Posts made by Zafira Anargya Kirana

Nama: Zafira Anargya Kirana
NPM: 2217011005
Kelas: C

Dalam jurnal ini telah dibahas implementasi nilai-nilai demokrasi dalam konteks pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) di Indonesia berdasarkan sila keempat Pancasila, yaitu "Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan." Dalam bagian pendahuluan, penulis menjelaskan bahwa demokrasi Pancasila memiliki karakteristik yang berbeda dengan demokrasi liberal Barat. Demokrasi Pancasila menekankan nilai-nilai musyawarah, mufakat, dan perwakilan sebagai landasan dalam mengambil keputusan politik, yang seharusnya menjadi pijakan dalam pelaksanaan Pemilukada di Indonesia.

Bagian pertama menjelaskan bahwa Pemilukada diatur oleh berbagai peraturan perundang-undangan yang terus mengalami perubahan, dengan tujuan menciptakan mekanisme pemilihan kepala daerah yang demokratis dan transparan. Proses pemilihan kepala daerah merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat, di mana masyarakat secara langsung memilih pemimpinnya. Namun, dalam praktiknya, pelaksanaan Pemilukada seringkali diwarnai oleh berbagai persoalan seperti politik uang, kampanye hitam, dan lemahnya partisipasi publik, yang bertentangan dengan semangat demokrasi Pancasila.

Selanjutnya, penulis membahas bahwa pelaksanaan Pemilukada seharusnya mencerminkan nilai-nilai sila keempat Pancasila. Namun, pelaksanaan di lapangan belum sepenuhnya sesuai dengan prinsip musyawarah dan kebijaksanaan. Demokrasi yang terjadi cenderung formalistik dan transaksional, di mana kontestasi politik lebih menonjolkan kepentingan kekuasaan daripada kepentingan rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam praktik demokrasi masih rendah, sehingga dibutuhkan upaya serius untuk menguatkan pendidikan politik, pengawasan pemilu, serta integritas penyelenggara Pemilukada.

Pada bagian simpulan, penulis menekankan pentingnya menjadikan sila keempat Pancasila sebagai sumber nilai dalam setiap tahapan Pemilukada. Demokrasi Indonesia harus dibangun di atas semangat kekeluargaan, kebijaksanaan, dan keterlibatan rakyat secara aktif, bukan semata-mata prosedural. Agar nilai-nilai demokrasi Pancasila bisa diwujudkan secara utuh, diperlukan sinergi antara masyarakat, pemerintah, penyelenggara pemilu, dan aparat penegak hukum untuk memastikan bahwa proses demokrasi tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga bermoral dan beretika sesuai dengan jati diri bangsa.
Nama: Zafira Anargya Kirana
NPM: 2217011005
Kelas: C

Dalam jurnal telah dibahas berbagai tantangan dalam pendalaman demokrasi di Indonesia, terutama dalam konteks Pemilu 2019. Pertama, jurnal menyoroti bahwa demokrasi Indonesia masih dangkal karena partisipasi politik yang belum substansial dan lemahnya kelembagaan demokrasi. Politik cenderung elitis dan oligarkis, di mana aktor politik hanya menggunakan demokrasi sebagai alat mencapai kekuasaan, bukan memperkuat kepentingan rakyat. Ini diperparah dengan sikap pragmatis pemilih dan minimnya pendidikan politik, yang membuat demokrasi hanya jadi prosedur lima tahunan tanpa pengaruh nyata terhadap kualitas kehidupan publik.

Pemilu Presiden 2019 menunjukkan bagaimana kontestasi politik justru memperkuat polarisasi masyarakat. Identitas agama, khususnya Islam, dipolitisasi untuk mendapatkan dukungan massa. Kampanye banyak diwarnai ujaran kebencian dan penyebaran hoaks, yang memperdalam konflik horizontal di akar rumput. Partai politik juga gagal memainkan peran sebagai perantara aspirasi rakyat karena lebih sibuk dalam transaksi politik dan pencitraan elit. Akibatnya, masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap parpol sebagai institusi demokratis.

Jurnal ini juga menyoroti bahwa dalam masyarakat plural seperti Indonesia, pemilu malah memperkuat segregasi sosial dan identitas, bukan menyatukan. Politik identitas dan mobilisasi berbasis agama/etnis memperbesar potensi konflik. Selain itu, birokrasi yang seharusnya netral justru dipolitisasi oleh penguasa demi kemenangan elektoral. Aparat sipil negara sering dipaksa berpihak atau terlibat langsung dalam pemenangan kandidat tertentu. Hal ini membahayakan profesionalisme birokrasi dan menggerus kepercayaan publik terhadap institusi negara sebagai penjamin netralitas dalam demokrasi.

Kesimpulannya, demokrasi di Indonesia masih lemah secara substansi. Pemilu lebih sering dimanfaatkan sebagai ajang perebutan kekuasaan, bukan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Politisasi identitas, keterlibatan birokrasi, dan lemahnya peran partai politik menunjukkan bahwa sistem demokrasi kita masih perlu banyak perbaikan agar benar-benar mencerminkan kehendak masyarakat.