan sosial remaja di lingkungan sekolah dan masyarakat.

- Solusi:
1. Pendidikan Literasi Digital di Sekolah
Sekolah dapat memberikan edukasi tentang cara menggunakan media sosial secara bijak, misalnya dengan mengadakan pelatihan “Etika dan Keamanan di Dunia Digital”.
Guru Bimbingan dan Konseling juga dapat mengadakan sesi konseling kelompok untuk membantu siswa mengatur waktu penggunaan gadget.
2. Peran Orang Tua dalam Pengawasan dan Pendampingan
Orang tua perlu menetapkan batas waktu penggunaan media sosial di rumah dan menjadi contoh dalam penggunaan teknologi secara sehat.
3. Kegiatan Alternatif yang Positif
Remaja perlu diarahkan untuk mengikuti kegiatan positif seperti olahraga, seni, atau kegiatan sosial agar tidak bergantung pada media sosial sebagai satu-satunya sumber hiburan.

- Landasan Teori
Menggunakan Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) dari Albert Bandura, yang menyatakan bahwa perilaku seseorang terbentuk melalui proses observasi dan peniruan terhadap model di lingkungannya.
Dalam konteks ini, remaja belajar perilaku dari apa yang mereka lihat di media sosial maupun dari orang di sekitar mereka. Oleh karena itu, memberikan model perilaku positif dan lingkungan sosial yang mendukung dapat membantu mereka mengubah kebiasaan buruk menjadi perilaku yang lebih sehat.

- Kesimpulan
Masalah penggunaan media sosial berlebihan di kalangan remaja dapat diatasi melalui kerja sama antara sekolah, orang tua, dan masyarakat dengan memberikan pendidikan, pendampingan, serta teladan yang baik. Dengan dukungan teori Bandura, solusi ini menjadi lebih kuat karena didasari pada cara manusia belajar dan membentuk perilaku dari lingkungannya.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Alma Handini -
Nama: Alma Handini
NPM: 2413053101
Kelas: 3C

Dalam kehidupan masyarakat sekarang, kebiasaan gotong royong mulai berkurang. Hal ini terlihat saat kegiatan kerja bakti di lingkungan tidak lagi diikuti oleh banyak warga. Sebagian orang memilih beristirahat di rumah atau sibuk dengan urusan pribadi. Bahkan ada yang beranggapan bahwa kebersihan lingkungan bukan tanggung jawab bersama, tetapi sudah menjadi tugas petugas kebersihan. Akibatnya, lingkungan menjadi kotor, selokan tersumbat, dan saat musim hujan tiba sering terjadi banjir. Peristiwa ini menunjukkan bahwa nilai kebersamaan yang dulu kuat kini mulai pudar dan tergantikan oleh sikap individualisme.

Fenomena tersebut dapat dijelaskan melalui teori Perubahan Sosial dari William F. Ogburn (1922). Teori ini menyatakan bahwa perubahan sosial terjadi karena adanya cultural lag atau kesenjangan budaya, yaitu saat kemajuan teknologi dan gaya hidup berkembang lebih cepat dibandingkan penyesuaian nilai sosial. Banyak orang kini lebih sibuk dengan ponsel dan pekerjaan sehingga lupa berpartisipasi dalam kegiatan bersama. Solusi dari teori ini adalah menyeimbangkan kemajuan teknologi dengan pendidikan nilai sosial. Sekolah dapat mengadakan kegiatan seperti kerja bakti, proyek menjaga kebersihan lingkungan, atau kegiatan gotong royong agar anak-anak terbiasa bekerja sama sejak dini.

Selain itu, teori Interaksi Sosial dari George Herbert Mead (1934) juga menjelaskan bahwa perilaku manusia terbentuk melalui interaksi dengan lingkungannya. Ketika seseorang tumbuh di lingkungan yang jarang bergotong royong, ia akan terbiasa bersikap acuh. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memberikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari, seperti membantu tetangga yang sedang kesulitan atau membersihkan tempat ibadah bersama. Melalui pembiasaan seperti itu, nilai kebersamaan dapat tumbuh kembali.

Masalah ini juga dapat dilihat dari teori Fungsionalisme Struktural oleh Émile Durkheim (1893). Durkheim berpendapat bahwa setiap bagian masyarakat memiliki fungsi penting untuk menjaga keseimbangan sosial. Jika fungsi sosial seperti gotong royong melemah, maka keharmonisan dalam masyarakat akan terganggu. Solusi yang dapat dilakukan adalah mengaktifkan kembali kegiatan sosial bersama, seperti ronda malam, perayaan hari besar, atau kegiatan kebersihan lingkungan yang melibatkan semua warga.

Dapat disimpulkan bahwa menurunnya semangat gotong royong terjadi karena pengaruh modernisasi, kurangnya interaksi sosial positif, dan melemahnya fungsi sosial masyarakat. Melalui pendidikan karakter, pembiasaan sikap peduli, dan kegiatan bersama di lingkungan, semangat gotong royong dapat tumbuh kembali sebagai jati diri bangsa Indonesia.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Fildzah Aulia Putri -
Nama : Fildzah Aulia Putri
NPM : 2413053107
Kelas : 3C

Di sekolah, masih banyak siswa yang membuang bungkus makanan atau minuman (sampah) sembarangan. Padahal sudah ada tempat sampah di setiap sudut. Hal ini membuat halaman sekolah kotor dan menimbulkan bau tidak sedap yang dapat mengganggu orang - orang di sekitarnya.

Untuk mengatasi masalah sampah di sekolah, semua warga sekolah harus bekerja sama. Salah satu caranya adalah melalui pendidikan karakter dan peduli lingkungan sejak dini. Di pelajaran IPA atau PPKn, guru dapat mengajarkan pentingnya menjaga kebersihan dan mencintai lingkungan. Siswa juga bisa ikut dalam kegiatan seperti Hari Tanpa Sampah Plastik, lomba daur ulang barang bekas, dan gotong royong membersihkan halaman sekolah. Kegiatan ini membuat siswa terbiasa hidup bersih dan peduli lingkungan.
Sekolah juga bisa membuat program Bank Sampah Sekolah. Dalam program ini, siswa mengumpulkan sampah plastik seperti botol minuman atau bungkus makanan untuk ditukar dengan alat tulis atau hadiah kecil. Dengan begitu, sampah plastik bisa dimanfaatkan kembali dan tidak menumpuk di tempat sampah.
Selain itu, guru dan pegawai sekolah juga harus memberi contoh yang baik. Mereka bisa menunjukkan kebiasaan membuang sampah pada tempatnya dan menjaga lingkungan tetap bersih. Sekolah juga bisa membuat jadwal piket kebersihan agar setiap siswa ikut bertanggung jawab menjaga kebersihan kelas dan halaman. Jika semua warga sekolah mau bekerja sama dan saling mengingatkan, sekolah akan menjadi tempat yang bersih, nyaman, dan menyenangkan untuk belajar.

Menurut Teori Belajar Sosial dari Albert Bandura, anak-anak belajar dengan cara meniru orang lain di sekitarnya. Jika guru dan teman-teman selalu menjaga kebersihan serta membuang sampah pada tempatnya, maka anak-anak akan terbiasa meniru kebiasaan baik itu. Oleh karena itu, keteladanan dari orang dewasa dan teman sebaya sangat penting untuk membentuk perilaku peduli lingkungan di sekolah. Selanjutnya, Teori Perubahan Kebiasaan yang dikemukakan oleh Lewin menjelaskan bahwa kebiasaan baik tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi melalui proses. Pertama, anak-anak perlu disadarkan tentang pentingnya menjaga kebersihan. Setelah itu, mereka harus dibiasakan melakukan tindakan positif, seperti piket kebersihan dan memilah sampah. Jika dilakukan terus-menerus, maka kebiasaan tersebut akan menjadi budaya di lingkungan sekolah. Selain itu, Teori Fungsionalisme dari Talcott Parsons juga mendukung pentingnya kerja sama di sekolah. Dalam teori ini, dijelaskan bahwa setiap orang memiliki peran masing-masing agar lingkungan tetap seimbang. Siswa berperan menjaga kebersihan, guru memberi contoh yang baik, dan petugas kebersihan membantu menjaga lingkungan tetap rapi. Bila semua menjalankan perannya dengan baik, sekolah akan menjadi tempat yang bersih, nyaman, dan menyenangkan untuk belajar.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by ELSA ZURAHMA -
Nama: ELSA ZURAHMA
NPM: 2413053074

Masalah Sosial:
Sulitnya Akses Menuju Sekolah di Daerah Terpencil
Di beberapa daerah pedesaan dan terpencil di Indonesia, banyak peserta didik yang harus menempuh perjalanan jauh dengan kondisi jalan yang rusak, berbatu, berlumpur, bahkan harus menyeberangi sungai untuk sampai ke sekolah. Kondisi ini menyebabkan tingginya tingkat ketidakhadiran siswa, rendahnya motivasi belajar, serta terhambatnya pemerataan pendidikan.

Masalah ini muncul karena:
1. Keterbatasan infrastruktur pendidikan di daerah pedesaan.
2. Kurangnya perhatian pemerintah daerah terhadap akses transportasi pendidikan.
3. Ketimpangan pembangunan antara wilayah perkotaan dan pedesaan.
4. Faktor ekonomi masyarakat yang tidak mampu menyediakan sarana transportasi memadai bagi anak-anaknya.

Dampaknya:
1. Banyak siswa datang terlambat atau tidak masuk sekolah saat hujan.
2. Semangat belajar menurun karena kelelahan fisik.
3. Kesempatan memperoleh pendidikan berkualitas menjadi tidak merata.

Solusi:
1. Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Jembatan Sekolah
Pemerintah daerah bekerja sama dengan masyarakat setempat untuk memperbaiki akses jalan menuju sekolah melalui program gotong royong atau dana desa.
2. Program Sekolah Ramah Akses
Menyediakan transportasi sekolah gratis bagi siswa yang tinggal jauh dari sekolah.

Landasan Teori yang Relevan
1. Teori Fungsionalisme Struktural (Talcott Parsons)
Menjelaskan bahwa masyarakat terdiri dari berbagai sistem sosial yang saling bergantung. Jika satu sistem tidak berfungsi (misalnya infrastruktur pendidikan), maka sistem lain (seperti pendidikan dan sosial ekonomi) akan terganggu. Maka, pembangunan infrastruktur menjadi fungsi penting agar sistem pendidikan dapat berjalan seimbang.
2. Teori Keadilan Sosial (John Rawls)
Menekankan bahwa keadilan harus menjamin kesempatan yang sama bagi semua warga negara, termasuk dalam memperoleh pendidikan. Artinya, negara wajib menjamin akses pendidikan yang adil bagi siswa di daerah terpencil.
3. Teori Ekologi Bronfenbrenner
Menyatakan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan fisiknya (keluarga, sekolah, masyarakat).
Akses yang sulit ke sekolah merupakan hambatan ekologis yang harus diperbaiki agar perkembangan anak optimal.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Clara Devina Balqis -
Clara Devina Balqis (2413053078)

Salah satu masalah sosial yang masih sering terjadi di sekitar kita adalah rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan lingkungan. Masih banyak orang yang membuang sampah sembarangan, baik di jalan, sungai, maupun area pemukiman. Kebiasaan ini tidak hanya membuat lingkungan terlihat kotor, tetapi juga menyebabkan berbagai masalah seperti saluran air tersumbat, banjir, dan munculnya berbagai penyakit. Kurangnya rasa tanggung jawab sosial dan anggapan bahwa menjaga kebersihan adalah tugas pemerintah atau petugas kebersihan menjadi salah satu penyebab utama masalah ini.

Masalah tersebut dapat dijelaskan melalui teori interaksionisme simbolik yang dikemukakan oleh Herbert Blumer. Teori ini menjelaskan bahwa perilaku manusia terbentuk dari hasil interaksi sosial dan makna yang diberikan terhadap suatu tindakan. Jadi, ketika seseorang hidup di lingkungan yang terbiasa membuang sampah sembarangan tanpa ada teguran atau sanksi sosial, maka perilaku itu akan dianggap wajar. Namun, jika lingkungan sosial memberikan contoh dan makna positif terhadap tindakan menjaga kebersihan, maka masyarakat akan cenderung meniru dan membiasakannya.

Untuk mengatasi hal ini, perlu ada langkah nyata dari berbagai pihak. Sekolah, lembaga masyarakat, dan pemerintah bisa bekerja sama mengadakan kegiatan seperti kerja bakti, kampanye kebersihan, atau lomba lingkungan bersih agar masyarakat terbiasa terlibat langsung dalam menjaga kebersihan. Tokoh masyarakat juga berperan penting sebagai teladan; ketika mereka memberi contoh baik, warga lain akan lebih mudah meniru. Selain itu, sistem penghargaan bagi lingkungan yang bersih dan pemberian sanksi ringan bagi pelanggar dapat memperkuat kesadaran kolektif masyarakat.

Dengan membangun interaksi sosial yang positif dan memperkuat nilai bersama tentang pentingnya kebersihan, masyarakat akan perlahan membentuk kebiasaan baru yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan. Sejalan dengan teori interaksionisme simbolik, perubahan makna dan kebiasaan sosial inilah yang menjadi kunci terciptanya perilaku hidup bersih dan sehat dalam jangka panjang.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by KHOIRI AFIF -
Nama : Khoiri Afif
NPM :2413053090
Kelas : 3C

Salah satu masalah sosial yang sering kita jumpai adalah tingginya tingkat pengangguran di kalangan pemuda, terutama di daerah perkotaan. Banyak lulusan yang tidak bisa mendapatkan pekerjaan meskipun mereka sudah menyelesaikan pendidikan formal. Hal ini sering disebabkan oleh ketidakcocokan antara keterampilan yang dimiliki dengan apa yang dibutuhkan oleh pasar kerja. Misalnya, banyak perusahaan mencari karyawan dengan keterampilan teknis tertentu, sementara lulusan baru sering kali tidak dilatih untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Teori kapital manusia, yang dikemukakan oleh Gary Becker, menjelaskan bahwa pendidikan dan pelatihan yang baik dapat meningkatkan produktivitas individu. Dengan kata lain, semakin banyak investasi yang kita lakukan dalam pendidikan dan keterampilan, semakin besar peluang kita untuk mendapatkan pekerjaan yang baik. Oleh karena itu, salah satu solusi yang bisa diterapkan adalah dengan mengembangkan program pelatihan kerja yang sesuai dengan kebutuhan industri lokal. Ini bisa melibatkan kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan dunia usaha untuk menciptakan kurikulum yang relevan dan praktis.

Selain itu, penting juga untuk memberikan akses informasi tentang peluang kerja dan bimbingan karir bagi para pemuda. Misalnya, menyediakan seminar atau workshop yang membahas cara membuat CV yang menarik, teknik wawancara, atau informasi mengenai tren industri terkini. Dengan pendekatan yang komprehensif seperti ini, diharapkan pemuda tidak hanya siap untuk memasuki dunia kerja, tetapi juga mampu bersaing dengan baik, sehingga tingkat pengangguran di kalangan mereka bisa berkurang dan mereka dapat berkontribusi positif bagi masyarakat dan perekonomian.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Melani Bunga Cantika Melani -
Melani Bunga Cantika
2413053103
3C

Masalah Sosial:
Pengangguran di Kalangan Lulusan Muda

Tingkat pengangguran terbuka di Indonesia masih didominasi oleh lulusan muda, terutama dari jenjang SMA dan perguruan tinggi. Banyak lulusan yang kesulitan mendapatkan pekerjaan karena keterampilan yang dimiliki tidak sesuai dengan kebutuhan dunia kerja (mismatch skill). Akibatnya, muncul masalah sosial lain seperti kemiskinan, kriminalitas, dan stres sosial.

Analisis dan Penyebab
Beberapa penyebab utama masalah ini antara lain:
1. Kesenjangan antara pendidikan dan dunia kerja.
Banyak kurikulum belum menyesuaikan dengan kebutuhan industri modern.
2. Kurangnya keterampilan vokasional dan digital.
Lulusan tidak siap menghadapi perkembangan teknologi dan pasar global.
3. Minimnya lapangan kerja produktif di daerah.
Terpusatnya lapangan kerja di kota besar menyebabkan urbanisasi dan pengangguran terselubung.
4. Kurangnya budaya wirausaha di kalangan muda.

Solusi
1. Revitalisasi pendidikan vokasi dan kurikulum berbasis kompetensi.
Pendidikan harus menekankan life skills, digital literacy, dan entrepreneurship agar lulusan adaptif terhadap perubahan pasar kerja.
2. Program magang dan link and match industri–kampus/sekolah.
Menjalin kemitraan dengan dunia usaha dan industri agar siswa memiliki pengalaman kerja sebelum lulus.
3. Pelatihan kewirausahaan dan UMKM berbasis teknologi.
Pemerintah dan kampus dapat mendorong program startup dan inkubasi bisnis bagi generasi muda.
4. Pemerataan pembangunan ekonomi daerah.
Membuka lapangan kerja baru melalui sektor potensial seperti pertanian modern, pariwisata, dan ekonomi kreatif.

Landasan Teori yang Relevan
1. Teori Fungsionalisme Struktural (Talcott Parsons)
Masyarakat terdiri dari bagian-bagian yang saling bergantung. Bila satu bagian (misalnya sistem pendidikan) tidak berfungsi baik, maka keseimbangan sosial terganggu.
Implikasi: Pendidikan harus berfungsi efektif dalam mempersiapkan tenaga kerja agar sistem sosial berjalan seimbang.
2. Teori Konflik (Karl Marx)
Ketimpangan dalam sistem ekonomi menyebabkan kesenjangan kesempatan kerja antara kelas sosial.
Implikasi: Kebijakan pemerintah perlu berpihak pada pemerataan kesempatan ekonomi agar tidak terjadi dominasi kelompok tertentu dalam dunia kerja.
3. Teori Modal Manusia (Human Capital Theory – Becker, 1964)
Investasi pada pendidikan dan keterampilan akan meningkatkan produktivitas individu.
Implikasi: Pemerintah dan lembaga pendidikan perlu memperkuat pelatihan vokasional dan sertifikasi kompetensi agar lulusan memiliki daya saing tinggi.

Kesimpulan
Pengangguran di kalangan lulusan muda merupakan masalah sosial yang kompleks dan memerlukan pendekatan sistemik. Diperlukan sinergi antara pendidikan, dunia usaha, dan pemerintah untuk menciptakan lulusan yang kompeten, kreatif, serta mampu beradaptasi dengan dinamika dunia kerja modern.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Tisya Aulia Anggraeni -
Nama: Tisya Aulia Anggraeni
NPM: 2413053097

1. Contoh Masalah Sosial Kontekstual: Ketimpangan Sosial Ekonomi
Ketimpangan sosial ekonomi merupakan perbedaan mencolok antara kelompok masyarakat kaya dan miskin dalam hal pendapatan, pendidikan, dan akses terhadap layanan publik seperti kesehatan, pekerjaan, serta perumahan. Di Indonesia, ketimpangan ini tampak jelas antara masyarakat perkotaan dan pedesaan. Masyarakat kota lebih mudah mendapatkan pendidikan berkualitas dan pekerjaan bergaji tinggi, sedangkan masyarakat di pedesaan sering kali tertinggal secara ekonomi. Akibat dari kondisi ini, muncul kecemburuan sosial, konflik horizontal, serta perasaan tidak adil di tengah masyarakat. Jika dibiarkan, ketimpangan dapat menyebabkan rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan menghambat pembangunan nasional.

2. Solusi
Untuk mengatasi ketimpangan sosial ekonomi, perlu dilakukan beberapa langkah strategis. Pertama, pemerintah harus memperluas akses pendidikan dan pelatihan kerja bagi masyarakat berpenghasilan rendah agar mereka memiliki kesempatan yang sama untuk meningkatkan taraf hidup. Kedua, perlu adanya pemerataan pembangunan ekonomi, seperti penyediaan infrastruktur dan fasilitas publik di daerah tertinggal untuk membuka lapangan pekerjaan baru. Ketiga, diterapkan kebijakan redistribusi pendapatan melalui sistem pajak progresif dan subsidi tepat sasaran agar kesejahteraan masyarakat miskin dapat meningkat tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, masyarakat juga perlu dilibatkan dalam program pemberdayaan ekonomi berbasis lokal untuk mendorong kemandirian dan mengurangi ketergantungan.

3. Teori yang Relevan
a. Teori Konflik (Karl Marx)
Menurut Karl Marx, ketimpangan sosial ekonomi muncul karena adanya perbedaan kepemilikan alat produksi antara kelas borjuis (pemilik modal) dan proletar (pekerja). Ketika kekuasaan ekonomi hanya dikuasai oleh segelintir orang, maka kelas bawah akan terus tertindas. Oleh karena itu, solusi yang relevan adalah menciptakan kebijakan ekonomi yang lebih adil dan berpihak pada rakyat kecil, seperti distribusi sumber daya dan kesempatan yang merata.

b. Teori Fungsionalisme Struktural (Talcott Parsons)
Parsons berpendapat bahwa masyarakat akan berjalan seimbang jika setiap bagian dalam sistem sosial menjalankan fungsinya dengan baik. Namun, ketimpangan yang terlalu besar dapat mengganggu keseimbangan tersebut. Oleh karena itu, pemerintah harus berperan aktif dalam menciptakan kebijakan sosial-ekonomi yang memastikan setiap lapisan masyarakat dapat berfungsi dan berkontribusi terhadap kestabilan sosial.

4. Kesimpulan
Ketimpangan sosial ekonomi merupakan masalah serius yang dapat memicu konflik dan ketidakstabilan sosial. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya terpadu melalui pemerataan pembangunan, pendidikan yang merata, serta kebijakan ekonomi yang berkeadilan. Berdasarkan teori konflik Karl Marx dan teori fungsionalisme struktural Talcott Parsons, solusi terhadap ketimpangan ini adalah dengan menciptakan sistem sosial yang adil dan seimbang. Dengan demikian, masyarakat dapat hidup harmonis, sejahtera, dan memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Gita Adella Gita -
Masalah sosial yang sering terjadi di Indonesia adalah pengangguran di kalangan lulusan muda. Banyak lulusan sekolah dan perguruan tinggi yang sulit mendapatkan pekerjaan karena keterampilan yang dimiliki tidak sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Solusinya adalah dengan meningkatkan pendidikan vokasional dan pelatihan keterampilan yang relevan dengan industri agar lulusan lebih siap kerja. Hal ini sejalan dengan teori fungsionalisme Durkheim yang menyatakan bahwa pendidikan berfungsi mempersiapkan individu agar berperan dalam masyarakat. Selain itu, teori human capital Gary Becker menegaskan bahwa investasi pada pendidikan dan pelatihan dapat meningkatkan produktivitas dan peluang kerja seseorang. Pemerintah juga perlu mendorong wirausaha muda melalui program pemberdayaan, sesuai dengan teori pemberdayaan Rappaport, agar generasi muda mampu menciptakan lapangan kerja sendiri dan berkontribusi terhadap kesejahteraan sosial.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Elvanisa Wahyu Azzahra -
Nama : Elvanisa Wahyu Azzahra
NPM : 2413053085

Masalah Sosial Fenomena isolasi sosial digital di Kalangan Remaja Indonesia

Di era digital, banyak remaja tampak selalu “terhubung” melalui media sosial, tetapi secara emosional justru semakin kesepian. Mereka aktif di platform seperti TikTok atau Instagram, namun merasa hampa, cemas, dan sulit membangun relasi nyata. Kondisi ini menciptakan masalah sosial baru berupa isolasi sosial digital kesepian di tengah keramaian virtual.

Analisis Masalah (Konstektual)

Fenomena ini nyata di Indonesia: survei Kemenkes (2023) mencatat peningkatan gangguan kesehatan mental remaja hingga 21%, salah satunya dipicu oleh tekanan media sosial. Mereka menampilkan citra “bahagia” untuk mendapat validasi, tetapi justru kehilangan keaslian diri dan kedekatan sosial yang autentik.

Masalah ini tidak sekadar individu, melainkan sosial karena budaya digital kita kini menilai nilai diri berdasarkan likes, views, dan followers.

Landasan Teori Kebutuhan Dasar Abraham Maslow (1943)
Remaja menggunakan media sosial untuk memenuhi kebutuhan akan penerimaan (belongingness). Namun, jika pemenuhannya bersifat semu (hanya validasi online), kebutuhan itu tidak benar-benar terpenuhi sehingga menimbulkan perasaan kosong dan stres sosial.

solusi yang dapat di gunakan adalah membangun Komunitas “Offline Connection”
Sekolah dan masyarakat dapat memfasilitasi klub atau kegiatan sosial yang menumbuhkan relasi nyata seperti volunteer, teater, atau seni.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Meidina Firliani Rasika Meidina -
Nama: Meidina Firliani Rasika
NPM: 2413053095
Kelas: 3/C

Masalah Sosial: Kurangnya sikap sopan santun terhadap guru dan teman. Misalnya, ada siswa yang sering berbicara ketika guru sedang menjelaskan, memanggil teman atau guru tanpa menggunakan sapaan yang sopan, atau menyela pembicaraan tanpa izin. Perilaku seperti ini umumnya tidak muncul karena niat buruk, melainkan karena kurangnya pembiasaan sikap sopan dan etika sosial baik di rumah maupun di lingkungan sekolah.

Untuk mengatasi masalah tersebut, guru dapat menanamkan nilai sopan santun melalui pendidikan karakter dan pembelajaran kontekstual. Guru perlu menjadi teladan utama dengan selalu menggunakan bahasa yang santun dan menghormati siswa, karena anak-anak belajar dengan meniru perilaku orang dewasa di sekitarnya. Selain itu, guru bisa menggunakan metode bermain peran untuk melatih cara berbicara sopan kepada guru, teman, atau orang lain dalam situasi sehari-hari. Setelah kegiatan tersebut, siswa diajak berdiskusi dan merefleksikan mana perilaku yang pantas dan tidak pantas. Pembiasaan juga penting dilakukan setiap hari, misalnya memberi salam saat bertemu, mengucapkan terima kasih, atau mengetuk pintu sebelum masuk kelas.

Masalah ini dapat dijelaskan melalui beberapa teori pendidikan. Teori Belajar Sosial Albert Bandura menyebutkan bahwa anak belajar dengan cara mengamati dan meniru perilaku orang lain, sehingga guru dan orang tua harus menjadi contoh yang baik. Teori Konstruktivisme Vygotsky menekankan bahwa anak belajar melalui interaksi sosial, sehingga pembelajaran yang melibatkan diskusi dan simulasi akan lebih bermakna. Sementara itu, Teori Perkembangan Moral Lawrence Kohlberg menjelaskan bahwa anak usia sekolah dasar mulai memahami pentingnya aturan sosial dan persetujuan bersama, seperti menghormati guru dan berbicara dengan sopan.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Vinsensia Lugita Ines P -
NAMA : VINSENSIA LUGITA INES P
NPM : 2413053099
KELAS : 3C

Contoh masalah sosial :
Penggusuran Pemukiman Liar di Perkotaan

Di banyak kota besar Indonesia, terjadi penggusuran pemukiman liar di bantaran sungai atau lahan milik negara. Warga terpaksa kehilangan tempat tinggal tanpa alternatif yang memadai. Masalahnya bukan hanya hilangnya tempat tinggal, tapi juga putusnya jaringan sosial dan hilangnya mata pencaharian informal mereka.

Teori yang mendasari: teori konflik
Teori ini melihat masyarakat sebagai pertarungan terus-menerus antara kelompok yang punya kekuasaan dan sumber daya (pemerintah, pengembang, kelas atas) dan kelompok yang tidak berdaya (warga miskin kota). Penggusuran adalah manifestasi dari konflik kelas, di mana kepentingan ekonomi dan pembangunan kota mengalahkan hak dasar warga miskin untuk tempat tinggal.

Teori ini relevan karena:
Pemerintah dan developer menggunakan kekuasaan struktural dan legal formal mereka untuk merebut lahan. Ini adalah upaya untuk mempertahankan struktur ketidaksetaraan, di mana ruang kota hanya diperuntukkan bagi yang berduit, sementara kaum marjinal terusir.

Solusi berbasis teori konflik :
Solusi harus mengarah pada upaya penyeimbangan kekuasaan dan perubahan struktural yang adil.
1. Pendekatan Negosiasi Partisipatif (Bukan Komando)
Tindakannya : Warga harus diakui sebagai pihak yang setara dalam negosiasi. Proses penggusuran harus diganti dengan penataan ulang kawasan secara kolaboratif. Ini melibatkan musyawarah yang transparan dan jujur, bukan sekadar sosialisasi keputusan sepihak.
Tujuan: Mengakui kekuatan kolektif warga miskin (counter-power) untuk menuntut keadilan, yang mengubah pola dominasi.

2. Penyediaan Rumah Susun Sewa Jangka Panjang yang Terjangkau
Tindakannya : Pemerintah wajib menyediakan solusi perumahan pengganti yang tidak hanya dekat dengan lokasi mata pencaharian warga, tetapi juga dengan harga sewa yang sangat rendah dan stabil dalam jangka panjang.
Tujuan: Memastikan bahwa kebijakan pembangunan tidak merampas hak hidup. Solusi ini mengurangi eksploitasi dan memperkuat perlindungan struktural bagi kelompok yang rentan.

3. Penguatan Organisasi Komunitas
Tindakannya : Fasilitasi dan dukungan dana untuk organisasi warga lokal dan lembaga bantuan hukum. Organisasi ini berfungsi sebagai alat tawar menawar kolektif.
Tujuan: Dengan memiliki organisasi yang kuat, warga miskin dapat melawan ketidakadilan struktural dengan sumber daya yang terhimpun dan pengetahuan hukum.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Octavia Ramadhani -
Nama : Octavia Ramadhani
Kelas : 3D
Npm : 2413053238

Masalah Sosial di Sekolah Dasar Beserta Solusinya
1. Bullying (Perundungan)
Bullying adalah tindakan intimidasi fisik atau psikologis yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok siswa terhadap siswa lainnya, sehingga menimbulkan ketidaknyamanan dan tekanan mental. Bullying bisa berupa ejekan, pukulan, pengucilan, atau penyebaran rumor buruk yang menyakiti korban secara emosionalBullying adalah tindakan intimidasi fisik atau psikologis yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok siswa terhadap siswa lainnya, sehingga menimbulkan ketidaknyamanan dan tekanan mental. Bullying bisa berupa ejekan, pukulan, pengucilan, atau penyebaran rumor buruk yang menyakiti korban secara emosional.
Solusi:

- Membangun karakter siswa dengan nilai toleransi, empati, dan kasih sayang melalui pendidikan karakter yang dijalankan secara berkelanjutan.
- Melibatkan guru BK, orang tua, dan pihak sekolah dalam bimbingan konseling dan pengawasan.
- Menerapkan aturan tegas terhadap pelaku bullying disertai program rehabilitasi agar perilaku diperbaiki.
- Pendekatan Teori Pembelajaran Sosial oleh Bandura yang memandang perilaku dapat dipelajari melalui observasi dan modeling perilaku baik.

2. Kebiasaan Menyontek
Siswa mencontek saat ujian atau tugas karena kurang percaya diri, malas belajar, atau ingin cepat selesai. Ini menyalahi nilai kejujuran dan merusak karakter integritas.
Solusi:
- Pembelajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning) untuk mengasah kemampuan berpikir kritis dan penanaman nilai jujur.
- Memberikan motivasi dan bimbingan belajar agar siswa siap menghadapi ujian tanpa menyontek.
- Guru dan orang tua harus bekerjasama memberikan pengertian tentang pentingnya kejujuran.

3. Pelanggaran Tata Tertib Sekolah
Contohnya terlambat masuk kelas, tidak memakai seragam sesuai aturan, membolos, merusak fasilitas.
Solusi:

- Menerapkan Teori Sistem Sosial untuk mengelola interaksi dan norma di lingkungan sekolah agar siswa memahami dan menghormati aturan.
- Model Contextual Teaching and Learning (CTL) yang menghubungkan materi pelajaran dengan perilaku positif dan disiplin sehari-hari.
- Penegakan aturan disertai sanksi edukatif yang mendidik bukan hanya hukuman saja.

4. Tawuran Antar Pelajar
Tawuran merupakan konflik fisik antar siswa yang disebabkan oleh emosi labil, pengaruh lingkungan, dan masalah keluarga.
Solusi:

- Penerapan pendidikan karakter yang menanamkan nilai toleransi, pengendalian diri, dan penyelesaian konflik secara damai.
- Melibatkan seluruh pihak seperti guru, orang tua, dan kepolisian untuk koordinasi mencegah dan menanggulangi tawuran secara efektif.
- Program konseling intensif untuk pelaku tawuran dan edukasi bahaya tawuran bagi semua siswa.

5. Bolos Pelajaran
Alasan siswa bolos termasuk tidak menyukai mata pelajaran atau guru.
Solusi:
- Bimbingan konseling personal untuk mengetahui penyebab dan memberikan solusi yang sesuai.
- Jika diperlukan, pemberian hukuman yang edukatif agar siswa sadar akan dampak bolos.
- Melibatkan orang tua dalam pengawasan dan memberi dukungan untuk kesuksesan anak di sekolah.

6. dan Tanggung Jawab
Siswa yang tidak melaksanakan kewajiban akan menimbulkan ketidakdisiplinan dan melemahkan karakter bertanggung jawab.
Solusi:

- Konseling dan penegakan aturan oleh guru BK dengan pendekatan edukatif untuk menyadarkan siswa tentang tanggung jawabnya.
- Melibatkan siswa dalam kegiatan sosial agar kesadaran kolektif terbentuk dan mereka termotivasi melaksanakan kewajiban.

Teori Pendukung
1. Teori Sistem Sosial
Sekolah dilihat sebagai sistem sosial dengan komponen dan norma yang saling berinteraksi. Pengelolaan norma dan disiplin melalui penguatan sistem sosial penting untuk menciptakan lingkungan kondusif.

2. Contextual Teaching and Learning (CTL)
Pembelajaran yang menghubungkan materi dengan dunia nyata dan perilaku positif sehari-hari agar siswa dapat memahami manfaat aturan dan nilai disiplin dalam konteks hidupnya.

3. Problem-Based Learning (PBL)
Model yang mendorong siswa memecahkan masalah nyata secara kolaboratif, membangun kemampuan berpikir kritis dan karakter integritas.

4. Teori Pembelajaran Sosial Bandura
Menekankan bahwa siswa belajar dari observasi contoh perilaku orang dewasa dan teman sebaya, sehingga penting bagi sekolah menciptakan lingkungan dengan contoh perilaku positif.

Refrensi 

Amaruddin, H. (2023). Ilmu Pengetahuan Sosial: Problematika dan Solusinya. PRIMER: Journal of Primary Education Research, 1(1), 24–33.

Rabini Sayyidati. (2017). Pemecahan Permasalahan Sosial Melalui Pembelajaran Pendidikan IPS yang Terintegrasi dan Holistik. Politeknik Negeri Tanah Laut.

Afinatussakinah, S. (2024). Permasalahan Pembelajaran IPS yang Terdapat di SD (Studi). Pendagogia.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by TRIA ALITASARI ALITA -
Tria Alitasari
2413053088

Deskripsi Masalah

Di banyak sekolah dasar, masih ditemukan perilaku siswa yang membuang sampah sembarangan, tidak peduli terhadap kebersihan kelas, dan kurang memahami dampak lingkungan dari perilaku tersebut. Hal ini menyebabkan lingkungan sekolah menjadi kotor dan tidak nyaman untuk belajar.

Analisis Teori yang Relevan

Menurut Teori Sosialisasi (Emile Durkheim), perilaku sosial seseorang dibentuk oleh lingkungan sosialnya. Sekolah berperan penting sebagai agen sosialisasi yang menanamkan nilai-nilai dan norma sosial, termasuk kepedulian terhadap lingkungan.
Selain itu, Teori Pembelajaran Sosial (Albert Bandura) menyatakan bahwa anak belajar melalui pengamatan dan peniruan terhadap perilaku orang lain, terutama guru dan teman sebaya.

Solusi

1. Pembiasaan dan Keteladanan: Guru dan staf sekolah memberikan contoh nyata dalam menjaga kebersihan.


2. Program Sekolah Bersih: Membentuk tim kebersihan kelas dan jadwal piket rutin yang terpantau.


3. Pendidikan Karakter: Mengintegrasikan nilai kepedulian lingkungan dalam pembelajaran IPS dan kegiatan ekstrakurikuler.


4. Pemberian Penghargaan: Kelas terbersih diberikan apresiasi setiap bulan untuk memotivasi siswa.



Kesimpulan

Masalah sosial di lingkungan sekolah dapat diatasi melalui kolaborasi antara guru, siswa, dan lingkungan sosial sekolah. Dengan penerapan teori sosialisasi dan pembelajaran sosial, siswa dapat membangun kesadaran dan tanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Fitria Salwa Ramadani -
Nama: Fitria Salwa Ramadani
Npm: 2413053133
Kelas: 3D

Masalah Sosial :
• Siswa membuang sampah sembarangan.
• Tidak adanya pembagian tugas kebersihan yang konsisten.
• Anggapan bahwa kebersihan hanya tugas petugas kebersihan sekolah.
Masalah ini umum ditemukan di banyak sekolah dasar di Indonesia.

1. Teori yang Relevan:
Teori Pembelajaran Sosial (Albert Bandura)
Teori Pembelajaran Sosial menekankan bahwa siswa belajar melalui proses mengamati dan meniru perilaku orang lain (modeling). Dalam konteks pembelajaran di sekolah, guru berperan sebagai model utama, sehingga perilaku guru akan sangat mempengaruhi bagaimana siswa bertindak. Jika guru menunjukkan perilaku yang konsisten, seperti membuang sampah pada tempatnya, merawat fasilitas kelas, dan bersikap peduli terhadap kebersihan, maka siswa akan lebih mudah meniru dan menginternalisasi perilaku tersebut. Selain itu, teori ini menekankan pentingnya reinforcement (penguatan), baik berupa pujian, pengakuan, maupun bentuk penghargaan lain yang membuat siswa merasa bahwa tindakan menjaga kebersihan adalah perilaku yang dihargai dan positif.

Solusi:
Dalam praktik pembelajaran IPS, guru tidak hanya menyampaikan materi tentang pentingnya menjaga kebersihan, tetapi juga mendemonstrasikan tindakan tersebut secara langsung. Guru dapat memperagakan cara memilah sampah organik dan anorganik, menunjukkan bagaimana membersihkan area meja belajar, serta secara nyata membuang sampah pada tempat yang benar. Guru juga dapat menunjuk beberapa siswa teladan sebagai role model untuk membantu memberi contoh pada teman sebayanya. Selain itu, pemberian penguatan positif perlu diterapkan, misalnya dengan memberikan pujian secara terbuka, menempelkan bintang prestasi kebersihan, atau memberikan tanggung jawab khusus bagi siswa yang menunjukkan kepedulian tinggi terhadap lingkungan kelas. Dengan demikian, siswa belajar melalui pengamatan dan pengalaman langsung, hingga akhirnya terbentuk kebiasaan kolektif menjaga kebersihan yang tumbuh secara sadar dan bertanggung jawab.

2. Teori yang Relevan:
Teori Konstruktivisme Sosial (Lev Vygotsky)
Teori Konstruktivisme Sosial berpendapat bahwa pengetahuan tidak datang begitu saja, melainkan dibangun melalui interaksi sosial, kerja sama, dan dialog antarindividu. Belajar terjadi ketika siswa saling berdiskusi, bernegosiasi, dan memaknai pengalaman bersama. Dalam konteks pembelajaran IPS di SD, nilai kepedulian terhadap kebersihan lingkungan tidak cukup hanya dijelaskan, tetapi perlu diciptakan situasi sosial yang memungkinkan siswa mengalami dan merasakan manfaat dari kerja sama dalam menjaga lingkungan. Peran guru adalah sebagai fasilitator yang membimbing dan mengarahkan interaksi tersebut, bukan satu-satunya sumber pengetahuan.

Solusi:
Untuk menerapkan teori ini, guru dapat membentuk kelompok kerja kebersihan yang bertanggung jawab pada area tertentu di sekolah, seperti taman, lorong kelas, dan ruang belajar. Setiap kelompok bekerja secara bergiliran sehingga setiap siswa merasakan peran dan tanggung jawab yang sama. Selanjutnya, guru mengadakan diskusi reflektif setelah kegiatan, misalnya dengan mengajukan pertanyaan: “Apa yang terjadi jika lingkungan tidak dibersihkan?” atau “Bagaimana perasaanmu setelah menjaga lingkungan bersama teman-teman?”. Kegiatan ini membantu siswa membangun pemahaman melalui dialog dan pengalaman langsung. Dengan cara ini, siswa tidak hanya mengetahui bahwa kebersihan itu penting, tetapi menyadari keterhubungan antara tindakan pribadi dan kualitas lingkungan sosial, sehingga tercipta kesadaran kolektif dan rasa tanggung jawab bersama.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Mona Febriyanti -
Nama: Mona Febriyanti
NPM: 2413053118

Masalah Sosial: Kenakalan Remaja di Era Digital
Di era digital saat ini, banyak remaja terlibat dalam perilaku negatif seperti perundungan siber (cyberbullying), penyalahgunaan media sosial, hingga perilaku konsumtif berlebihan. Hal ini disebabkan oleh:
1. Kurangnya pengawasan orang tua,
2. Pengaruh lingkungan pertemanan,
3. Penggunaan internet tanpa batas, dan
4. Lemahnya pendidikan karakter di sekolah

Solusi: Pendidikan Karakter dan Penguatan Peran Keluarga
1. Meningkatkan pendidikan karakter di sekolah melalui kegiatan yang menanamkan nilai tanggung jawab, empati, dan etika digital.
2. Memperkuat peran keluarga sebagai pengawas utama penggunaan media digital oleh anak.
3. Mengadakan kampanye literasi digital agar remaja lebih bijak menggunakan teknologi.

Landasan Teori:
Teori Kontrol Sosial (Travis Hirschi)
Teori ini menjelaskan bahwa perilaku menyimpang terjadi karena lemahnya ikatan sosial individu dengan masyarakat, seperti ikatan dengan keluarga, sekolah, dan nilai moral. Jika ikatan sosial diperkuat melalui pendidikan karakter dan bimbingan keluarga, maka perilaku menyimpang seperti kenakalan remaja dapat ditekan

Kenakalan remaja di era digital muncul karena lemahnya kontrol sosial dan nilai moral. Solusi efektifnya adalah memperkuat pendidikan karakter dan peran keluarga, sesuai dengan teori kontrol sosial Hirschi, agar remaja memiliki ikatan sosial yang kuat dan perilaku yang positif.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Azzahra Andya Khairunnisa -
Azzahra Andya Khairunnisa
2413053077
3C

Salah satu masalah sosial yang sering terjadi di sekitar adalah kenakalan remaja di sekolah, seperti tindakan perundungan, tawuran, hingga kebiasaan bolos. Situasi ini umumnya dipengaruhi oleh kurangnya perhatian dari orang tua, pengaruh negatif dari teman sebaya, serta minimnya pembinaan karakter di lingkungan sekolah. Menurut teori sosialisasi yang dikemukakan oleh George Herbert Mead, perilaku seseorang terbentuk melalui proses interaksi sosial; jika remaja tumbuh di lingkungan yang tidak kondusif, mereka cenderung meniru perilaku yang menyimpang. Hal ini sejalan dengan teori kontrol sosial milik Travis Hirschi yang menyebutkan bahwa perilaku menyimpang muncul ketika hubungan sosial antara individu dengan lingkungannya menjadi lemah.

Untuk mengatasinya, sekolah perlu memperkuat pendidikan karakter dan memberikan keteladanan yang baik bagi siswa. Orang tua juga perlu lebih aktif menjalin komunikasi dengan anak agar ikatan emosional tetap terjaga. Selain itu, masyarakat harus berperan dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pembentukan perilaku positif. Berdasarkan teori belajar sosial dari Albert Bandura, remaja akan cenderung meniru perilaku yang mereka lihat, sehingga penting bagi lingkungan sekitar untuk memberikan contoh yang baik. Melalui kerja sama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat, perilaku kenakalan remaja dapat diminimalkan, dan mereka dapat tumbuh menjadi generasi yang lebih berakhlak serta bertanggung jawab.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Meliyana Indira Puri -
Nama: Meliyana Indira Puri
NPM: 2413053134
Kelas: 3D

Kenakalan remaja merupakan masalah sosial yang sering muncul di lingkungan masyarakat seperti berkelahi, bolos sekolah, menggunakan media sosial untuk hal yang negatif, menghabiskan waktu untuk berbagai kegiatan yang tidak bermanfaat, dan lain-lain. Hal tersebut terjadi karena remaja sedang mengalami perubahan emosi dan mencari jati diri, akan tetapi mereka kurang mendapat bimbingan dari keluarga ataupun lingkungan sekitar. Akibatnya, mereka mudah terpengaruh oleh teman sebaya dan melakukan berbagai hal yang bisa merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Menurut teori perkembangan psikososial Erik Erikson, remaja berada pada tahapan identity vs role confusion. Pada tahap ini, remaja berusaha menemukan siapa dirinya dan ingin diakui oleh lingkungan sekitar. Jika mereka tidak mendapatkan dukungan dan arahan yang baik, mereka mengalami kebingungan identitas dan cenderung berperilaku negatif. Selain itu, teori belajar Albert Bandura menjelaskan bawah manusia belajar dari meniru perilaku orang lain. Jika remaja sering melihat perilaku atau contoh buruk di lingkungannya, mereka bisa menirukan perilaku tersebut.

Solusi yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan pendidikan karakter dan bimbingan moral secara terus-menerus baik di rumah maupun di sekolah. Guru dan orang tua perlu memberikan contoh yang baik dalam bersikap dan juga dalam berkomunikasi. Sekolah sebaiknya menyediakan berbagai kegiatan positif seperti, ekstrakurikuler, olahraga dan kegiatan sosial supaya remaja bisa menyalurkan energi mereka dengan cara yang bermanfaat. Dengan adanya bimbingan dan lingkungan yang mendukung, remaja bisa membentuk jati diri yang positif dan terhindar dari perilaku yang menyimpang atau perilaku buruk.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Chelsea Verlita Alexandra -
Nama: Chelsea Verlita Alexandra
NPM: 2413053116
Kelas: 3D

Masalah Sosial: Kurangnya Kesopanan dalam Berkomunikasi di Kalangan Remaja

Dalam kehidupan sehari-hari, terutama di lingkungan sekolah dan media sosial, banyak remaja yang berkomunikasi dengan bahasa yang kasar, tidak sopan, atau tidak menghargai lawan bicara. Hal ini dapat menimbulkan konflik, perundungan verbal, bahkan menurunkan nilai moral dan etika generasi muda.

Analisis Masalah:

Penyebab masalah ini antara lain:
1. Pengaruh media sosial yang membentuk budaya komunikasi bebas tanpa etika.
2. Kurangnya pendidikan karakter di lingkungan keluarga dan sekolah.
3. Minimnya keteladanan dari orang dewasa dalam berkomunikasi santun.


Solusi yang Dilandasi Teori

1. Pendidikan Karakter melalui Keteladanan (Teori Sosial Kognitif – Albert Bandura)

Menurut Albert Bandura, perilaku individu dapat terbentuk melalui proses observasi dan imitasi terhadap model (orang lain) di lingkungannya.
Solusi: Guru, orang tua, dan tokoh masyarakat perlu menjadi teladan komunikasi yang sopan. Dengan melihat contoh positif setiap hari, remaja akan belajar meniru perilaku tersebut.

2. Pembiasaan Nilai Moral (Teori Perkembangan Moral – Lawrence Kohlberg)

Kohlberg menjelaskan bahwa perkembangan moral terjadi melalui tahapan, dari kepatuhan terhadap aturan hingga kesadaran moral pribadi.
Solusi: Sekolah dapat mengadakan kegiatan pembiasaan, seperti “Hari Bahasa Santun” atau diskusi moral saat jam P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila), agar siswa terlatih menilai benar-salah berdasarkan nilai moral, bukan sekadar aturan.

3. Penguatan Lingkungan Sosial Positif (Teori Interaksionisme Simbolik – George Herbert Mead)

Menurut Mead, makna sosial terbentuk dari interaksi dan simbol yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari.
Solusi: Ciptakan lingkungan sekolah yang menghargai komunikasi positif, misalnya dengan slogan-slogan etika berbicara, penghargaan bagi siswa berperilaku santun, dan pembiasaan refleksi diri.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Gendy bima pangestu -
Nama : Gendy Bima Pangestu
Kelas : 3D
Npm : 2413053127

Masalah Sosial: Kesenjangan Sosial di IndonesiaKesenjangan sosial merupakan salah satu masalah utama yang terjadi di Indonesia, terutama disebabkan oleh ketimpangan ekonomi dan akses terhadap sumber daya �. Ketidakmerataan ini menyebabkan kelompok tertentu mengalami kemiskinan sementara lainnya hidup dalam kemewahan, sehingga menciptakan jurang sosial yang dalam dan memperparah ketidakstabilan sosial.Solusi Berdasarkan TeoriSalah satu pendekatan yang relevan untuk mengatasi masalah ini adalah teori Kontruksionisme Sosial. Menurut teori ini, masalah sosial tidak muncul secara alami, melainkan dibentuk melalui interaksi dan kesepakatan sosial �. Oleh karena itu, solusi yang dapat dilakukan adalah mengubah persepsi dan interaksi sosial yang memperkuat kesenjangan tersebut.Langkah-langkah SolusiPengembangan Industri Kecil di Pedesaan
Melalui pengembangan industri kecil, masyarakat desa dapat memperoleh penghasilan yang lebih baik dan mengurangi ketergantungan pada kota untuk pekerjaan, sehingga mengurangi kesenjangan antara desa dan kota �.Pendidikan dan Penyuluhan Anti-Kesenjangan
Memberi edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya kesetaraan dan mengubah persepsi bahwa kasta sosial tertentu adalah wajar, sejalan dengan konsep konstruksionisme sosial bahwa persepsi dan simbol mempengaruhi realitas sosial.Penguatan Kebijakan Pemerintah
Kebijakan redistribusi sumber daya dan program pemerataan pembangunan juga penting agar mengurangi ketimpangan ekonomi dan membuka akses yang lebih luas bagi semua lapisan masyarakat
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by ana cesya sari -
Assalamualaikum Wr. Wb, sebelumnya izin memperkenalkan diri
Nama: Ana Cesya Sari
NPM: 2413053114
Kelas: 3D

Masalah sosial yang sering muncul dalam konteks pendidikan dasar adalah bullying (perundungan) di lingkungan sekolah. Bullying dapat berupa kekerasan verbal, fisik, maupun sosial yang dilakukan oleh siswa terhadap teman sebayanya. Fenomena ini menimbulkan dampak negatif yang serius, seperti menurunnya motivasi belajar, gangguan psikologis, serta terganggunya hubungan sosial antar peserta didik. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang komprehensif untuk mengatasi permasalahan tersebut melalui pendekatan pendidikan yang berlandaskan teori-teori relevan.

Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah pendidikan karakter, yang menekankan penanaman nilai-nilai moral seperti empati, tanggung jawab, dan saling menghargai dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Thomas Lickona (1991) dalam karyanya Educating for Character, pendidikan karakter merupakan proses pembentukan perilaku moral siswa melalui tiga aspek utama, yaitu moral knowing, moral feeling, dan moral action. Melalui ketiga aspek tersebut, peserta didik tidak hanya memahami nilai-nilai moral, tetapi juga memiliki kesadaran dan kemauan untuk mewujudkannya dalam tindakan nyata (Lickona, 1991).

Selain itu, pendekatan teori belajar sosial juga relevan dalam upaya pencegahan bullying. Albert Bandura (1977) dalam Social Learning Theory menjelaskan bahwa individu belajar melalui proses observasi dan peniruan terhadap perilaku orang lain. Oleh karena itu, guru berperan penting sebagai model yang menunjukkan perilaku positif, seperti menghargai perbedaan, bersikap adil, dan menumbuhkan rasa empati antarsiswa. Pemberian penguatan positif kepada siswa yang berperilaku baik juga dapat memperkuat pembentukan karakter sosial yang diharapkan (Bandura, 1977).

Selanjutnya, untuk mengoptimalkan pencegahan bullying diperlukan keterlibatan seluruh ekosistem pendidikan melalui pendekatan ekologis. Berdasarkan teori Urie Bronfenbrenner (1979) dalam Ecological Systems Theory, perkembangan anak dipengaruhi oleh berbagai sistem lingkungan, meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat. Oleh karena itu, pencegahan bullying tidak hanya menjadi tanggung jawab guru, tetapi juga memerlukan dukungan orang tua dan komunitas sekitar. Sekolah dapat membentuk kebijakan anti-bullying, sementara orang tua berperan dalam memberikan teladan dan pengawasan di rumah. Dengan demikian, lingkungan yang aman, inklusif, dan mendukung dapat tercipta untuk mengembangkan perilaku sosial yang positif pada peserta didik (Bronfenbrenner, 1979).

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa masalah bullying di sekolah dasar memerlukan penanganan yang holistik melalui sinergi antara pendidikan karakter, teori belajar sosial, dan pendekatan ekologis. Ketiga pendekatan tersebut saling melengkapi dalam membentuk perilaku siswa yang empatik, bertanggung jawab, dan menghargai sesama. Dengan implementasi yang konsisten, sekolah dapat menjadi lingkungan yang aman dan mendukung perkembangan sosial emosional peserta didik secara optimal.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Zahra Loka Mart Syes Saputri -
Nama: Zahra Loka Mart Syes Saputri
NPM: 2413053112
Kelas: 3D

Masalah Sosial: Penyalahgunaan Media Sosial di Kalangan Remaja

Banyak anak muda saat ini terlibat dalam penggunaan media sosial yang berlebihan tanpa adanya pengawasan. Mereka sering kali terjerumus dalam perilaku negatif seperti perundungan siber, penyebaran informasi palsu, pencarian pengakuan melalui jumlah likes dan pengikut, serta kecanduan menggulir layar yang mengganggu prestasi belajar dan kesehatan mental mereka.

Solusi :
1. Pendidikan Literasi Digital di Sekolah.
Menggabungkan literasi digital ke dalam kurikulum untuk mengajarkan etika berinternet, perlindungan data, dan cara menggunakan media sosial dengan bijaksana.
2. Peran Keluarga.
Orang tua harus memberikan bimbingan serta menetapkan batasan waktu penggunaan perangkat, dan berfungsi sebagai teladan dalam penggunaan teknologi yang seimbang.
3. Pendekatan Komunitas.
Membentuk wadah atau kampanye remaja "Bijak Bermedia Sosial" yang melibatkan sekolah, komunitas, dan influencer lokal untuk menyebarkan konten yang positif.

Teori yang Relevan :
1. Teori Perkembangan Psikososial Erik Erikson.
Pada fase remaja (identitas vs. kebingungan peran), individu berusaha menemukan jati diri mereka. Tanpa bimbingan yang tepat, mereka dapat dengan mudah mencari pengakuan di dunia maya.
- Implementasi: Sekolah dan keluarga perlu mendukung remaja dalam membangun identitas positif dan rasa percaya diri tanpa harus bergantung pada media sosial.
2. Teori Uses and Gratifications (Katz, Blumler, dan Gurevitch).
Teori ini menunjukkan bahwa individu menggunakan media untuk memenuhi kebutuhan spesifik, seperti hiburan, informasi, dan pembentukan identitas.
- Implementasi: Dengan memahami motivasi ini, pendidik dapat membimbing remaja untuk memanfaatkan media sosial dengan cara yang produktif, misalnya untuk belajar, membagikan karya, atau terlibat dalam kegiatan sosial.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Aura Ismi Anggita -
Nama: Aura Ismi Anggita
NPM: 2413053122
Kelas: 3D

Masalah sosial:
Masih banyak keluarga berpenghasilan rendah yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar. Anak-anak dari keluarga miskin sering kali putus sekolah karena harus membantu orang tua bekerja.

Solusi:
1. Pemerintah dan sekolah bekerja sama menyediakan program beasiswa dan bantuan pendidikan.
2. Mengembangkan pelatihan keterampilan masyarakat agar memiliki penghasilan tambahan.
3. Mengadakan kegiatan gotong royong dan pemberdayaan ekonomi warga melalui koperasi.

Landasan teori:
1. Teori Fungsionalisme (Talcott Parsons): masyarakat berjalan baik bila tiap unsur (keluarga, sekolah, pemerintah) menjalankan fungsinya secara seimbang.
2. Teori Pemberdayaan (Paulo Freire): masyarakat harus dilibatkan aktif agar mampu memperbaiki nasibnya sendiri melalui pendidikan dan kesadaran kritis (critical consciousness).
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Irma Putri Wulandari -
Nama : Irma Putri Wulandari
NPM   : 2413053131
Kelas  : 3D

Masalah Sosial

Ketimpangan Ekonomi dan Lapangan Kerja

Di satu sisi, kota besar seperti Jakarta atau Surabaya bersinar seperti pusat galaksi, penuh gedung kaca dan peluang. Tapi di sisi lain, masih banyak daerah di mana anak-anak berangkat sekolah sambil harap-harap cemas apakah nasi di piring besok masih ada. Masih banyak masyarakat kelas pekerja, terutama anak muda, yang kesulitan mendapatkan pekerjaan layak meski berpendidikan.


Solusi Sesuai Teori

Untuk mencari solusi yang tepat, perlu didasari pada teori-teori ekonomi dan sosial yang menjelaskan akar dan mekanismenya. Berikut beberapa landasan teori yang relevan dan dapat digunakan sebagai dasar solusi:

1. Teori Modal Manusia (Human Capital Theory) – Gary S. Becker (1964)

Inti teori: Pendidikan dan pelatihan meningkatkan produktivitas individu, yang kemudian meningkatkan peluang kerja dan pendapatan.

Implikasi solusi:

a.      Fokus pada peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan vokasi agar selaras dengan kebutuhan industri.

b.      Mendorong link and match antara dunia pendidikan dan dunia kerja.

c.       Pengembangan lifelong learning agar tenaga kerja tidak tertinggal oleh perubahan teknologi.

 

2. Teori Ketimpangan Struktural (Structural Inequality Theory) – Blau & Duncan (1967)

Inti teori: Ketimpangan ekonomi muncul karena struktur sosial yang tidak merata dalam akses terhadap sumber daya, pendidikan, dan peluang.

Implikasi solusi:

a.      Pemerintah perlu melakukan reformasi struktural, seperti pemerataan pembangunan antarwilayah.

b.      Subsidi dan insentif ekonomi bagi daerah tertinggal dan UMKM.

c.       Redistribusi sumber daya (misal: infrastruktur, akses internet, dan modal usaha).

 

3. Teori Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Theory) – Amartya Sen (1999)

Inti teori: Pembangunan seharusnya tidak hanya diukur dari pertumbuhan ekonomi, tapi dari perluasan kapabilitas manusia (kemampuan memilih kehidupan yang mereka nilai berharga).

Implikasi solusi:

a.      Membangun ekonomi berbasis kapabilitas: pendidikan, kesehatan, dan kesempatan berusaha.

b.      Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan daerah.

c.       Mendorong pembangunan inklusif dan ramah lingkungan agar berkelanjutan.

 

4. Teori Pasar Tenaga Kerja Dualistik (Dual Labor Market Theory) – Doeringer & Piore (1971)

Inti teori: Pasar tenaga kerja terbagi menjadi sektor “primer” (gaji tinggi, stabil) dan “sekunder” (upah rendah, tidak pasti).

Implikasi solusi:

a.      Program peningkatan keterampilan agar tenaga kerja bisa berpindah dari sektor sekunder ke primer.

b.      Kebijakan upah layak dan jaminan sosial untuk sektor informal.

c.       Penguatan kewirausahaan sosial dan ekonomi kreatif.

 

5. Teori Ketergantungan (Dependency Theory) – Andre Gunder Frank (1966)

Inti teori: Ketimpangan ekonomi antara pusat (kota besar) dan pinggiran (daerah) muncul karena ketergantungan ekonomi dan arus modal yang timpang.

Implikasi solusi:

a.      Desentralisasi ekonomi dan pemberdayaan ekonomi lokal.

b.      Penguatan industri daerah dan rantai pasok lokal.

c.       Kebijakan fiskal yang mendorong pemerataan investasi.

 

6. Teori Pembangunan Inklusif (Inclusive Growth Theory) – World Bank (2009)

Inti teori: Pertumbuhan ekonomi harus mencakup seluruh lapisan masyarakat, terutama kelompok miskin dan muda.

Implikasi solusi:

a.      Investasi dalam UMKM dan kewirausahaan muda.

b.      Akses luas terhadap kredit mikro dan teknologi digital.

c.       Pendidikan kewirausahaan dan literasi finansial.

 

KESIMPULAN

Ketimpangan ekonomi dan sulitnya lapangan kerja terjadi bukan hanya karena kurangnya pekerjaan, tetapi karena akses pendidikan, sumber daya, dan kesempatan belum merata. Teori-teori di atas menekankan bahwa solusi harus menyentuh akar masalah: meningkatkan kualitas manusia lewat pendidikan dan pelatihan, memperbaiki struktur ekonomi agar peluang tidak hanya terkumpul di kota besar, serta mendorong pembangunan yang inklusif dan berpihak pada kelompok rentan. Singkatnya, jalan keluar bukan hanya “lebih banyak pekerjaan,” tetapi membangun sistem yang memberi setiap orang kemampuan, peluang, dan dukungan untuk berkembang. Dengan pendekatan itu, pertumbuhan ekonomi tidak lagi hanya dinikmati segelintir, melainkan menjadi kekuatan bersama menuju kesejahteraan yang adil.

 


 


In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Intan Salshabila -
Nama : Intan Salshabila
NPM : 2413053113
Masalah sosial :kenakalan remaja akibat pengaruh media sosia
Salah satu masalah sosial yang kontekstual di sekitar kita adalah kenakalan remaja akibat pengaruh media sosial. Saat ini, banyak remaja menggunakan media sosial seperti TikTok, Instagram, atau YouTube tanpa pengawasan yang cukup dari orang tua. Akibatnya, muncul perilaku negatif seperti meniru konten yang tidak pantas, berbicara kasar di dunia maya, hingga menurunnya semangat belajar karena terlalu fokus pada dunia digital. Fenomena ini sering terlihat di lingkungan sekolah maupun di sekitar tempat tinggal, di mana remaja lebih mudah terpengaruh oleh tren dan selebritas dunia maya daripada nilai-nilai moral yang diajarkan di rumah atau sekolah.

Masalah ini dapat dijelaskan melalui teori Sosial Kognitif Albert Bandura, yang menyatakan bahwa perilaku manusia dipelajari melalui observasi dan peniruan (modeling) terhadap orang lain. Remaja cenderung meniru perilaku yang mereka lihat, terutama dari figur yang mereka kagumi di media sosial. Oleh karena itu, solusi yang dapat dilakukan adalah dengan membangun pendidikan karakter dan literasi digital di sekolah. Guru dapat mengintegrasikan kegiatan reflektif dan diskusi moral terkait penggunaan media sosial dalam pembelajaran. Selain itu, sekolah dapat mengadakan pelatihan bijak bermedia sosial serta memberikan contoh nyata bagaimana menggunakan platform digital untuk hal-hal positif, seperti membuat konten edukatif atau kampanye sosial.

Menurut teori Fungsionalisme Emile Durkheim, keluarga juga memiliki peran penting sebagai lembaga yang menjaga keteraturan sosial. Jika fungsi sosialisasi keluarga melemah, maka remaja akan mencari panutan lain di luar, termasuk di dunia maya. Oleh sebab itu, orang tua perlu memperkuat komunikasi dan pengawasan terhadap anak, memberikan arahan serta batasan yang jelas dalam penggunaan media sosial. Kegiatan seperti diskusi keluarga tentang konten positif dan negatif di media sosial dapat membantu remaja memahami dampak dari perilaku daring mereka.

Selain itu, berdasarkan teori Perkembangan Moral Lawrence Kohlberg, kesadaran moral remaja dapat ditingkatkan melalui proses berpikir dan pengalaman. Sekolah dapat mengajak siswa untuk menganalisis kasus nyata, seperti cyberbullying atau penyebaran hoaks, agar mereka belajar mengambil keputusan yang etis.

Dengan penerapan solusi dari ketiga teori tersebut — pendidikan karakter (Bandura), penguatan peran keluarga (Durkheim), dan pengembangan moral (Kohlberg) — maka kenakalan remaja akibat pengaruh media sosial dapat diminimalkan. Remaja akan lebih mampu menggunakan media sosial secara bijak, bertanggung jawab, dan bermanfaat bagi diri sendiri serta lingkungannya.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by intan verolla -
Nama: Intan Verolla
Kelas: 3D
Npm: 2413053121

• Masalah Sosial
Di banyak kota besar di Indonesia, seperti Bandar Lampung, Jakarta, dan Surabaya, masih banyak keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka tinggal di permukiman padat penduduk dengan kondisi lingkungan tidak layak, sulit mengakses pendidikan, pekerjaan, dan layanan kesehatan.
Kemiskinan ini sering menimbulkan masalah turunan lain seperti pengangguran, anak putus sekolah, dan meningkatnya angka kriminalitas.

• Solusi yang dilandasi dengan teori yang relevan
1. Peningkatan Akses Pendidikan dan Pelatihan Kerja Berdasarkan Teori Fungsionalisme Struktural (Talcot Parsons)
Teori ini menjelaskan bahwa masyarakat merupakan suatu sistem yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berkaitan dan memiliki fungsi masing-masing. Apabila salah satu fungsi tidak berjalan dengan baik, maka akan timbul ketidakseimbangan sosial. Dalam konteks kemiskinan, ketidakseimbangan tersebut terjadi ketika lembaga pendidikan tidak mampu berfungsi secara optimal dalam memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, dengan meningkatkan akses pendidikan dan pelatihan kerja, masyarakat miskin dapat memperoleh keterampilan dan kesempatan kerja yang lebih baik. Langkah ini membantu memulihkan keseimbangan sosial, memperkuat fungsi ekonomi masyarakat, serta menekan angka kemiskinan secara berkelanjutan.

2. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Berdasarkan Teori Ketergantungan (Andre Gunder Frank)
Pengembangan UMKM dan koperasi. Solusi ini dilandasi oleh teori ketergantungan (dependency theory) yang dikemukakan oleh Andre Gunder Frank. Teori ini menjelaskan bahwa kemiskinan muncul karena ketimpangan kekuasaan ekonomi antara kelompok kaya dan kelompok miskin, di mana kelompok miskin cenderung bergantung pada kelompok kaya. Melalui pemberdayaan ekonomi, masyarakat miskin dapat memiliki akses terhadap modal, pelatihan kewirausahaan, dan jaringan pemasaran yang mandiri. Dengan demikian, mereka dapat mengurangi ketergantungan ekonomi pada pihak luar dan menciptakan kemandirian finansial. Upaya ini membantu memperbaiki struktur ekonomi masyarakat serta mengurangi kesenjangan sosial yang menjadi akar dari kemiskinan.

3. Program Perlindungan Sosial Berdasarkan Teori Konflik (Karl Marx)
Penerapan program perlindungan sosial dan subsidi pemerintah bagi masyarakat miskin. Solusi ini berlandaskan pada teori konflik yang dikemukakan oleh Karl Marx. Teori ini berpendapat bahwa kemiskinan terjadi akibat ketimpangan antara kelas atas dan kelas bawah, di mana sumber daya ekonomi dikuasai oleh kelompok yang memiliki kekuasaan. Melalui kebijakan perlindungan sosial seperti bantuan langsung tunai, jaminan kesehatan, dan pendidikan gratis, negara dapat berperan sebagai penyeimbang antara kelompok kaya dan miskin. Kebijakan tersebut tidak hanya membantu masyarakat miskin memenuhi kebutuhan dasar, tetapi juga menciptakan keadilan struktural dan memperkecil kesenjangan sosial yang ada dalam masyarakat.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Sentik Hidayah -
Nama: sentik Hidayah
NPM: 2413053140
Kelas: 3D

1. Contoh masalah sosial kontekstual:
Kesenjangan pendidikan merupakan kondisi di mana akses, kualitas, dan fasilitas pendidikan tidak merata antara kelompok masyarakat, daerah perkotaan dan pedesaan, serta wilayah pembangunan maju dan tertinggal. Anak-anak di daerah terpencil dan miskin sering kali menghadapi kesulitan memperoleh pendidikan yang layak karena keterbatasan akses ke sekolah, kurangnya fasilitas pendidikan, serta rendahnya kualitas guru.

2. Dasar Teori:
- Teori Ketimpangan Sosial (Social Stratification Theory) yang menjelaskan bahwa ketidakseimbangan distribusi sumber daya pendidikan menyebabkan perbedaan kesempatan dan kualitas pendidikan antara kelompok sosial dan wilayah.
- Teori Kapital Manusia (Human Capital Theory) menekankan pentingnya investasi pada pendidikan dan pelatihan agar individu mampu berkontribusi secara produktif dalam masyarakat.
- Teori Struktural-Fungsional (Robert K. Merton)
Merton menjelaskan bahwa masyarakat adalah sistem dengan bagian-bagian yang saling berfungsi. Kesenjangan pendidikan muncul sebagai akibat dari struktur sosial yang tidak merata, di mana kelompok tertentu, terutama yang memiliki modal ekonomi tinggi, memiliki akses lebih besar ke pendidikan berkualitas. Ketimpangan ini menyebabkan individu dari keluarga kurang mampu terperangkap dalam siklus kemiskinan dan keterbatasan sosial karena terbatasnya kesempatan Pendidikan.

3. Solusi berdasarkan teori:
1. Meningkatkan alokasi anggaran pendidikan khususnya untuk daerah terisolasi dan tertinggal.
2. Memperbaiki infrastruktur pendidikan seperti ruang kelas, perpustakaan, laboratorium, dan akses internet di daerah terpencil.
3. Menyediakan insentif dan pelatihan profesional bagi guru agar mau mengabdi di daerah sulit.
4. Melakukan sosialisasi pentingnya pendidikan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat.

Kesimpulan
Kesenjangan pendidikan mencerminkan ketidakseimbangan dalam struktur sosial dan konflik kelas yang menyebabkan distribusi sumber daya pendidikan yang tidak merata. Oleh karena itu, solusi efektif memerlukan pendekatan yang tidak hanya meningkatkan akses fisik pendidikan, tetapi juga memperhatikan aspek sosial dan ekonomi secara menyeluruh.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Delvinia Azizah Delvi -
Nama : Delvinia Azizah
NPM : 24130532102
Kelas : 3C

Contoh Masalah Sosial:
Salah satu masalah sosial yang sering dijumpai di lingkungan sekolah dasar adalah rendahnya kepedulian siswa terhadap kebersihan lingkungan sekolah. Fenomena ini terlihat dari kebiasaan sebagian siswa yang masih membuang sampah sembarangan, mencoret meja dan dinding kelas, serta tidak ikut menjaga fasilitas sekolah. Kondisi tersebut tidak hanya mencerminkan kurangnya kesadaran sosial, tetapi juga menunjukkan lemahnya penanaman nilai tanggung jawab sejak dini.

Teori yang Relevan
Masalah ini dapat dikaji melalui Teori Sosialisasi, yang menjelaskan bahwa perilaku sosial individu terbentuk melalui proses belajar dan interaksi dengan lingkungan sosialnya (keluarga, sekolah, dan masyarakat). Dalam konteks ini, apabila lingkungan sekolah dan keluarga tidak menanamkan kebiasaan positif serta memberikan contoh perilaku peduli terhadap kebersihan, maka siswa akan cenderung bersikap acuh dan tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan sekitarnya. Selain itu, teori Fungsi Sosial Pendidikan juga relevan, karena pendidikan berperan dalam membentuk karakter, nilai, dan perilaku sosial peserta didik.

Solusi:
Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu dilakukan beberapa langkah strategis, antara lain:

1. Integrasi nilai tanggung jawab sosial dalam pembelajaran IPS, dengan memberikan contoh konkret dan aktivitas yang melatih kepedulian siswa terhadap lingkungan sekolah.
2. Pelaksanaan program sekolah berbudaya bersih, seperti kegiatan Jumat Bersih atau lomba kebersihan kelas untuk menumbuhkan kebiasaan positif.
3. Keteladanan dari guru dan tenaga kependidikan,karena perilaku siswa sangat dipengaruhi oleh contoh nyata dari orang dewasa di sekitarnya.
4. Penerapan sistem penghargaan dan sanksi edukatif, agar siswa memiliki motivasi untuk terus berperilaku positif.

Kesimpulan:
Masalah rendahnya kepedulian siswa terhadap kebersihan sekolah merupakan bentuk perilaku sosial yang perlu mendapat perhatian serius. Melalui proses sosialisasi yang tepat dan penerapan nilai-nilai sosial dalam kegiatan pembelajaran, sekolah dapat membentuk karakter siswa yang peduli, bertanggung jawab, dan berkontribusi terhadap terciptanya lingkungan belajar yang nyaman dan sehat.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Athifa Husni Mardiyah -
Nama: Athifa Husni Mardiyah
NPM: 2413053144
Kelas: 3D

1. Masalah Sosial
Di salah satu sekolah dasar, banyak peserta didik kelas V dan VI yang mulai menunjukkan perilaku individualistik misalnya tidak mau menolong teman yang kesulitan, mengejek teman yang nilainya rendah, dan kurang peduli terhadap kebersihan kelas bersama. Guru sering kali menegur, tetapi perilaku itu muncul kembali dalam bentuk yang lebih halus, seperti tidak mau bekerja sama dalam kelompok atau mengabaikan teman yang berbeda latar belakang ekonomi.

2. Analisis Berdasarkan Teori
1. Teori Perkembangan Sosial Vygotsky
Vygotsky menekankan bahwa perkembangan kognitif dan sosial anak terjadi melalui interaksi sosial dengan teman sebaya dan orang dewasa yang lebih kompeten.

2. Pendidikan Karakter menurut Lickona (1991)
Pendidikan karakter harus mengembangkan tiga komponen utama: moral knowing (pengetahuan moral), moral feeling (perasaan moral), dan moral action (tindakan moral). Dalam kasus ini, peserta didik mungkin tahu apa itu empati, tetapi belum merasakan dan menerapkannya.

3. Solusi
Untuk mengatasi kurangnya empati dan kepedulian antarteman, guru dapat menumbuhkan suasana kebersamaan melalui kegiatan sederhana yang melatih kepekaan sosial. Misalnya dengan membiasakan sesi “sapaan pagi” di mana peserta didik saling menyapa dan berbagi kabar, atau dengan memberi tugas kelompok yang menuntut kerja sama dan saling membantu. Dalam kegiatan seperti ini, guru tidak hanya menilai hasil akhir, tetapi juga cara peserta didik berinteraksi. Ketika ada peserta didik yang terlihat menyendiri atau diabaikan, guru dapat menugaskan teman sebaya untuk mendampingi dan membantu agar semua anak merasa diterima dan dihargai.
Selain itu, sekolah dapat mengadakan kegiatan sosial seperti “Hari Berbagi” atau “Papan Kebaikan”, di mana setiap peserta didik mencatat atau menempelkan tindakan baik yang dilakukan atau diterima dari teman. Kegiatan seperti ini menumbuhkan kesadaran bahwa empati bukan hanya sikap, tetapi juga tindakan nyata. Dengan pembiasaan seperti ini, suasana kelas akan menjadi lebih hangat, peserta didik saling peduli, dan nilai-nilai sosial dapat tumbuh secara alami dalam keseharian mereka.

4. Simpulan
Masalah rendahnya empati di sekolah dasar bukan sekadar perilaku individu, tetapi hasil dari interaksi sosial dan lingkungan belajar. Dengan menerapkan pembelajaran kolaboratif, reflektif, dan berbasis keteladanan, guru dapat menumbuhkan empati sosial siswa secara berkelanjutan. Pendekatan ini sejalan dengan teori Vygotsky dan Lickona yang menekankan pentingnya lingkungan sosial, peneladanan, dan pendidikan karakter dalam perkembangan moral anak.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Jheny Cantika Sari 2413053124 -
Nama : Jheny Cantika Sari
NPM : 2413053124
Kelas : 3D

1. Contoh Masalah Sosial Kontekstual
Salah satu permasalahan sosial yang kerap muncul di lingkungan sekolah adalah rendahnya sikap saling menghargai dan empati antar siswa. Masih sering dijumpai anak-anak yang mengejek teman, enggan bekerja sama, atau tidak peduli ketika temannya mengalami kesulitan. Situasi ini dapat menciptakan suasana belajar yang tidak nyaman dan berpotensi menimbulkan perundungan (bullying). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa nilai toleransi dan empati di kalangan siswa sekolah dasar mulai berkurang.

2. Solusi
Untuk menumbuhkan kembali nilai empati dan sikap saling menghargai, sekolah dapat menerapkan beberapa kegiatan sederhana berikut:
- Program “Teman Baik”
Setiap minggu, siswa dipasangkan secara acak dengan teman sekelas. Mereka belajar saling membantu, mendengarkan, dan menuliskan hal-hal positif tentang satu sama lain. Kegiatan ini membantu anak memahami perasaan orang lain dan menumbuhkan rasa peduli terhadap teman.
- Refleksi Harian
Di akhir pelajaran, guru dapat mengajak siswa berdiskusi ringan, misalnya dengan pertanyaan “Siapa yang berbuat baik hari ini?” atau “Apa yang kamu lakukan untuk membantu temanmu?” Cara ini bisa melatih anak untuk menghargai perilaku positif di sekitarnya.
- Guru sebagai Teladan
Guru memiliki peran penting dalam membentuk karakter siswa. Dengan menunjukkan sikap sopan, sabar, dan mau mendengarkan, guru memberi contoh nyata yang akan ditiru oleh siswa.
- Kerja Sama dalam Kelompok
Guru dapat mengajak siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk membuat karya, seperti poster bertema “Temanku Hebat”. Melalui kegiatan ini, anak belajar berkomunikasi, berbagi tugas, dan menghargai pendapat orang lain.
- Peran Orang Tua
Sekolah dapat bekerja sama dengan orang tua untuk membiasakan anak berperilaku baik di rumah, seperti mengucapkan terima kasih, meminta maaf, dan menolong orang lain. Dukungan orang tua akan memperkuat nilai karakter yang diajarkan di sekolah.

3. Dasar Teori yang Relevan
a. Teori Belajar Sosial (Albert Bandura)
Teori ini menjelaskan bahwa anak belajar melalui pengamatan dan peniruan terhadap perilaku orang lain. Apabila siswa sering melihat guru dan teman bersikap sopan serta menghargai, mereka akan meniru perilaku tersebut.
b. Teori Interaksionisme Simbolik (George Herbert Mead)
Teori ini menekankan bahwa manusia memahami makna sosial melalui interaksi dengan orang lain. Melalui komunikasi yang baik dan kerja kelompok, siswa belajar memahami arti menghargai dan peduli terhadap sesama.
c. Teori Humanistik (Abraham Maslow & Carl Rogers)
Teori ini berfokus pada pentingnya penerimaan, kasih sayang, dan penghargaan terhadap individu. Siswa yang merasa diterima dan dihargai di sekolah akan lebih mudah menunjukkan sikap empatik kepada teman. Maka dari itu, guru perlu menciptakan suasana belajar yang nyaman dan positif agar siswa berani berbuat baik tanpa rasa takut.

4. Kesimpulan
Masalah sosial berupa kurangnya empati dan rasa saling menghargai antar siswa dapat diatasi melalui kegiatan sederhana yang melibatkan guru, siswa, dan orang tua. Program seperti “Teman Baik”, kegiatan refleksi harian, serta pembelajaran kolaboratif mampu menumbuhkan karakter positif pada anak. Penerapan teori Bandura (belajar melalui keteladanan), teori Mead (interaksi sosial), dan teori Humanistik (penerimaan dan kasih sayang) menjadi dasar yang kuat untuk membangun lingkungan sekolah yang harmonis, empatik, dan saling menghormati.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Fattah Indra Kusuma -
Nama : Fattah Indra Kusuma
Npm : 2413053115
Kelas : 3D

1. Contoh masalah sosial : Anak SD yang menghabiskan waktu berlebihan bermain game online atau menonton video di HP.

2. Solusi : Sekolah dapat memberikan literasi digital tentang penggunaan gawai yang sehat, termasuk dampak negatif dan cara mengatur waktu layar.
Contoh kegiatan: “Sehari Tanpa Gawai”.
Selain itu Orang tua perlu menjadi teladan dan membuat jadwal penggunaan gawai bersama anak.
Misalnya: waktu belajar tanpa gawai, waktu bermain di luar ruangan, dan waktu bersama keluarga tanpa HP.

Hal ini sesuai dengan Teori Ekologi Bronfenbrenner (1979) yang mengatakan bahwa perilaku anak dipengaruhi oleh lingkungan mikro (keluarga, sekolah) dan makro (media, budaya).
Jika lingkungan sekitar membiasakan penggunaan gawai tanpa batas dan tidak menyediakan alternatif aktivitas sosial, maka perilaku kecanduan akan terbentuk.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Muthia Ambarrani -
Nama: Muthia Ambarrani
NPM: 2413053110
Kelas: 3D

Masalah sosial:
Kondisi fisik dan sarana prasarana sekolah yang banyak mengalami kerusakan. Data menunjukkan sekitar 60% ruang kelas SD mengalami kerusakan dalam berbagai tingkat, mulai dari ringan hingga berat, yang sangat memengaruhi kenyamanan dan kualitas proses belajar mengajar. Kerusakan fasilitas ini dapat menghambat perkembangan dan motivasi belajar siswa serta menambah beban guru dalam menjalankan kegiatan pembelajaran.

Solusi & Teori humanistik:
Solusi terhadap masalah ini dapat menggunakan teori Humanistik dalam pendidikan yang menekankan pemberian lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan suportif agar potensi terbaik anak dapat berkembang secara optimal. Dalam konteks fasilitas, pemerintah perlu mempercepat program rehabilitasi dan pembangunan sekolah, serta memastikan anggaran serta pengelolaan dana berjalan transparan dan akuntabel untuk mengatasi kerusakan.
Pendekatan ini juga harus didukung kebijakan yang memprioritaskan peningkatan kualitas lingkungan belajar di SD dan menjadikan pendidikan karakter sebagai fondasi utama untuk membentuk generasi masa depan yang berdaya saing dan berakhlak mulia.
Dengan demikian, kondisi fisik sekolah yang kurang memadai dan permasalahan bullying merupakan dua masalah sosial pendidikan di tingkat SD yang membutuhkan perhatian serius untuk menciptakan pendidikan dasar yang berkualitas dan berkeadilan.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by I DEWA MADE RANGGA A.M -
Nama: I Dewa Made Rangga A.M
NPM: 2413053125
Kelas: 3D

Masalah:
Salah satu contoh masalah sosial yang kontekstual di Indonesia adalah meningkatnya perilaku intoleransi di kalangan remaja, khususnya di lingkungan sekolah dan media sosial. Fenomena ini tampak dari kecenderungan sebagian siswa untuk menolak perbedaan pandangan, agama, atau latar belakang budaya teman sebayanya. Akibatnya, hubungan sosial di sekolah menjadi renggang, muncul kelompok-kelompok eksklusif, serta berkurangnya semangat kebersamaan dan empati antarindividu.

Solusi:
Solusi terhadap masalah ini perlu berangkat dari perubahan makna sosial yang terbentuk dalam interaksi sehari-hari. Sekolah sebagai lingkungan sosial yang strategis dapat menerapkan pendidikan karakter berbasis multikultural, yang menanamkan nilai toleransi, empati, dan saling menghargai perbedaan.

Dasar Teori:
- Teori Interaksionisme Simbolik (George Herbert Mead)
- Teori Pendidikan Humanistik (Carl Rogers)
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Gilang Yudhistira -
Gilang Yudhistira
2413053136

1. Contoh Masalah Sosial Kontekstual:
Salah satu masalah sosial yang sering terjadi di lingkungan sekolah adalah Perpecahan antar kelompok siswa akibat perbedaan minat digital dan non-digital, karena ketidakseimbangan akses fasilitas teknologi dan perbedaan kenyamanan belajar memicu perpecahan karena kurangnya pemahaman dan komunikasi antar kelompok. Kemudian Siswa yang lebih menyukai media pembelajaran digital cenderung lebih tertarik dengan pembelajaran interaktif, penggunaan video, animasi, dan kuis online yang membuat belajar lebih menarik dan mudah diakses kapan saja. Disisi lain, Siswa non-digital lebih nyaman dengan metode pembelajaran konvensional, seperti buku cetak, ceramah guru, dan interaksi tatap muka langsung tanpa bergantung pada teknologi yang tidak merata aksesnya.

2. Solusi:
Kita bisa menjalankan kelas hybrid yang menggunakan media digital tapi juga menyediakan opsi belajar konvensional, selain itu, kita juga bisa membentuk kelompok belajar campuran yang terdiri dari siswa digital dan non-digital untuk meningkatkan interaksi sosial dan berbagi keterampilan, menyediakan pelatihan teknologi bagi siswa yang kurang familiar agar tidak terisolasi, dan memberikan kesempatan bagi siswa digital menggunakan teknologi untuk mendokumentasikan budaya dan kegiatan non-digital sebagai bentuk penghargaan lintas minat.

3. Dasar Teori yang Relevan:
a. Teori Fungsional (Durkheim): Sekolah sebagai sistem sosial harus berfungsi untuk mengintegrasikan semua elemen. Solusinya adalah menciptakan program pembelajaran yang menggabungkan metode digital dan konvensional secara bersamaan. Contohnya adalah pembelajaran hybrid yang menyeimbangkan penggunaan teknologi dan cara tradisional sehingga semua siswa dapat berpartisipasi dan merasa dihargai.
b. Teori Konstruktivisme Sosial: Interaksi sosial membentuk realitas sosial siswa. Guru dapat memfasilitasi proyek kolaboratif yang mengharuskan siswa digital dan non-digital bekerja bersama, seperti proyek presentasi yang menggabungkan media digital dan diskusi langsung. Hal ini membangun pemahaman, mengurangi kesalahpahaman, dan meningkatkan solidaritas.
c. Teori Konflik: Mengakui ketegangan yang disebabkan oleh ketimpangan akses teknologi. Solusinya adalah menyediakan akses teknologi yang merata di sekolah dan mengatasi kesenjangan dengan memberikan pelatihan serta dukungan khusus untuk siswa non-digital agar tidak kehilangan kesempatan belajar.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by shofi nusaibah -
Nama : Shofi Nusaibah
NPM : 2413053142
Kelas : 3D

Masalah Sosial: Perundungan (Bullying) di Kalangan Pelajar
Perundungan atau bullying merupakan salah satu masalah sosial yang marak terjadi di kalangan pelajar di Indonesia. Tindakan ini dapat berupa kekerasan fisik, verbal, maupun psikologis yang dilakukan secara berulang terhadap seseorang yang dianggap lemah. Dalam konteks saat ini, bentuk perundungan juga meluas ke dunia maya (cyberbullying), seperti penyebaran pesan atau komentar yang merendahkan di media sosial. Fenomena ini menimbulkan dampak negatif yang serius bagi korban, seperti menurunnya rasa percaya diri, kecemasan, depresi, bahkan keinginan untuk mengakhiri hidup.

Solusi
Untuk mengatasi masalah perundungan, diperlukan upaya kolaboratif antara sekolah, orang tua, dan masyarakat. Sekolah perlu memperkuat pendidikan karakter dan pembelajaran berbasis empati agar siswa memiliki kesadaran sosial yang tinggi. Guru dapat menanamkan nilai toleransi dan menghargai perbedaan melalui kegiatan belajar maupun kegiatan ekstrakurikuler.
Selain itu, konseling dan pengawasan perilaku siswa perlu ditingkatkan agar potensi perundungan bisa dicegah sejak dini. Orang tua juga diharapkan memperhatikan pola komunikasi dan perilaku anak di rumah, sementara pihak pemerintah dapat menetapkan kebijakan dan sanksi tegas terhadap pelaku perundungan di lingkungan pendidikan.

Landasan Teori
Menurut Luh Putu Shanti Kusumaningsih (2021) dalam jurnal berjudul “Perilaku Perundungan (Bullying) Ditinjau dari Teori Pembelajaran Sosial” (Jurnal SENRIABDI, Universitas Sahid Surakarta), perilaku perundungan dapat dijelaskan melalui teori pembelajaran sosial (Social Learning Theory) yang dikemukakan oleh Albert Bandura.
Teori ini menjelaskan bahwa perilaku manusia terbentuk melalui proses observasi dan peniruan terhadap model atau figur yang ada di lingkungan sekitar. Dengan kata lain, siswa yang sering menyaksikan kekerasan atau perilaku agresif—baik di rumah, lingkungan sosial, maupun media—berpotensi meniru perilaku tersebut dan mengulanginya dalam kehidupan sehari-hari.
Kusumaningsih menegaskan bahwa perilaku bullying bukan semata-mata muncul secara spontan, melainkan merupakan hasil dari proses belajar sosial di mana individu meniru perilaku yang dianggap memberi keuntungan atau kekuasaan.

Kesimpulan
Berdasarkan teori pembelajaran sosial dari Bandura yang dijelaskan oleh Kusumaningsih, dapat disimpulkan bahwa bullying merupakan perilaku yang dipelajari melalui pengamatan terhadap lingkungan sosial. Oleh karena itu, solusi yang tepat untuk menanggulangi perundungan adalah menciptakan lingkungan yang memberikan contoh perilaku positif, memperkuat pendidikan karakter, serta meningkatkan kesadaran empati di kalangan pelajar.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Dita Paramita -
Nama: Dita Paramita
Npm: 2413053128
Kelas: 3/D

Masalah Sosial: Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial

Di Indonesia, kemiskinan masih menjadi isu sosial yang rumit dan memiliki banyak dimensi. Salah satu alasan utamanya adalah perbedaan yang mencolok antara wilayah perkotaan dan pedesaan, antara orang kaya dan orang miskin, serta antara pemerintah dan masyarakat. Pendekatan pembangunan yang cenderung terpusat sejak era Orde Baru membuat daerah di luar Jawa tertinggal dalam aspek ekonomi, pendidikan, dan infrastruktur.

Contoh kontekstual:
Di wilayah terpencil, banyak keluarga hidup dalam kemiskinan dengan tingkat pendidikan yang rendah dan akses terbatas ke kesempatan kerja. Ini membuat mereka terjebak dalam siklus kemiskinan struktural yang sulit untuk diatasi.

Analisis Teoretis

Menurut Merton, kemiskinan dan kesenjangan sosial termasuk dalam kategori “disorganisasi sosial” yaitu situasi tidak normal dalam struktur sosial yang gagal memenuhi sasaran bersama masyarakat, seperti kesejahteraan dan keadilan. Di sisi lain, Soetarso (2007) menyatakan bahwa permasalahan sosial timbul dari kombinasi faktor internal (kemampuan individu) dan faktor eksternal (lingkungan sosial, kebijakan, serta struktur ekonomi).

Dengan demikian, kemiskinan dan kesenjangan sosial tidak dapat dilihat hanya dari perspektif individu, tetapi juga dari sudut pandang struktur sosial dan kebijakan pembangunan.

Solusi Berdasarkan Teori dan Pendekatan Relevan

1. Pendekatan Struktural (Rekayasa Sosial)
Isu sosial memiliki banyak dimensi, sehingga solusi yang diambil perlu melibatkan aksi sosial kolektif, kebijakan sosial, dan perencanaan sosial yang mengutamakan kepentingan masyarakat miskin. Pemerintah perlu menerapkan pembangunan yang partisipatif, seperti terlihat dalam program PNPM Mandiri atau Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU), di mana warga dilibatkan langsung dalam identifikasi masalah dan potensi ekonomi setempat.

2. Pendekatan Pembangunan Manusia (Human Development Paradigm)
Berdasarkan paradigma pembangunan manusia, cara mengatasi kemiskinan tidak hanya melalui peningkatan ekonomi, tetapi juga perbaikan dalam kualitas manusia melalui pendidikan, layanan kesehatan, dan pemberdayaan. Fokus kebijakan harus diarahkan untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan mempertahankan akses pendidikan yang setara bagi semua orang, baik laki-laki maupun perempuan.

3. Pemberdayaan Ekonomi Lokal
Masyarakat diberdayakan untuk mengidentifikasi sumber daya lokal dan menentukan kriteria kemiskinan mereka secara partisipatif agar bantuan yang diberikan tepat sasaran. Mendorong peningkatan kemampuan ekonomi perempuan dan kelompok rentan agar mereka bisa berperan aktif dalam sektor produktif.

Permasalahan kemiskinan dan kesenjangan sosial di Indonesia merupakan akibat dari disorganisasi sosial dan ketimpangan struktural. Solusi yang efektif harus bersifat kolaboratif, partisipatif, dan berorientasi pada pemberdayaan masyarakat, dengan landasan teori dari Merton (disorganisasi sosial) dan pendekatan pembangunan manusia (human development paradigm).
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by ALIFFA AJENG APRILIA -
nama : Aliffa Ajeng Aprilia
NPM : 2413053139
Kelas : 3D

Masalah Sosial: Kurangnya Kepedulian Sosial di Kalangan Remaja

Dalam kehidupan masyarakat modern, terutama di kalangan remaja perkotaan, kepedulian sosial terhadap lingkungan sekitar cenderung menurun. Banyak remaja lebih fokus pada dunia digital, media sosial, dan pergaulan daring, sehingga kurang berinteraksi langsung dengan masyarakat. Fenomena ini tampak dari rendahnya partisipasi dalam kegiatan sosial seperti kerja bakti, donasi sosial, atau gotong royong.

Masalah ini dapat dijelaskan melalui Teori Disorganisasi Sosial dari Clifford Shaw dan Henry McKay.
Teori ini menyatakan bahwa ketika struktur sosial masyarakat melemah — seperti menurunnya interaksi sosial, nilai-nilai kebersamaan, dan kontrol sosial — maka perilaku individu cenderung menyimpang dari norma kolektif. Dalam konteks remaja, lemahnya kontrol sosial dan pergeseran nilai akibat perkembangan teknologi menyebabkan menurunnya kepedulian terhadap sesama.

Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan pendekatan pendidikan karakter sosial di sekolah dan lingkungan masyarakat.
Program-program seperti service learning (pembelajaran berbasis pengabdian masyarakat) dapat diterapkan, di mana siswa tidak hanya belajar teori di kelas tetapi juga terlibat langsung dalam kegiatan sosial — seperti menanam pohon, membantu warga kurang mampu, atau menjadi relawan kebersihan lingkungan.
Solusi ini sejalan dengan Teori Interaksionisme Simbolik (George Herbert Mead) yang menekankan bahwa nilai dan makna sosial terbentuk melalui interaksi sosial. Dengan meningkatkan interaksi positif dalam kegiatan sosial, remaja belajar memahami makna empati, tanggung jawab, dan kebersamaan secara nyata.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Yasmina Awalunnisa -
Yasmina Awalunnisa
2413053083
3C

Salah satu masalah sosial kontekstual yang sering terjadi di lingkungan masyarakat Indonesia adalah kemiskinan di kawasan perkotaan. Permasalahan ini muncul akibat ketimpangan ekonomi, rendahnya tingkat pendidikan, dan terbatasnya lapangan pekerjaan yang layak. Dampak dari kemiskinan tidak hanya dirasakan oleh individu, tetapi juga oleh masyarakat secara luas, seperti meningkatnya angka pengangguran, kriminalitas, dan rendahnya kualitas hidup.

Berdasarkan teori fungsionalisme struktural oleh Talcott Parsons, setiap bagian dalam masyarakat memiliki fungsi tertentu untuk menjaga keseimbangan sosial. Ketika salah satu fungsi tidak berjalan dengan baik, misalnya sistem ekonomi dan pendidikan, maka akan timbul disfungsi sosial seperti kemiskinan. Oleh karena itu, penyelesaiannya perlu dilakukan secara sistematis dengan memperkuat fungsi-fungsi sosial tersebut.

Solusi yang dapat dilakukan antara lain:
1. Pemerintah perlu memperluas program pelatihan kerja dan pemberdayaan ekonomi masyarakat agar mereka memiliki keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja.
2. Meningkatkan akses pendidikan gratis dan berkualitas agar generasi muda dapat keluar dari lingkaran kemiskinan.
3. Mendorong peran aktif masyarakat dan lembaga sosial dalam menciptakan kegiatan produktif berbasis komunitas.

Dengan pendekatan ini, diharapkan keseimbangan sosial dapat terjaga dan tingkat kemiskinan di wilayah perkotaan dapat berkurang secara bertahap.

Kesimpulannya adalah, masalah sosial tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat karena muncul akibat interaksi sosial yang tidak seimbang. Setiap masalah yang terjadi, seperti kemiskinan, pengangguran, atau ketimpangan pendidikan, memiliki akar penyebab yang kompleks dan saling berkaitan. Berdasarkan teori sosiologi seperti fungsionalisme dan konflik sosial, penyelesaian masalah sosial harus dilakukan dengan memperbaiki sistem yang ada serta meningkatkan peran aktif masyarakat. Dengan begitu, pembangunan sosial dapat berjalan seimbang, dan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai secara berkelanjutan.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Dian Isti Eka Putri 2413053126 -
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat siang, Bapak.

Izin memperkenalkan diri
Nama: Dian Isti Eka Putri
NPM: 2413053126
Kelas: 3D

1. Masalah Sosial
Penyebaran berita hoaks di lingkungan sekolah menjadi salah satu masalah sosial yang semakin sering terjadi di era digital. Siswa dengan mudah memperoleh dan menyebarkan informasi melalui media sosial tanpa memeriksa kebenarannya terlebih dahulu.
Misalnya, tersebarnya kabar palsu tentang adanya siswa yang dikeluarkan karena pelanggaran tertentu, atau informasi menyesatkan terkait kegiatan sekolah.

Fenomena ini dapat menimbulkan kesalahpahaman, menurunkan kepercayaan antar warga sekolah, dan menciptakan konflik sosial. Selain itu, penyebaran hoaks menunjukkan rendahnya kemampuan berpikir kritis, literasi digital, dan tanggung jawab moral peserta didik dalam menggunakan informasi.

2. Solusi Beserta Landasan Teori yang Relevan
Upaya mengatasi penyebaran berita hoaks di sekolah perlu dilakukan secara menyeluruh melalui pendekatan pendidikan yang berlandaskan teori perkembangan kognitif, teori belajar sosial, dan teori sistem ekologis.

Pertama, meningkatkan literasi digital dan kemampuan berpikir kritis peserta didik sesuai dengan teori perkembangan kognitif Jean Piaget (1952). Piaget menjelaskan bahwa kemampuan berpikir logis dan analitis berkembang seiring dengan pengalaman belajar individu. Oleh karena itu, guru dapat memberikan pengalaman belajar konkret yang melatih siswa untuk memverifikasi informasi, membedakan fakta dan opini, serta menilai kebenaran suatu berita.
Kegiatan pembelajaran dapat dikemas melalui proyek seperti pembuatan poster edukasi anti-hoaks atau lomba “Cek Fakta Sekolahku” agar siswa belajar menalar secara rasional dalam konteks nyata.

Kedua, menerapkan keteladanan guru dan pembiasaan komunikasi etis sejalan dengan teori belajar sosial Albert Bandura (1977). Bandura menegaskan bahwa individu belajar melalui observasi dan peniruan (modeling). Dengan demikian, guru dan tenaga pendidik harus menjadi teladan dalam berperilaku jujur, bertanggung jawab, dan berhati-hati dalam menyebarkan informasi. Sikap positif guru akan ditiru oleh peserta didik dan memperkuat pembentukan karakter bermedia yang etis. Selain itu, pemberian penguatan positif kepada siswa yang menunjukkan perilaku jujur dapat memperkuat nilai moral dan sosial yang diharapkan.

Ketiga, membangun kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan masyarakat sesuai dengan teori sistem ekologis Urie Bronfenbrenner (1979). Bronfenbrenner menjelaskan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh interaksi berbagai sistem lingkungan, mulai dari keluarga, sekolah, hingga masyarakat. Oleh karena itu, pencegahan penyebaran hoaks harus melibatkan seluruh ekosistem pendidikan. Sekolah dapat mengadakan sosialisasi tentang bahaya hoaks bagi orang tua, sementara keluarga berperan dalam mengawasi dan membimbing anak agar bijak dalam bermedia. Sinergi ini akan menciptakan budaya informasi yang sehat dan tanggung jawab sosial yang kuat di lingkungan sekolah.

3. Kesimpulan
Penyebaran berita hoaks di lingkungan sekolah merupakan masalah sosial yang berkaitan dengan rendahnya literasi digital dan nilai tanggung jawab moral peserta didik. Upaya penanganannya harus dilakukan secara holistik melalui pendidikan literasi digital berbasis teori Piaget, keteladanan guru menurut Bandura, serta dukungan lingkungan sosial sebagaimana dijelaskan Bronfenbrenner. Dengan penerapan yang konsisten, sekolah dapat menjadi lingkungan yang informatif, aman, dan bebas dari penyebaran berita palsu.

Terima kasih, Bapak.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Diva Septayani -
Nama : Diva Septayani
NPM : 2413053129
Kelas : 3D

1. Contoh Masalah Kontekstual
Kesenjangan Layanan Pendidikan Sekolah Dasar di Kota vs Daerah 3T

Masalah ini masih banyak terjadi di Indonesia, terutama di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) terdapat beberapa kesenjangan layanan yang terjadi seperti kurangnya sarana dan prasarana yang memadai, kurangnya guru yang berkualitas, dan masih sulit mendapatkan akses teknologi. Masalah ini belum teratasi dengan baik karena kurangnya kesadaran pemerintah terhadap daerah 3T. Perbedaan yang spesifik biasanya terdapat pada infrastuktur bangunan, di daerah 3T banyak terdapat bangunan yang tidak layak pakai seperti atap bocor, bangunan hanya terbuat dari bambu, dan hanya beralaskan tanah.

2. Solusi
1. Penyebaran fasilitas dan pengajar.
Pemerintah harus mengutamakan penempatan tenaga pengajar dan pengiriman alat belajar ke wilayah terasing.
2. Kegiatan pelatihan dan insentif untuk pengajar di daerah 3T.
Untuk menarik minat dan mempertahankan pengajar di daerah sulit, penting untuk memberikan pelatihan dan penghargaan yang pantas.
3. Pemanfaatan fasilitas yang ada.
Meskipun fasilitas terbatas tapi jika guru mendapatkan pelatihan rutin, pasti bisa memanfaatkan fasiltas yang ada untuk menunjang pembelajaran supaya tetap berjalan.

3. Teori yang relevan
a. Teori Fungsional Struktural (Talcott Parsons):
Sistem sosial memiliki peran fundamental dalam menyediakan pendidikan yang mempersiapkan generasi muda untuk berkontribusi di masyarakat. Jika peran ini tidak dilaksanakan secara seimbang, maka akan muncul ketidakadilan sosial.
(Sumber: Parsons, T. (1951). The Social System. )
b. Teori Keadilan Sosial (John Rawls):
Semua anak berhak atas pendidikan yang berkualitas tanpa kecuali. Oleh karena itu, harus ada pembagian sumber daya pendidikan yang adil agar tidak hanya daerah perkotaan yang mendapat manfaat.
(Sumber: Rawls, J. (1971). A Theory of Justice. )
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by April Lia -
Nama : Aprilia
NPM : 2413053123
Kelas : 3D  

1. Contoh masalah sosial yang kontekstual
Konteks Permasalahan
Sekolah dasar merupakan tempat pertama bagi anak untuk belajar bersosialisasi dan hidup dalam keberagaman. Namun, pada kenyataannya masih sering ditemukan perilaku siswa yang kurang menghargai perbedaan, seperti mengejek teman karena perbedaan suku, agama, atau kebiasaan, serta enggan bekerja sama dengan teman yang dianggap “berbeda.”
Perilaku tersebut dapat menimbulkan jarak sosial dan suasana kelas yang tidak harmonis. Rendahnya sikap toleransi menunjukkan bahwa nilai moral dan sosial belum berkembang secara optimal pada diri siswa. Padahal, pendidikan dasar memiliki peran penting dalam menanamkan nilai-nilai kebersamaan dan menghargai perbedaan sejak dini.

Solusi
Untuk mengatasi masalah ini, guru dan pihak sekolah dapat melakukan beberapa langkah konkret:
1. Integrasi nilai toleransi dalam pembelajaran.
Guru dapat menanamkan nilai toleransi melalui diskusi, bermain peran, dan kegiatan kelompok yang beragam. Misalnya, tema pembelajaran tentang keberagaman budaya Indonesia dapat dikaitkan dengan pentingnya menghargai perbedaan di lingkungan sekolah.
2. Memberikan keteladanan positif.
Guru perlu menjadi contoh nyata dalam bersikap adil dan menghargai semua siswa tanpa membeda-bedakan latar belakang. Keteladanan guru akan menjadi model perilaku yang ditiru oleh siswa.
3. Mendorong kegiatan kolaboratif lintas kelompok.
Dengan menggabungkan siswa dari latar belakang berbeda dalam satu kelompok, mereka belajar untuk berkomunikasi, bekerja sama, dan menghargai pendapat teman.
4. Melibatkan peran orang tua dan lingkungan sekolah.
Sekolah dapat mengadakan kegiatan yang melibatkan keluarga, seperti “Hari Toleransi” atau “Proyek Bhinneka,” untuk memperkuat nilai kebersamaan antara siswa, guru, dan orang tua.

Landasan Teori
Masalah rendahnya toleransi dapat dijelaskan melalui beberapa teori pendidikan sebagai berikut:
1. Teori Perkembangan Moral Lawrence Kohlberg (1981)
Kohlberg menjelaskan bahwa perkembangan moral anak terjadi bertahap, dari tahap kepatuhan terhadap aturan hingga pemahaman terhadap nilai moral universal. Guru perlu membantu siswa naik ke tahap berpikir moral yang lebih tinggi dengan memberikan penjelasan dan refleksi atas nilai-nilai sosial.
2. Teori Belajar Sosial Albert Bandura (1977)
Bandura menekankan bahwa individu belajar melalui observasi dan peniruan (modeling). Keteladanan guru dan teman sebaya sangat berpengaruh terhadap pembentukan perilaku toleran siswa. Oleh karena itu, lingkungan sekolah harus menjadi ruang yang menunjukkan praktik toleransi secara nyata.
3. Teori Humanistik Carl Rogers (1969)
Rogers menekankan pentingnya penerimaan tanpa syarat (unconditional positive regard) dan lingkungan yang mendukung perkembangan diri. Dalam konteks sekolah, guru perlu menciptakan suasana belajar yang aman, terbuka, dan menghargai setiap siswa agar mereka merasa diterima dan menghargai orang lain.

Kesimpulan:
Rendahnya sikap toleransi antar siswa di sekolah dasar merupakan masalah sosial yang berpengaruh terhadap keharmonisan lingkungan belajar. Solusi atas masalah ini dapat dilakukan melalui pembelajaran berbasis nilai, keteladanan guru, kegiatan kolaboratif, serta dukungan lingkungan sosial dan keluarga.
Dengan mengacu pada teori Kohlberg, Bandura, dan Rogers, dapat disimpulkan bahwa pembentukan sikap toleransi harus mencakup aspek kognitif (pemahaman nilai), afektif (empati dan penerimaan), serta perilaku nyata (tindakan menghargai perbedaan). Melalui pendekatan tersebut, sekolah dapat menjadi tempat tumbuhnya generasi yang berkarakter, terbuka, dan menghargai keberagaman.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Sofi Dini Artika 2413053137 -
Assalamualaikum Wrahmatullahi Wabarakatuh.

Nama : Sofi Dini Artika
NPM : 2413053137
Kelas : 3D

1. Contoh masalah sosial yang kontekstual, yaitu pengangguran di kalangan anak muda.
2. Solusi yang dapat diberikan berdasarkan teori fungsionalisme dari Emile Durkheim yang menyatakan bahwa setiap bagian masyarakat punya peran agar kehidupan sosial tetap seimbang. Jika ada pengangguran, artinya ada fungsi yang belum berjalan baik, seperti pendidikan yang belum sesuai dengan kebutuhan kerja. Karena itu, perlu ada pelatihan dan penyesuaian kurikulum supaya keseimbangan sosial bisa kembali.

Lalu, dapat dirumuskan solusi dari permasalahan di atas, yaitu :
1. Menyelenggarakan pelatihan keterampilan kerja yang sesuai dengan kebutuhan dunia industri,
2. Mengembangkan program wirausaha muda agar mereka mampu menciptakan lapangan kerja sendiri, dan
3. Menjalin kemitraan antara sekolah, universitas, dan dunia usaha supaya lulusan lebih siap menghadapi dunia kerja.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by NI PUTU PUSPA RADHA WIJAYA -
Nama : Ni Putu Puspa Radha Wijaya
NPM : 2413053130
Kelas : 3D
Masalah Sosial: Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial
Konteks Masalah
Kemiskinan dan kesenjangan sosial merupakan masalah yang sangat kontekstual di Indonesia, terutama karena faktor distribusi sumber daya yang tidak merata dan ketidaksetaraan akses terhadap pendidikan, pekerjaan, dan fasilitas umum. Situasi ini menunjukkan adanya ketidakadilan dalam sistem sosial ekonomi yang memperlihatkan adanya disparitas antar wilayah dan masyarakat tertentu.​

Solusi Berdasarkan Teori
Solusi terhadap masalah ini dapat dilandasi pada Teori Struktur Fungsionalisme yang menyatakan bahwa setiap bagian dari masyarakat harus bekerja secara harmonis untuk menjaga kestabilan sosial. Salah satu solusi berbasis teori ini adalah pengembangan industri kecil di daerah pedesaan, yang dapat meratakan pembangunan dan mengurangi urbanisasi berlebih, sehingga mengurangi kesenjangan ekonomi dan sosial.​

Selain itu, Teori Konflik yang menekankan bahwa konflik sosial muncul akibat ketidaksetaraan kekuasaan dan sumber daya dapat diterapkan untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat melalui kebijakan redistribusi kekayaan dan pemberdayaan masyarakat desa. Program pelatihan kerja dan pemberian akses modal usaha merupakan langkah konkret yang sejalan dengan teori ini untuk mengurangi ketimpangan dan memperbaiki posisi sosial masyarakat miskin.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Latu Malhayati -
Nama: Latu Malhayati
NPM: 2423053094

Masalah Sosial:
Pengangguran di kalangan anak muda Indonesia menjadi masalah sosial kontekstual yang signifikan. Faktor utama penyebabnya adalah ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki dengan kebutuhan pasar kerja, kurangnya pengalaman kerja, serta pertumbuhan ekonomi yang belum mampu menyerap tenaga kerja secara optimal. Kondisi ini berdampak pada kemiskinan, ketidakstabilan sosial, dan potensi peningkatan kriminalitas di kalangan pemuda.​

Solusi yang Dilandasi Teori Relevan:

- Berdasarkan Teori Fungsionalis:
Teori ini melihat masyarakat sebagai sistem yang keterkaitan tiap bagiannya berfungsi untuk menjaga kestabilan sosial. Dalam konteks pengangguran pemuda, pemerintah dan lembaga pendidikan harus menjalankan fungsi pentingnya dengan menyediakan pelatihan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri dan membuka lapangan kerja baru. Dengan demikian, fungsi sosial pendidikan dan ekonomi dapat menekan angka pengangguran dan menjaga keseimbangan sosial.​

- Berdasarkan Teori Konstruksionisme Sosial:
Teori ini menekankan bagaimana persepsi dan interaksi sosial membentuk realitas sosial. Pengangguran tidak hanya masalah ekonomi tetapi juga masalah persepsi di masyarakat. Solusinya adalah mengubah pandangan masyarakat terkait pengangguran anak muda, misalnya menghilangkan stigma negatif lewat edukasi, serta menyediakan program pelatihan dan kesempatan kerja yang mendorong partisipasi aktif pemuda dalam perekonomian. Hal ini memperkuat norma sosial yang positif dan memperbaiki kondisi sosial secara lebih menyeluruh.​
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Talitha Syarif -
Nama: Talitha Syarif
NPM: 2413053143
Kelas: 3D

Judul: Budaya Lembur dan Tekanan Produktivitas di Kalangan Anak Muda

1. Masalah Sosial yang Terjadi
Sekarang ini, banyak anak muda merasa bangga kalau bisa kerja terus-menerus, bahkan sampai larut malam. Mereka takut dibilang malas kalau tidak sibuk. Padahal, di balik semangat itu, ada tekanan sosial yang membuat mereka terjebak dalam budaya kerja berlebihan. Ini bukan cuma soal capek, tapi soal bagaimana masyarakat memaksa orang muda untuk selalu terlihat produktif. Fenomena ini menunjukkan perubahan nilai sosial: dari kerja untuk hidup, menjadi hidup untuk kerja.

2. Analisis dan Dasar Teori
Fenomena ini bisa dijelaskan lewat teori alienasi Karl Marx. Marx bilang, manusia bisa terasing dari dirinya sendiri ketika kerja yang ia lakukan bukan lagi untuk memenuhi makna hidup, tapi demi sistem yang menuntut hasil tanpa henti. Hal itu juga bisa dilihat lewat teori anomie dari Durkheim, bahwa ketika aturan sosial menekan terlalu keras, orang kehilangan arah dan keseimbangan hidup. Dalam kasus ini, produktivitas dianggap segalanya, sementara istirahat dan waktu pribadi jadi seolah tidak penting.

3. Dampak Sosialnya
- Banyak anak muda mengalami stres dan kehilangan motivasi hidup.
- Hubungan sosial makin renggang karena waktu habis untuk pekerjaan.
- Muncul anggapan bahwa orang yang tidak sibuk dianggap gagal, padahal semua orang punya ritme hidup berbeda.

4. Solusi yang Bisa Diterapkan
- Perusahaan dan kampus perlu menumbuhkan budaya kerja yang manusiawi — menghargai waktu istirahat dan batas pribadi.
- Media sosial sebaiknya jadi ruang untuk menormalisasi hidup seimbang, bukan memamerkan kesibukan.
- Pendidikan karakter dan empati sosial perlu diperkuat agar anak muda paham bahwa keberhasilan bukan diukur dari seberapa sibuk mereka, tapi dari seberapa bermaknanya yang mereka kerjakan.

5. Kesimpulan
Budaya lembur berlebihan bukan cuma masalah pribadi, tapi sudah jadi masalah sosial yang merusak cara kita memandang kerja dan hidup. Masyarakat perlu berubah dari bangga karena sibuk, menjadi bangga karena bisa hidup seimbang dan bahagia.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Muhammad Dzaky Faishal -
Nama : Muhammad Dzaky Faishal
NPM : 2413053132
Kelas : 3D

Di banyak sekolah dasar, masih sering ditemukan siswa yang membuang sampah sembarangan, tidak membersihkan kelas setelah digunakan, atau kurang peduli terhadap kebersihan taman sekolah. Padahal, lingkungan yang bersih sangat berpengaruh terhadap kenyamanan dan kesehatan belajar.

Teori Ekologi Bronfenbrenner
Perilaku anak dipengaruhi oleh berbagai lingkungan — rumah, sekolah, dan masyarakat. Maka pembentukan kesadaran lingkungan perlu melibatkan kerjasama antara guru, orang tua, dan lingkungan sekitar sekolah.

Solusi untuk mengatasi rendahnya kesadaran siswa menjaga kebersihan sekolah adalah melalui pembiasaan dan keteladanan dari guru, integrasi nilai peduli lingkungan dalam pembelajaran, serta pemberian penghargaan seperti “kelas terbersih” untuk memotivasi siswa. Berdasarkan teori Bandura, anak belajar dari contoh; teori Kohlberg menekankan pentingnya penguatan moral melalui penghargaan; dan teori Bronfenbrenner menegaskan peran lingkungan sekitar. Dengan kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan masyarakat, kesadaran menjaga kebersihan dapat tumbuh secara berkelanjutan.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Ade Kurniawan -
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, selamat pagi bapak izin menjawab pertanyaan di atas

Nama: Ade Kurniawan
Kelas :3D
NPM : 2413053135

Kasus kontekstual: Maraknya perundungan (Bullying di sekolah)
Fenomena perundungan atau bullying masih sering terjadi di lingkungan sekolah dasar atau bahkan sampai dengan Perguruan tinggi. Bentuknya bisa berupa ejekan, pengucilan, hingga kekerasan fisik. Akibat nya korban mengalami trauma, menurunya prestasi belajar bahkan enggan bersekolah atau yang lebih parahnya lagi sampai dengan meninggal dunia.

Bullying muncul karena adanya ketimpangan kekuasaan (power imbalance) antara pelaku dan korban serta lemahnya kontrol sosial di lingkungan sekolah. Selain itu pengaruh lingkungan keluarga dan media sosial turut memperkuat perilaku agresif pada anak

Landasan teori:
1. Teori Interaksionisme Simbolik (Herbert Blumer)
Menjelaskan bahwa perilaku sosial terbentuk melalui interaksi dan makna yang disepakati bersama. Dalam konteks bullying, pelaku belajar dari lingkungan bahwa perilaku agresif dianggap sebagai cara untuk mendapatkan "status" Atau kekuasaan di kelompok nya.
2. Teori Belajar Sosial (Albert Bandura)
Menyatakan bahwa individu belajar melalui pengamatan dan peniruan (observational learning) anak yang sering melihat kekerasan dirumah, film atau media sosial cenderung meniru perilaku tersebut di lingkungan sekolah.

Solusi yang di landasi teori:
Membangun budaya sekolah yang positif, sekolah menanamkan nilai empati dan saling menghargai melalui kegiatan sehari hari

Program pendidikan karakter dan empati, melalui kegiatan role play dan diskusi moral siswa belajar menempatkan diri di posisi orang lain.
Berdasarkan teori belajar sosial, kegiatan ini membantu mereka meniru perilaku positif dari guru dan teman sebaya.

Pendekatan restortatif ( restortavie justice approach)
Saat terjadi bullying, pelaku dan korban di fasilitasi untuk berdialog dan memperbaiki hubungan, bukan hanya dihukum
Pendekatan ini bertujuan untuk menekankan tanggung jawab dan pemulihan nilai kemanusiaan

Pelatihan orang tua dan guru
Dukungan dari kedua pihak memperkuat proses modeling perilaku positif (Bandura). Masalah bullying dapat di atasi melaui perubahan makna sosial di sekolah dan pembelajaran perilaku positif melalui teladan( belajar sosial) sekolah dan keluarga perlu menjadi ekosistem yang menanamkan nilai empati bukan sekedar memberi sanksi

Sekian dari saya, terimakasih
Wasalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Sefriani Helenvia -
Nama : Sefriani Helenvia
NPM   : 2413053117
Kelas  : 3D

1. Masalah Sosial

Contoh masalah sosialnya adalah kesenjangan sosial di lingkungan sekolah dasar. Kesenjangan ini dapat dilihat dari perbedaan fasilitas, kualitas guru, dan kesempatan belajar antara siswa di daerah perkotaan dan pedesaan, atau antara siswa dari keluarga kaya dan kurang mampu. Hal ini, menyebabkan ketidakadilan dalam akses dan hasil belajar, serta membuat anak dari keluarga kurang mampu sulit berkembang secara maksimal (Nadya et al, 2025).

2. Solusi

Menurut Nadya et al (2025), kesenjangan sosial di sekolah dasar dapat diatasi dengan beberapa langkah strategis, yaitu:
1. Pemerataan akses pendidikan, melalui bantuan finansial seperti beasiswa dan subsidi perlengkapan sekolah agar semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk belajar.

2. Peningkatan kualitas guru, terutama di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), dengan pelatihan dan pengembangan profesionalisme guru.

3. Penyediaan fasilitas belajar yang memadai, seperti laboratorium, perpustakaan, dan alat peraga pembelajaran.

4. Pengembangan kurikulum yang inklusif dan relevan, agar setiap anak merasa dihargai tanpa memandang latar belakang sosial ekonomi.

5. Menciptakan lingkungan sekolah yang harmonis dan bebas diskriminasi, supaya semua siswa bisa belajar dalam suasana yang setara dan saling menghargai.
Langkah-langkah ini sejalan dengan gagasan bahwa sekolah harus berperan sebagai agen perubahan sosial yang menanamkan nilai keadilan dan kesetaraan bagi seluruh peserta didik (Nadya et al, 2025).

3. Teori yang Melandasi

Masalah kesenjangan sosial ini dijelaskan dengan Teori Konflik Karl Marx, yang menyatakan bahwa ketimpangan dalam masyarakat terjadi karena perbedaan kepemilikan dan kekuasaan atas sumber daya ekonomi. Dalam konteks pendidikan, teori ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan sering merubah struktur sosial yang sudah ada, di mana anak dari keluarga mampu memiliki keunggulan, sementara anak dari keluarga kurang mampu tetap tertinggal. Pendidikan seharusnya menjadi alat untuk mewujudkan keadilan sosial, bukan memperkuat perbedaan kelas sosial. Menurut Wahyudin (2020 dalam Nadya et al, 2025), teori konflik Marx relevan untuk memahami bagaimana ketimpangan sosial di sekolah dasar terjadi akibat struktur sosial dan ekonomi yang tidak seimbang, serta bagaimana pendidikan bisa menjadi sarana untuk mengurangi ketimpangan tersebut.
In reply to First post

Re: Tugas mandiri

by Aulya Rahma -
Nama : Aulya Rahma
Npm: 2413053119

1. contoh masalah
Salah satu masalah sosial yang sering muncul di lingkungan sekolah dasar adalah menumpuknya sampah di area sekolah. Banyak siswa yang belum memiliki kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya, misalnya meninggalkan bungkus makanan di kelas atau halaman sekolah. Kebiasaan ini membuat lingkungan sekolah menjadi kotor, tidak nyaman, dan berpotensi menimbulkan penyakit. Selain itu, perilaku membuang sampah sembarangan juga mencerminkan kurangnya tanggung jawab sosial dan kepedulian terhadap kebersihan bersama.
2.solusi
Solusi yang dapat dilakukan antara lain dengan menanamkan nilai tanggung jawab lingkungan sejak dini melalui kegiatan pembelajaran dan program sekolah, seperti lomba kebersihan kelas, program “Jumat Bersih,” atau kegiatan daur ulang sampah. Guru dapat memberikan penguatan positif kepada siswa yang berperilaku baik, seperti membuang sampah pada tempatnya atau mengajak teman membersihkan lingkungan. Selain itu, sekolah dapat bekerja sama dengan orang tua untuk menanamkan kebiasaan menjaga kebersihan di rumah. Dengan demikian, melalui penerapan teori Bandura dan Bronfenbrenner, kebiasaan membuang sampah sembarangan dapat diubah menjadi budaya positif yang mencerminkan kepedulian terhadap lingkungan sekolah.
3. Teori
Masalah ini dapat dijelaskan melalui teori pembelajaran sosial Albert Bandura, yang menyatakan bahwa perilaku seseorang terbentuk melalui proses mengamati dan meniru perilaku orang lain. Jika siswa melihat teman, guru, atau orang dewasa di sekitarnya tidak peduli terhadap kebersihan, maka mereka cenderung meniru perilaku tersebut. Oleh karena itu, guru dan seluruh warga sekolah perlu menjadi teladan dalam menjaga kebersihan lingkungan. Selain itu, menurut teori ekologi Bronfenbrenner, perilaku anak dipengaruhi oleh berbagai sistem lingkungan, mulai dari keluarga, sekolah, hingga masyarakat. Maka, upaya membentuk kesadaran menjaga kebersihan perlu melibatkan peran semua pihak, tidak hanya guru di sekolah, tetapi juga orang tua di rumah.