Posts made by Ilmadin nur alfita Alfita

Ilmadin nur alfita
2217011045
Kelas b
Kimia

Pada undang undang 1945 yng merujuk pada negara hukum yang memiliki berbasis ilmu pengetahuan yang menciptakan kesejahttaaan masyarakat dan ketertiban di indonesia


Hukum Berlaku untuk Semua: Tidak ada yang kebal terhadap hukum, baik individu maupun institusi negara.
Kepastian Hukum: Hukum harus jelas, tetap, dan dapat diprediksi.
Proses Hukum yang Adil: Setiap warga negara berhak atas proses hukum yang adil dan tidak memihak.
Lembaga Peradilan yang Independen: Hakim dan pengadilan harus bebas dari intervensi politik.
Perlindungan Hak Asasi Manusia: Supremasi hukum melindungi hak dan kebebasan individu secara konstitusional.
Nama:ilmadin nur alfita
2217011035
Kelas B kimia

Pengertian Supremasi Hukum
Supremasi hukum (rule of law) adalah prinsip bahwa hukum harus menjadi otoritas tertinggi dalam suatu negara, dan semua pihak—termasuk pemerintah, lembaga negara, dan warga negara—wajib tunduk dan taat pada hukum. Konsep ini bertujuan menjamin keadilan, ketertiban, dan perlindungan terhadap hak asasi manusia dalam suatu sistem pemerintahan demokratis.

Unsur-Unsur Supremasi Hukum

Hukum Berlaku untuk Semua: Tidak ada yang kebal terhadap hukum, baik individu maupun institusi negara.
Kepastian Hukum: Hukum harus jelas, tetap, dan dapat diprediksi.
Proses Hukum yang Adil: Setiap warga negara berhak atas proses hukum yang adil dan tidak memihak.
Lembaga Peradilan yang Independen: Hakim dan pengadilan harus bebas dari intervensi politik.
Perlindungan Hak Asasi Manusia: Supremasi hukum melindungi hak dan kebebasan individu secara konstitusional.
Analisis Kritis:

Dalam Konteks Negara Berkembang: Banyak negara berkembang mengalami kesenjangan antara norma hukum dan praktik. Misalnya, penegakan hukum yang lemah, korupsi di lembaga peradilan, atau intervensi politik terhadap proses hukum.
Pengaruh Politik dan Ekonomi: Supremasi hukum kerap terancam oleh elite politik dan ekonomi yang menggunakan kekuasaan untuk memanipulasi hukum demi kepentingan pribadi.
Peran Masyarakat Sipil: Supremasi hukum tidak akan berjalan efektif tanpa keterlibatan masyarakat dalam mengawasi jalannya pemerintahan dan proses hukum.
Digitalisasi dan Tantangan Baru: Dalam era digital, supremasi hukum harus mampu menjawab tantangan baru seperti kejahatan siber, penyebaran hoaks, dan pelanggaran privasi.
Nama ilmadin nur alfita
Npm 2217011035
Kelas b
berjudul "Demokrasi sebagai Wujud Nilai-Nilai Sila Keempat Pancasila dalam Pemilihan Umum Daerah di Indonesia" karya Galih Puji Mulyono dan Rizal Fatoni dipublikasikan dalam Citizenship: Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Volume 7, Nomor 2, Januari 2020. Artikel ini membahas hubungan antara prinsip demokrasi dalam Pancasila, khususnya sila keempat, dengan pelaksanaan pemilihan umum daerah (Pilkada) di Indonesia.​
Jurnal Hukumonline
+4
Jurnal Hukumonline
+4
Directory of Open Access Journals – DOAJ
+4

Tujuan dan Fokus Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana pelaksanaan Pilkada di Indonesia mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam sila keempat Pancasila, yaitu "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan." Penulis menyoroti pentingnya prinsip demokrasi dalam sistem hukum Indonesia dan bagaimana hal tersebut seharusnya tercermin dalam proses pemilihan umum.​
E-Journal Unipma
+5
Core
+5
ReadPaper
+5

Temuan Utama
Ketidaksesuaian Praktik Demokrasi dengan Nilai Pancasila: Penulis mengamati bahwa pelaksanaan Pilkada di Indonesia sering kali tidak mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam sila keempat Pancasila. Praktik seperti politik uang, kampanye negatif, dan kurangnya dialog konstruktif antara calon pemimpin dan masyarakat menjadi contoh nyata dari ketidaksesuaian ini.​
Pentingnya Pendidikan Politik: Artikel ini menekankan bahwa pendidikan politik yang efektif sangat diperlukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya nilai-nilai Pancasila dalam proses demokrasi. Dengan demikian, masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif dan bijaksana dalam Pilkada.​
Rekomendasi untuk Perbaikan: Penulis merekomendasikan perlunya reformasi dalam sistem pemilihan umum daerah, termasuk peningkatan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat. Hal ini diharapkan dapat memastikan bahwa Pilkada benar-benar mencerminkan prinsip-prinsip demokrasi Pancasila.​
ResearchGate
Nama ilmadin nur alfita
Npm 2217011035
Kelas b

1. Masa Demokrasi Parlementer (1950–1959)
Karakteristik:

Sistem multi-partai dengan dominasi partai-partai besar seperti PNI, Masyumi, NU, dan PKI.
Pemerintahan sering berganti, tidak stabil.
Analisis:

Demokrasi berjalan relatif terbuka.
Namun, praktik politik cenderung elitis, tidak menyentuh akar rakyat.
Konflik antar partai menghambat efektivitas pemerintahan.
2. Demokrasi Terpimpin (1959–1965)
Karakteristik:

Presiden Soekarno membubarkan parlemen hasil Pemilu 1955 dan memberlakukan UUD 1945 kembali.
Terjadi sentralisasi kekuasaan di tangan Presiden.
Analisis:

Demokrasi mengalami kemunduran; cenderung otoriter.
Kebebasan berpendapat dibatasi.
Militer dan PKI mendapat tempat strategis dalam politik.
3. Orde Baru (1966–1998)
Karakteristik:

Presiden Soeharto menekankan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi.
Sistem pemilu dikendalikan; hanya ada tiga partai: Golkar, PPP, dan PDI.
Analisis:

Demokrasi sangat terbatas, praktik otoritarianisme kuat.
Kontrol ketat terhadap media, kebebasan sipil dibatasi.
Pemilu hanya formalitas tanpa kompetisi yang adil.
4. Reformasi (1998–sekarang)
Karakteristik:

Runtuhnya Orde Baru memicu gelombang demokratisasi.
Amandemen UUD 1945 menguatkan sistem checks and balances.
Pemilu langsung, kebebasan pers, dan multipartai kembali dijalankan.
Analisis:

Demokrasi berkembang pesat, meski belum sempurna.
Masih dihadapkan pada tantangan seperti politik uang, oligarki, dan polarisasi.
Masyarakat sipil lebih aktif, tetapi institusi demokrasi kadang belum kuat.
Nama ilmadin nur alfita
Npm 2217011035
Kelas b

Artikel "Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019" karya R. Siti Zuhro, yang dipublikasikan dalam Jurnal Penelitian Politik (Vol. 16, No. 1, Juni 2019), menawarkan analisis kritis terhadap tantangan konsolidasi demokrasi di Indonesia pasca-reformasi, khususnya terkait dengan Pemilu Presiden 2019.​
Academia
+1
ejournal.politik.lipi.go.id
+1

Pokok Bahasan dalam Artikel
Konsolidasi Demokrasi yang Belum Optimal
Zuhro menilai bahwa pendalaman demokrasi di Indonesia masih terhambat oleh lemahnya pilar-pilar demokrasi, seperti partisipasi politik, kompetisi yang adil, dan supremasi hukum. Pemilu 2019, meskipun berlangsung secara prosedural, belum berhasil membangun kepercayaan publik dan menghasilkan suksesi kepemimpinan yang efektif.
Polarisasi Sosial dan Politisasi Identitas
Isu-isu identitas, terutama agama, digunakan secara strategis dalam kampanye politik, yang memperburuk polarisasi sosial. Fenomena seperti ijtima’ ulama yang mendukung pasangan Prabowo-Sandiaga dan dukungan dari NU kepada Jokowi-Ma’ruf Amin menunjukkan bagaimana identitas keagamaan dimobilisasi untuk meraih suara, meskipun hal ini tidak selalu mencerminkan representasi yang inklusif dari umat Islam secara keseluruhan.
Tantangan terhadap Netralitas Birokrasi
Zuhro mengkritik politisasi birokrasi yang terjadi selama Pemilu 2019, di mana pejabat pemerintah terlibat langsung dalam tim pemenangan calon tertentu. Hal ini mengarah pada penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan politik, yang merusak prinsip netralitas birokrasi dan mengancam kualitas demokrasi.
Evaluasi terhadap Sistem Pemilu Serentak dan Presidential Threshold
Pemilu serentak dianggap meningkatkan kompleksitas dan potensi konflik, terutama terkait dengan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) yang membatasi akses partai politik kecil. Siti Zuhro menekankan perlunya evaluasi terhadap sistem ini untuk memastikan bahwa pemilu dapat mencerminkan kehendak rakyat secara lebih adil dan representatif.