Nama : Zahra Syafitri Tunnisa
NPM : 2313031035
Analisis investasi sektor publik melibatkan evaluasi mendalam terhadap proyek-proyek pemerintah untuk memastikan alokaran dana publik menghasilkan nilai tambah maksimal bagi masyarakat, dengan fokus pada prinsip value for money melalui kriteria economy, efficiency, dan effectiveness. Berbeda dengan sektor swasta yang mengutamakan return finansial pribadi, pendekatan ini mengintegrasikan dimensi sosial seperti pemerataan akses layanan kesehatan atau infrastruktur pedesaan, sering kali menggunakan Cost-Benefit Analysis (CBA) yang mendiskontokan manfaat masa depan dengan tingkat diskonto sosial (sekitar 7-12% di negara berkembang seperti Indonesia) untuk menghitung Net Present Value (NPV) positif dan Internal Rate of Return (IRR) di atas biaya kesempatan modal publik. Selain itu, Social Cost-Benefit Analysis (SCBA) menangkap eksternalitas seperti pengurangan emisi karbon dari proyek transportasi massal atau peningkatan produktivitas melalui irigasi, sementara Public Sector Investment Appraisal memasukkan faktor risiko politik, inflasi APBN, dan ketidakpastian regulasi via sensitivity analysis dan Monte Carlo simulation. Di Indonesia, tantangan utama mencakup data baseline yang lemah dari BPS atau Bappenas, korupsi yang menaikkan cost overrun hingga 30%, serta misalignment dengan RPJMN; solusinya adalah penerapan e-audit berbasis blockchain ala BPK RI untuk transparansi dan AI analytics guna prediksi risiko. Pendekatan inovatif seperti Green Public Financial Management menggabungkan ESG scoring dengan dynamic scoring models, memvalidasi kelayakan proyek seperti bendungan atau jaringan 5G di daerah terpencil melalui ex-ante feasibility study dan ex-post impact evaluation. Akhirnya, analisis ini menuntut keseimbangan antara ambition pembangunan dan fiscal sustainability, menghindari white elephant projects via independent oversight dan citizen scorecard untuk akuntabilitas publik yang lebih baik
NPM : 2313031035
Analisis investasi sektor publik melibatkan evaluasi mendalam terhadap proyek-proyek pemerintah untuk memastikan alokaran dana publik menghasilkan nilai tambah maksimal bagi masyarakat, dengan fokus pada prinsip value for money melalui kriteria economy, efficiency, dan effectiveness. Berbeda dengan sektor swasta yang mengutamakan return finansial pribadi, pendekatan ini mengintegrasikan dimensi sosial seperti pemerataan akses layanan kesehatan atau infrastruktur pedesaan, sering kali menggunakan Cost-Benefit Analysis (CBA) yang mendiskontokan manfaat masa depan dengan tingkat diskonto sosial (sekitar 7-12% di negara berkembang seperti Indonesia) untuk menghitung Net Present Value (NPV) positif dan Internal Rate of Return (IRR) di atas biaya kesempatan modal publik. Selain itu, Social Cost-Benefit Analysis (SCBA) menangkap eksternalitas seperti pengurangan emisi karbon dari proyek transportasi massal atau peningkatan produktivitas melalui irigasi, sementara Public Sector Investment Appraisal memasukkan faktor risiko politik, inflasi APBN, dan ketidakpastian regulasi via sensitivity analysis dan Monte Carlo simulation. Di Indonesia, tantangan utama mencakup data baseline yang lemah dari BPS atau Bappenas, korupsi yang menaikkan cost overrun hingga 30%, serta misalignment dengan RPJMN; solusinya adalah penerapan e-audit berbasis blockchain ala BPK RI untuk transparansi dan AI analytics guna prediksi risiko. Pendekatan inovatif seperti Green Public Financial Management menggabungkan ESG scoring dengan dynamic scoring models, memvalidasi kelayakan proyek seperti bendungan atau jaringan 5G di daerah terpencil melalui ex-ante feasibility study dan ex-post impact evaluation. Akhirnya, analisis ini menuntut keseimbangan antara ambition pembangunan dan fiscal sustainability, menghindari white elephant projects via independent oversight dan citizen scorecard untuk akuntabilitas publik yang lebih baik