Assmualaikum wr.wb
Nama : Dewi Rahayu
NPM : 2213032101
QUARTER LIFE CRISIS
Generasi milenial dan Z mengalami tantangan hidup dan krisis personal dengan intensitas yang lebih tinggi daripada generasi sebelumnya, seperti generasi Y dan Baby Boomers. Krisis emosional yang melibatkan perasaan kesedihan, isolasi, ketidakpuasan, keraguan diri, kecemasan, kurang motivasi, kebingungan, dan ketakutan akan kegagalan sering kali mempengaruhi kesejahteraan generasi muda.
Quarter life crisis adalah fase yang sering dialami oleh individu yang memasuki dewasa, dianggap sebagai periode sulit bagi generasi muda. Pada tahap ini, gejolak emosi intens dirasakan, berasal baik dari faktor eksternal maupun internal. Remaja dapat mengalami rasa cemas, kebingungan dalam menentukan arah hidup, merasa tidak bernilai, bahkan hingga putus asa. Quarter life crisis bisa menciptakan pertanyaan eksistensial tentang diri sebagai manusia. Dampaknya melibatkan perasaan kesepian, ketidaknyamanan, dan depresi pada generasi muda. Meskipun merupakan fase penting, ini juga menjadi bagian dari proses mengenal diri lebih dalam dan mempersiapkan diri untuk masa depan.
Umumnya, hal ini dipicu oleh masalah finansial, hubungan, karier, dan masalah keluarga. Anak muda sering kali sangat rentan terhadap perasaan kecemasan dan ketidakjelasan mengenai masa depan.
Rahmatika Kurnia Romadhani, seorang dosen dari Jurusan Psikologi UNY, menyampaikan hal ini dalam diskusi mengenai Quarter Life Crisis yang diselenggarakan oleh LPM Ekspresi di Museum Pendidikan Indonesia (MPI) pada Kamis (30/1/2020).
Rahmatika menekankan aspek psikologis dan asal-usul Quarter Life Crisis pada generasi muda. Dia mengatakan bahwa permasalahan ini semakin diperkuat oleh pengaruh media sosial yang menjadi pijakan utama dalam kehidupan sehari-hari anak muda. Isu emosional, seperti rendah diri, FOMO (Fear of Missing Out), dan gangguan kecemasan, melibatkan generasi muda karena dampak dari media sosial.
Menurut tanggapan anda apa solusi praktis atas hal tersebut?