Posts made by Helena Pritricia Susanto 2217011023

Helena Pritricia Susanto
2217011023
Kelas B

Dalam jurnal ini, saya menelaah bagaimana pelaksanaan demokrasi di Indonesia, khususnya dalam pemilihan umum kepala daerah, mencerminkan atau bahkan menyimpang dari nilai-nilai sila keempat Pancasila: kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Sebagai negara hukum yang juga menjunjung tinggi sistem demokrasi, Indonesia seharusnya menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai fondasi dalam setiap proses pemilihan umum. Namun, dalam praktiknya, pemilu sering kali tidak mencerminkan nilai musyawarah, keadilan, serta kebijaksanaan yang menjadi inti dari demokrasi Pancasila.

Melalui pendekatan normatif yang saya gunakan, saya menganalisis hukum positif yang berlaku dan menemukan bahwa pemilihan kepala daerah cenderung mengedepankan prosedur administratif tanpa mengintegrasikan nilai-nilai filosofis Pancasila secara substansial. Dalam praktik politik, partai-partai politik lebih menonjolkan kekuasaan daripada memberikan ruang kepada masyarakat untuk memilih pemimpin secara bijak dan adil. Bahkan calon independen yang seharusnya menjadi alternatif bagi rakyat menghadapi hambatan berat akibat regulasi yang kurang berpihak. Selain itu, proses kampanye yang seharusnya menjadi sarana penyampaian visi justru sering disalahgunakan, bahkan memicu konflik horizontal dan penyebaran ujaran kebencian di media sosial.

Saya menilai bahwa demokrasi yang dijalankan masih bersifat prosedural dan belum menyentuh nilai-nilai substansial dari Pancasila. Kurangnya demokrasi internal di partai politik, penyalahgunaan kekuasaan, serta rendahnya partisipasi publik menjadi tantangan besar dalam mewujudkan pemilu yang benar-benar demokratis. Perilaku elite partai yang dominan dan minimnya ruang musyawarah memperlemah prinsip kerakyatan.

Oleh karena itu, saya menyimpulkan bahwa pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai sila keempat Pancasila. Berbagai konflik, hoaks, dan penyimpangan yang terjadi menjadi cerminan bahwa demokrasi belum dipahami secara utuh sebagai sarana kedaulatan rakyat. Upaya perbaikan harus dilakukan secara menyeluruh, baik dalam aspek regulasi, moralitas politik, maupun penguatan lembaga penyelenggara pemilu. Dengan begitu, demokrasi yang berlandaskan Pancasila dapat diwujudkan secara nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Helena Pritricia Susanto
2217011023
Kelas B

Setelah menyimak video "Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019", berikut analisis saya:
Saya memahami bahwa meskipun pemilu di Indonesia telah berjalan secara prosedural, kualitas demokrasi kita masih menghadapi banyak tantangan. Salah satu persoalan utama adalah tajamnya polarisasi di masyarakat akibat politisasi identitas dan agama dalam kampanye politik. Media sosial yang seharusnya menjadi ruang edukasi, justru kerap menjadi tempat penyebaran hoaks dan provokasi, yang memperburuk situasi.

Saya juga mencermati bahwa netralitas birokrasi masih lemah, di mana aparatur negara sering kali terseret dalam kepentingan politik praktis. Di sisi lain, partai politik pun belum menjalankan peran strategisnya dalam kaderisasi dan pendidikan politik secara maksimal, cenderung lebih fokus pada pencitraan.

Dari video ini saya menyimpulkan bahwa demokrasi Indonesia masih berada pada tahap konsolidasi yang belum stabil. Diperlukan upaya bersama dari seluruh elemen bangsa untuk memperkuat nilai-nilai demokrasi secara substansial, agar pemilu tidak hanya menjadi ritual lima tahunan, tetapi benar-benar mencerminkan kehendak dan kepentingan rakyat.
Helena Pritricia Susanto
2217011023
Kelas B

Berikut analisis jurnal Demokrasi dan Pemilu Presiden 2019 oleh R. Siti Zuhro:
Setelah membaca jurnal ini, saya menyadari bahwa demokrasi di Indonesia, khususnya yang tercermin melalui Pemilu Presiden 2019, masih menghadapi tantangan yang cukup serius. Meskipun pemilu telah dilaksanakan sesuai prosedur, hal tersebut belum cukup untuk menunjukkan bahwa demokrasi kita berjalan secara substansial. Dalam kenyataannya, saya melihat bahwa pelaksanaan demokrasi masih terbatas pada aspek teknis dan belum menyentuh kedalaman nilai-nilai demokrasi itu sendiri.

Salah satu hal yang paling saya soroti adalah terjadinya polarisasi yang tajam di tengah masyarakat. Pemilu yang seharusnya menjadi ajang adu gagasan justru diwarnai oleh politisasi identitas dan agama, serta penyebaran informasi yang tidak benar (hoaks). Situasi ini tidak hanya memecah belah masyarakat, tetapi juga mengikis nilai-nilai toleransi dan saling menghormati yang selama ini menjadi kekuatan utama bangsa Indonesia.

Saya juga menaruh perhatian pada netralitas birokrasi yang tampaknya masih lemah. Dalam beberapa kasus, aparatur sipil negara (ASN) terlibat dalam mendukung salah satu pasangan calon, baik secara langsung maupun tidak langsung. Keterlibatan ini tidak hanya mencederai asas demokrasi, tetapi juga menurunkan kepercayaan publik terhadap hasil pemilu dan integritas penyelenggara negara.

Selain itu, saya menilai bahwa partai politik belum menjalankan fungsinya secara optimal. Alih-alih melakukan kaderisasi yang berkualitas, banyak partai lebih memilih mencalonkan tokoh-tokoh populer atau selebritas hanya demi menarik suara. Hal ini menunjukkan bahwa orientasi partai lebih cenderung pragmatis daripada ideologis. Padahal, keberadaan partai politik sangat penting dalam membangun fondasi demokrasi yang kokoh dan berkelanjutan.

Menurut pandangan saya, demokrasi yang sehat tidak dapat dibangun hanya dengan mengandalkan pemilu sebagai ritual lima tahunan. Demokrasi memerlukan partisipasi masyarakat yang kritis, media yang objektif, lembaga penyelenggara pemilu yang profesional, dan aktor-aktor politik yang berintegritas. Tanpa itu semua, demokrasi hanya akan berjalan di atas kertas, tanpa menyentuh kehidupan rakyat secara nyata.

Sebagai penutup, saya menyimpulkan bahwa demokrasi Indonesia masih berada dalam tahap konsolidasi yang belum stabil. Banyak pekerjaan rumah yang perlu segera diselesaikan, mulai dari memperkuat kelembagaan politik, meningkatkan kualitas pendidikan politik masyarakat, hingga menjaga netralitas birokrasi dan penegakan hukum. Dengan kerja sama dan komitmen semua elemen bangsa, saya percaya demokrasi kita dapat tumbuh lebih sehat, adil, dan berpihak pada kepentingan rakyat.