Kiriman dibuat oleh Intan Cendykia

Kelompok : Dukcapilss

1. Reyon Febrio 2316041093 (Reg C)
2. Khairinnur Annastasya 2316041134 (Reg D)
3. Widia Hartati 2316041119 (Reg D)
4. Berlia Maharani 2316041120 (Reg D)
5. Intan Cendykia 2316041123 (Reg D)
6. Hani Kalista 2316041134 (Reg D)
7. Cesya Gina Rahmatin 2316041140 (Reg D)

https://youtu.be/0eHH5018xbY?si=vLPonBsC52AsVWSP
Nama : INTAN CENDYKIA
Npm : 2316041123

Pada tahun 1949, NATO didirikan sebagai respons atas ancaman ekspansi Soviet. Tujuan utamanya adalah menjaga kebebasan dan keamanan negara-negara anggotanya. Selama bertahun-tahun, NATO terus berevolusi untuk mengatasi tantangan keamanan baru yang muncul. NATO juga didirikan berdasarkan prinsip pertahanan kolektif dan keamanan bersama. Aliansi ini berkomitmen terhadap penyelesaian damai konflik dan mendukung demokrasi, kebebasan, serta supremasi hukum. Untuk itu, NATO memiliki kemampuan militer yang kuat melalui latihan dan operasi bersama. Negara anggota juga berkontribusi dalam kekuatan dan sumber daya untuk menjamin kesiapan aliansi.

NATO juga terlibat dalam kemitraan dengan negara dan organisasi lain untuk meningkatkan kerja sama keamanan dan mengatasi ancaman bersama. Kemitraan ini berperan dalam memperbaiki stabilitas dan perdamaian internasional.
Lanskap ancaman yang selalu berubah memaksa NATO untuk menyesuaikan kebijakannya. Ancaman modern menjadi lebih beragam dan kompleks, seperti serangan siber dan perang hibrida yang memerlukan tanggapan komprehensif. Kemajuan teknologi telah mengubah sifat peperangan dengan peluang dan risiko baru, sehinga NATO harus memanfaatkan inovasi namun tetap mengatasi implikasi senjata otonom dan siber.

Membangun kemitraan kuat dengan negara non-NATO dan organisasi internasional penting untuk menghadapi ancaman bersama. Kolaborasi dapat meningkatkan kerja sama dan pertukaran informasi. Meningkatkan ketahanan nasional dan kolektif sangat dibutuhkan menghadapi ancaman yang terus berkembang. Kebijakan NATO fokus pada adaptasi dan kesiagaan untuk memastikan kapasitas respon. Penggunaan taktik hibrida membawa tantangan baru bagi pendekatan keamanan konvensional. NATO harus menghadapi campuran metode militer dan non-militer demi pertahanan komprehensif. Ruang angkasa dan siber menjadi medan persaingan keamanan baru yang membutuhkan perlindungan dan pengembangan kemampuan. Pencegahan strategislah yang penting untuk mencegah konflik dan menjamin stabilitas.

Di Eropa, kebangkitan agresi Rusia dan taktik perang hibridanya menjadi ancaman serius. Serangan siber dan kampanye disinformasi juga mengancam stabilitas wilayah tersebut. Sebagai tanggapan, NATO meningkatkan kehadiran militer di Eropa Timur, latihan siber, serta inisiatif komunikasi melawan disinformasi. Belum lagi tantangan koordinasi antar anggota dan pemanfaatan peluang untuk memperkuat kemitraan dan inovasi kebijakan. Strategi NATO menekankan pendekatan multidisiplin dengan mengintegrasikan kemampuan militer, diplomatik, dan siber. Kerangka ini fokus pada ketahanan, pencegahan, dan komunikasi strategis dalam menghadapi tantangan hibrida. Komunikasi yang efektif sangat dibutuhkan untuk melawan ancaman hibrida lewat koordinasi pesan, diplomasi publik, dan keterlibatan media. Membangun ketahanan anggota melalui perlindungan infrastruktur vital, pertahanan siber, dan siap tanggap terhadap serangan hibrida menjadi kunci.

Dengan menyesuaikan kebijakan terhadap tren dan tantangan baru melalui pendekatan komprehensif dan future-focused yang memprioritaskan ketahanan, inovasi, serta kemitraan strategis, NATO dapat mengatasi dinamika lanskap keamanan di masa depan.
Nama : INTAN CENDYKIA
Npm : 2316041123

1. Puskesmas adalah contoh pelayanan publik yang beralih dari sentralisasi ke desentralisasi. Dalam sistem kesehatan, puskesmas sebagai salah satu unit pelayanan kesehatan yang berada di bawah naungan pemerintah daerah, telah mengalami perubahan dari sistem sentralisasi ke desentralisasi. Dalam sistem sentralisasi, pemerintah pusat memiliki peran yang lebih dominan dalam pengelolaan pelayanan kesehatan, sedangkan dalam sistem desentralisasi, pemerintah daerah memiliki lebih banyak kekuasaan dan tanggung jawab dalam mengelola pelayanan kesehatan di daerahnya. Dengan demikian, puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan di daerah, telah mengalami perubahan dari sistem sentralisasi desentralisasi, yang berarti bahwa pemerintah daerah memiliki lebih banyak peran dalam mengelola pelayanan kesehatan di daerah tersebut.

2. New Public Management (NPM) adalah sebuah paradigma yang berkembang dalam administrasi publik, yang berfokus pada reformasi birokrasi dan meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas dalam pelayanan publik.
Untuk mengembangkan pengelolaan pelayanan puskesmas desentralisasi menggunakan pendekatan New Public Management (NPM), maka beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Desentralisasi Otoritas Manajemen: Dalam NPM, otoritas manajemen didelegasikan ke tingkat yang lebih rendah, seperti puskesmas, untuk meningkatkan responsivitas dan efisiensi dalam pengelolaan pelayanan kesehatan. Hal ini memungkinkan puskesmas untuk lebih memahami kebutuhan lokal dan menyesuaikan pelayanan dengan kebutuhan masyarakat.

b. Pengenalan Kuasi-Mekanisme Pasar: NPM menekankan pengenalan mekanisme pasar dalam pengelolaan pelayanan publik. Dalam konteks puskesmas, ini dapat berarti menggunakan kontrak kerja singkat, pembangunan rencana korporasi, dan pernyataan misi untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas pelayanan.

c. Penggunaan Performance Budget Reporting (PBR): NPM merekomendasikan penggunaan PBR untuk pengelolaan anggaran organisasi sektor publik. Dalam puskesmas, PBR dapat membantu dalam pengelolaan anggaran yang lebih efektif dan efisien, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.

d. Pengembangan Sumber Daya Manusia: NPM menekankan pentingnya pengembangan sumber daya manusia, termasuk pegawai dan manajer, untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Dalam puskesmas, ini dapat berarti meningkatkan pelatihan dan pengembangan keterampilan pegawai, serta meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja.

e. Penggunaan Teknologi Informasi: NPM menekankan pentingnya penggunaan teknologi informasi untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas pelayanan. Dalam puskesmas, ini dapat berarti menggunakan sistem informasi manajemen yang lebih efektif untuk mengelola data pasien, rekam medis, dan lain-lain.

f. Pengembangan Sistem Pengawasan Kinerja: NPM menekankan pentingnya pengembangan sistem pengawasan kinerja yang efektif untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi. Dalam puskesmas, ini dapat berarti menggunakan indikator kinerja yang jelas dan spesifik untuk mengukur kualitas pelayanan dan meningkatkan kesadaran pegawai terhadap tujuan organisasi.

g. Pengembangan Partisipasi Masyarakat: NPM menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pelayanan publik. Dalam puskesmas, ini dapat berarti meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan kesehatan.

h. Peningkatan Profesionalisme: Puskesmas dapat meningkatkan profesionalisme pegawai melalui pelatihan dan pengembangan kompetensi yang lebih baik. Hal ini dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi.

i. Pengembangan Sistem Akuntabilitas: Puskesmas dapat meningkatkan sistem akuntabilitas dengan menggunakan metode yang lebih transparan dan akuntabel.

Dengan menerapkan beberapa upaya ini, puskesmas dapat meningkatkan efisiensi, kualitas, dan responsivitas pelayanan kesehatan, serta meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pelayanan kesehatan.

MP Reg D 2024 -> Diskusi -> Diskusi1 -> Re: Diskusi1

oleh Intan Cendykia -
Nama : Intan Cendykia
Npm : 2316041123
Kelas : Reguler D

Izin menjawab buk, Tantangan terbesar Indonesia dalam melakukan reformasi administrasi publik adalah mengatasi krisis kepercayaan masyarakat terhadap layanan publik yang telah terbangun selama periode orde baru. Krisis ini muncul akibat perilaku birokrat yang cenderung tidak mendukung pelayanan publik, yang menyebabkan tujuan awal birokrat dalam memberikan layanan publik berganti arah ke pragmatisme dan menurunkan integritas serta kualitasnya. Idealnya, penyelenggaraan layanan publik oleh aparat pemerintah harus dilakukan tanpa adanya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Namun, penerapan desentralisasi yang diterapkan dengan tujuan agar potensi yang dimiliki daerah dapat dimaksimalkan, menyebabkan KKN meluas di tingkat daerah, terjadi ketimpangan layanan publik antar daerah, dan belum ada aturan sanksi terhadap daerah yang menyediakan layanan buruk kepada masyarakat. Kegagalan birokrasi dalam merespon krisis baik itu krisis ekonomi maupun politik akan mempengaruhi tercapainya good governance. Kegagalan itu sangat ditentukan oleh faktor kekuasaan, insentif, akuntabilitas, dan budaya birokrasi.

Dari perspektif teori reformasi administrasi, reformasi administrasi di Indonesia mencakup upaya untuk memperbaiki praktik administrasi, organisasi, prosedur, dan proses. Reformasi ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan kepuasan pelanggan, tetapi juga harus mempertanggungjawabkan kinerjanya dari sisi etika, prinsip demokrasi, dan kepentingan publik. Administrasi publik bukan wirausaha atas bisnisnya sendiri dimana konsesi ataupun kegagalan akibat keputusan yang diambilnya akan ditanggung semua warga masyarakat. Oleh karena itu, akuntabilitas administrasi publik bersifat kompleks dan multi-dimensi, termasuk pertanggungjawaban profesional, legal, politis, dan demokratis.
Selain itu, tantangan lainnya adalah mengimplementasikan model kepemimpinan yang berlandaskan nilai kebersamaan dalam membantu warga negara mengartikulasikan dan memenuhi kepentingan bersama, bukan sekedar mengendalikan atau mengarahkan masyarakat menuju arah/tujuan baru. Prinsip ini berkenaan dengan peran atau kepemimpinan manajer di organisasi sektor publik.
Ini sesuai dengan teori "New Public Management" yang menyarankan agar pemerintah tidak berperan langsung dalam pelayanan publik, dengan peran Negara dibatasi di dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan, menyediakan dana bagi badan-badan pelaksana, serta mengevaluasi kerja. Peran birokrat hanya sebagai fasilitator yang memberikan motivasi dan insentif pada aktor-aktor pelayanan publik.