Nama : Khairani Ulya
NPM : 2213053115
A. Identitas Jurnal
Judul jurnal: PENDIDIKAN NILAI MORAL
DITINJAU DARI PERSPEKTIF GLOBAL
Penulis: Sudiati
Tahun Terbit: 2009
Bulan Terbit: Juni
Nomor: 2
Kata Kunci: moral value education, global perspective (pendidikan nilai moral, perspektif global)
B. Pembahasan
1. Isu Pendidikan Nilai Moral di Beberapa Negara
a. Indonesia
Pendidikan nilai di Indonesia disadari atau tidak masih belum banyak menyentuh pemberdayaan dan pencerahan kesadaran dalam perspektif
global. Persoalan pembenahan pendidikan masih terpaku pada kurikulum nasional dan lokal yang belum pernah tuntas.
Menurut Sudarminta (dikutip S. Belen, 2004: 9), praktik yang terjadi mengenai sistem pendidikan nasional era Orde Baru terutama pendidikan nilai hanya mampu menghasilkan berbagai sikap dan perilaku manusia yang nyata-nyata malah bertolak belakang dengan apa yang diajarkan. Dicontohkan bagaimana pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan agama─dua jenis mata pelajaran tata nilai yang ternyata tidak berhasil menanamkan sejumlah nilai moral dan humanisme ke dalam pusat kesadaran siswa. Hasil penelitian Afiyah, dkk. (2003), menyatakan bahwa kelemahan pendidikan agama antara lain terjadi karena materi pendidikan agama Islam, termasuk bahan ajar akhlak, cenderung terfokus pada pengayaan pengetahuan (kognitif), sedangkan pembentukan sikap (afektif) dan pembiasaan (psikomotorik) sangat minim. Dengan kata lain, pendidikan agama lebih didominasi oleh transfer ilmu pengetahuan agama dan lebih banyak bersifat hafalan tekstual, sehingga kurang menyentuh aspek sosial mengenai ajaran hidup yang toleran dalam bermasyarakat dan berbangsa.
b. India
Dalam pendidikan nasional
India, pendidikan nilai dikembangkan sebagai usaha untuk meningkatkan kesadaran nilai ilmiah, sosial, dan kewarganegaraan yang tidak secara khusus dikembangkan melalui satu sudut pandangan agama. Ini tidak berarti mengabaikan pentingnya pendidikan agama sebagai kekuatan dalam membangun karakter bangsa, melainkan untuk menempatkan pendidikan nilai dalam konteks pemahaman nilai agama yang universal (Mulyana, 2004: 230).
c. Malaysia
Secara langsung pendidikan
nilai diajarkan melalui pendidikan moral dan mata pelajaran agama, sedangkan pendidikan nilai yang tidak secara langsung dikembangkan melalui sejumlah mata pelajaran lainnya, seperti program pendidikan kewarganegaraan dan melalui kegiatan kokurikuler.
Meski cukup konsisten dalam mengembangkan nilai, moral, norma, etika, estetika melalui pendidikan formal, sistem pendidikan di Malaysia masih dihadapkan pada beberapa kendala. Di antaranya, (a) nilai masih banyak diajarkan melalui pendekatan pembelajaran yang preskriptif, sehingga kurang memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk memilih dan menentukan nilai, (b) alat evaluasi yang sesuai dengan kebutuhan, khususnya untuk mengembangkan teknik-teknik pengamatan perilaku, belum terjabarkan dengan jelas, (c) cara-cara pencatatan dan pelaporan pembelajaran nilai masih belum dilakukan secara konsisten oleh guru, dan (d) pandangan guru, orang tua, dan masyarakat masih menempatkan kognisi sebagai aspek yang lebih penting daripada aspek afeksi (Mujlyana, 2004: 237).
d. Cina
Dalam tradisi Cina, pendidikan memiliki hubungan erat dengan kewajiban moral. Tradisi ini menempatkan pendidikan nilai sebagai bagian penting dalam percaturan pendidikan. Pemerintah Cina mengambil beberapa kebijakan berikut. Pertama, pendidikan moral dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah dasar dan diajarkan sekali dalam seminggu. Kedua, sejumlah peraturan telah disusun dan disebarluaskan untuk menjamin terjadinya pembentukan kebiasaan, sikap, dan cara hidup siswa yang diharapkan. Ujudnya tata tertib perilaku anak usia sekolah dasar, dan tata tertib anak usia sekolah menengah. Ketiga,
untuk memobilisasi dukungan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan moral di sekolah, pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan resmi akan pentingnya pengembangan moral dan afeksi anak usia sekolah dasar.
Keempat, dengan kebijakan resmi pemerintah, sekolah didorong untuk memperbarui dan memodifikasi tujuan pendidikannya. Kelima, guru didorong untuk menggunakan pendekatan pembelajaran yang mampu mengangkat pengalaman kehidupan sehari-hari (Mulyana, 2004: 237-238).
Keseluruhan kurikulum sekolah berfungsi sebagai suatu sumber penting pendidikan nilai. Aktivitas dan praktik yang demokratis di sekolah merupakan faktor efektif yang mendukung keberhasilan pendidikan nilai, di samping kesediaan peserta didik itu sendiri. Peserta didik tidak dapat terlepas dari pengaruh apa yang dilakukan para guru mereka yang berkenaan dengan pendidikan nilai di sekolah, baik dengan metode langsung maupun tidak langsung. Pendidikan dituntut untuk memiliki wawasan pemikiran ke depan dan mampu membaca peluang dan tantangan global. Di samping itu, harus mampu memelihara perilaku etik pribumi yang harus dipertahankan sesuai dengan keanekaragaman dan keunikan yang dimiliki.