Nama : Florence D’ Vega
NPM : 2216031012
Kelas : Reg B
Prodi Ilmu Komunikasi
Analisis jurnal dengan judul "Penegakan Hukum dan Perlindungan Negara (Analisys Kritis Terhadap Kasus Penistaan Agama Oleh Patahanan Gubernur DKI Jakarta)"
- Oleh M. Husein Maruapey
Penegak hukum adalah yang menegakkan hukum, dalam arti sempit hanya berarti polisi dan jaksa yang kemudian diperluas sehingga mencakup pula hakim, pengacara dan lembaga pemasyarakatan. Penegakan hukum merupakan rangkaian proses penjabaran ide dan cita hukum yang memuat nilai-nilai moral seperti keadilan dan kebenaran kedalam bentuk-bentuk konkrit, dalam mewujudkannya membutuhkan suatu organisasi seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan sebagai unsur klasik penegakan hukum yang dibentuk oleh negara, dengan kata lain bahwa penegakan hukum pada hakikatnya mengandung supremasi nilai substansial yaitu keadilan. Ruang lingkup penegakkan hukum sebenarnya sangat luas sekali, karena mencakup hal-hal yang langsung dan tidak langsung terhadap orang yang terjun dalam bidang penegakkan hukum. Penegakkan hukum yang tidak hanya mencakup law enforcement,juga meliputi peace maintenance. Adapun orang-orang yang terlibat dalam masalah penegakkan hukum di Indonesia ini adalah diantaranya polisi, hakim, kejaksaan, pengacara dan pemasyarakatan atau penjara (Iskandar, 2009:98).
Josep Golstein (Muladi, 1995 : 40), membedakan penegakan hukum pidana menjadi tiga bagian, yaitu :
1) Total enforcement, yakni ruang lingkup
penegakan hukum pidana sebagaimana yang dirumuskan oleh hukum pidana substantif.
2) Full enforcement, setelah ruang lingkup penegakan hukum pidana yang bersifat total tersebut dikurangi area of no enforcement dalam penegakan hukum ini
para penegak hukum diharapkan penegakan hukum secara maksimal;
3) Actual enforcement, dianggap not a realistic expectation, sebab adanya keterbatasan-keterbatasan dalam bentuk waktu, personil, alat-alat investigasi, dana dan sebagainya, yang kesemuanya mengakibatkan keharusan dilakukannya discretion dan sisanya inilah yang disebut dengan actual enforcement.
Penerapan hukum haruslah dipandang dari 3 dimensi, yaitu :
1) Penerapan hukum dipandang sebagi sistem
normatif (normative system) yaitu penerapan keseluruhan aturan hukum yang menggambarkan nilai-nilai sosial yang di
dukung oleh sanksi pidana;
2) Penerapan hukum dipandang sebagai
sistem administratif (administrative system) yang mencakup interaksi antara pelbagai aparatur penegak hukum yang merupakan sub-sistem peradilan di atas;
3) Penerapan hukum pidana merupakan sistem sosial (social system), dalam arti bahwa dalam mendefinisikan tindak pidana harus pula diperhitungkan pelbagai perspektif pemikiran yang ada dalam lapisan masyarakat. Sehubungan dengan pelbagai dimensi di atas dapat dikatakan bahwa sebenarnya hasil penerapan hukum pidana harus menggambarkan keseluruhan hasil interaksi antara hukum, praktek administratif dan pelaku sosial.
Saat ini tidak mudah untuk memaparkan kondisi hukum di Indonesia tanpa adanya keprihatinan yang mendalam mendengar ratapan masyarakat yang terluka oleh hukum, dan kemarahan masyarakat pada aparat penegak hukum yang memanfaatkan hukum untuk mencapai tujuan mereka tanpa mengedepankan hati nurani.
Pasal 27 UUD 1945 dengan jelas tercantum: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Rumusan tersebut mengandung makna bahwa semua warga negara, siapapun orangnya, statusnya, pejabat ataupun rakyat jelata memiliki persamaan yang sama dimata hukum dan hak-hak yang sama di hadapan pemerintah. Dengan demikian tidak ada yang namanya diskriminasi terhadap warga negara dimata hukum.
Masalah utama penegakan hukum di negara-negara berkembang termasuk Indonesia bukanlah pada sistem hukum melainkan pada kualitas manusia yang menjalankan hukum (penegak hukum).
Penegak hukum adalah orang yang pertama dijadikan panutan dan hendaknya mempunyai kemampuan berkomunikasi dan mampu menjalankan peran sebagai pemberi keadilan bagi yang berperkara.
Banyak faktor yang mempengaruhi lemahnya mentalitas aparat penegak hukum diantaranya lemahnya pemahaman agama, ekonomi, proses rekruitmen yang tidak transparan dan lain sebagainya. Persamaan dimata hukum nyatanya tidak berjalan dengan efektif. Wajar kalau reaksi masyarakat terhadap aparat penegak hukum kian hari merebak di negeri ini.